Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beratnya Berkabung untuk Penumpang Malaysia Airlines yang Hilang

Kompas.com - 25/03/2014, 14:23 WIB
KOMPAS.com — Para kerabat dari penumpang pesawat Malaysia Airlines yang hilang telah diberi tahu bahwa pesawat jatuh di laut, dan tidak ada yang selamat. Kondisi ini membawa kita pada pemahaman secara psikologis tentang bagaimana beratnya berkabung untuk orang yang hilang.

Ketika pesawat MH370 menghilang, Prahlad Shirsath dalam perjalanan dari rumahnya di Korea Utara, ke Beijing, dan kemudian ke Malaysia. Ia mencari informasi mengenai istrinya.

Sang istri, Kranti Shirsath, mantan profesor kimia dan ibu dari dua anak, sebelumnya sedang melakukan perjalanan untuk mengunjungi suaminya yang bekerja di sebuah organisasi non-profit di Pyongyang, sampai akhirnya pesawat itu dinyatakan hilang.

Ketika tidak ada berita mengenai istrinya dan hari-hari pun berlalu, keluarga Shirsath memanggilnya untuk kembali ke negara asalnya di India, tempat mereka bisa menanggung ketidakpastian ini bersama-sama.

Ini disebut "rasa kehilangan yang tidak pasti", kata Pauline Boss, profesor emeritus di University of Minnesota, yang menangani orang-orang dengan jenis rasa kehilangan yang tidak biasa ini.

Tidak ada bukti fisik kematian, tidak ada organ tubuh, sehingga orang berpegang teguh pada sebuah harapan bahwa seseorang yang hilang itu masih hidup.

"Mereka tidak bisa berkabung bila yang dialami adalah 'rasa kehilangan yang tidak pasti'. Mereka (seakan-akan) membeku," kata Boss. "Sering kali, masyarakat berpikir bahwa mereka seharusnya berkabung. Namun, pada kenyataannya, mereka berada di dalam ketidakpastian dan berpikir apakah orang yang dicintainya akan kembali atau tidak."

Ini adalah semacam penderitaan yang menghentikan kesedihan mereka, kata profesor itu, yang merupakan penulis buku Ambiguous Loss: Learning to Live with Unresolved Grief.

Kabar terbaru bahwa pesawat mungkin jatuh di Samudra Hindia Selatan, dengan tidak adanya seorang pun yang hidup, tidak mungkin mengendurkan rasa ketidakpastian mereka.

"Tidak akan ada akhirnya, bahkan sekalipun mereka menemukan dengan jelas bahwa pesawat tersebut berada di laut. Tidak ada mayat yang dikubur. Ini akan selalu menjadi sesuatu yang ambigu buat mereka, sampai ada bukti serpihan atau bukti DNA."

Orang-orang perlu melihat bukti sebelum mereka yakin bahwa kematian itu telah terjadi, kata Profesor Boss. Tanpa itu, kesedihan tak akan terhenti, dan itu sulit.

Jelas, sebuah kematian merupakan sesuatu yang menyakitkan. Ritual pemakaman dapat dilakukan ketika ada jenazah, disertai keluarga dan teman-teman yang berkumpul untuk memastikan bahwa orang tersebut memang sudah meninggal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com