KIEV, KOMPAS.com - Ukraina menuduh Presiden Rusia Vladimir Putin mendalangi penyerbuan dan pendudukan bangunan kantor pemerintahan di dua kota di timur Ukraina oleh para demonstran pro-Rusia, Minggu (6/4/2014). Serbuan ke kantor-kantor tersebut menjadi "babak" baru krisis Ukraina yang berlangsung sejak akhir tahun lalu.
Para demonstran pro-Rusia menduduki kantor pemerintah daerah di pusat industsi Donetsk dan kantor layanan keamanan di sekitar Luhansk, Ukraina. Mereka melambaikan bendera Rusia dan menuntut referendum sebagaimana yang terjadi di Crimea untuk bergabung ke Rusia.
Menteri Dalam Negeri Ukraina, Arsen Avakov, mengatakan polisi akan memulihkan ketertiban di kedua kota meskipun tanpa memakai kekerasan. Dia menuduh Presiden terguling Ukraina Viktor Yanukovich yang memiliki basis massa di Donetsk telah bersekongkol dengan Putin untuk menyulut ketegangan.
"Putin dan Yanukovich memerintahkan dan membayar gelombang terbaru berupa gangguan separatis di bagian timur. Orang yang berkumpul tak banyak tetapi sangat agresif," kata Avakov dalam sebuah pernyataan di laman Facebook-nya.
"Situasi akan kembali terkontrol tanpa pertumpahan darah. Benar, itu tugas penegakan hukum oleh aparat. Sejujurnya, tak ada cara damai menoleransi pelanggaran hukum para provokator," imbuh Avakov.
Penjabat Presiden Ukraina Oleksander Turchinov menggelar pertemuan darurat di Kiev, dengan para kepala keamanan Ukrain. "Dia mengambil kendali situasi," ujar layanan pers parlemen, Minggu.
Terutama di kawasan timur Ukraina yang menggunakan bahasa Rusia untuk percakapan sehari-hari, ketegangan meningkat tajam sejak penggulingan Yanukovich pada Februari 2014. Lewat Referendum, Rusia telah menganeksasi Crimea. Langkah Rusia ini memicu kebuntuan terbesar antara Moskwa dan negara-negara Barat semenjak era Perang Dingin berakhir.