Hal itu mendapat signifikasi baru pada tanggal 7 Oktober 2023, ketika Hamas dan kelompok-kelompok perlawanan Palestina lainnya menyeberang dari Gaza dan membunuh lebih dari 1.200 orang di Israel, serta menyandera ratusan orang.
Bulan-bulan setelahnya telah memberikan tekanan yang luar biasa pada militer Israel, dan khususnya pada pasukan cadangan yang telah dipanggil untuk menjalankan tugas jangka panjang. Meningkatnya kekhawatiran akan perang skala penuh dengan Lebanon saat ini menambah kekhawatiran itu.
Sementara para politisi ultra-Ortodoks berpendapat bahwa perjuangan untuk memaksa mereka ikut wajib militer telah digunakan sebagai senjata politik. Menurut mereka, militer Israel tidak memiliki masalah dengan sumber daya manusia.
Namun para pemimpin Pasukan Pertahanan Israel (IDF) tidak setuju dengan pernyataan para politisi ultra-Ortodoks itu.
“Kami ingin melangkah maju, bukan karena hal ini menyenangkan, (tetapi) pertama-tama karena hal ini perlu,” kata Kepala Staf IDF, Herzi Halevi, belum lama ini. “Setiap batalion yang kami bentuk, sebuah batalion ultra-Ortodoks, akan mengurangi kebutuhan akan pengerahan ribuan tentara cadangan berkat adanya prajurit wajib militer.”
Pengecualian wajib militer bagi kaum ultra-Ortodoks juga memicu kemarahan di kalangan warga Israel yang menghabiskan waktu berbulan-bulan jauh dari keluarga mereka saat bertugas di militer, dan menyaksikan orang-orang terkasih mereka terbunuh. Hal itu semakin memperlebar jurang pemisahan antara golongan religus dan sekuler di Israel yang selama ini ada, dan kini semakin meningkat, terutama seiring dengan meningkatnya jumlah populasi penduduk ultra-Ortodoks.
Dalam jangka pendek, mungkin sangat sedikit. Karena kaum ultra-Ortodoks memiliki praktik keagamaan yang sangat kaku, mereka biasanya bertugas di unit-unit khusus di militer. IDF berupaya untuk memperluas unit-unit itu, tetapi hal itu memerlukan waktu.
“Menurut perhitungan militer, ada 1.800 orang yang direkrut tahun lalu,” kata Gilad Malach, direktur program Ultra-Ortodoks di Israel di Institut Demokrasi Israel, setelah keputusan hari Selasa. “Militer perlu melakukan beberapa perubahan untuk merekrut mereka. Menurut militer, tahun depan militer dapat menerima 4.800 orang.”
Wakil Jaksa Agung Israel, Gil Limon, menginstruksikan pemerintah pada Selasa untuk segera memulai perekrutan 3.000 pria ultra-Ortodoks tambahan, yang menurut militer dapat diakomodasi.
Ia juga mengatakan bahwa “mengingat kebutuhan militer saat ini dan untuk mendorong kesetaraan dalam beban kerja,” militer harus “mengembangkan dan menyampaikan rencana perekrutan untuk meningkatkan jumlah ini.”
Dampak yang lebih besar mungkin terjadi jika putusan itu menyebabkan koalisi pemerintahan Israel runtuh, dan hal ini sangat mungkin terjadi.
Ketika Benjamin Netanyahu membentuk koalisi pemerintahannya di akhir tahun 2022, ia memasukkan dua partai ultra-Ortodoks, yaitu Shas dan United Torah Judaism, demi membentuk pemerintahan mayoritas.
Karena yeshiva sangat penting bagi partai-partai itu, putusan MA bisa mempunyai konsekuensi yang besar.
Untuk saat ini, mereka tampaknya tidak mempedulikan putusan tersebut, dan mengatakan bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk keluar dari koalisi dengan Netanyahu. Terlepas dari putusan MA, partai-partai ultra-Ortodoks masih berusaha untuk meloloskan undang-undang di Knesset, parlemen Israel, yang akan menetapkan pengecualian wajib militer ke dalam undang-undang.
Karena IDF belum memiliki kapasitas untuk merekrut kelompok ultra-Ortodoks ke dalam unit-unit khusus, kecil kemungkinannya akan ada banyak kelompok ultra-Ortodoks yang akan direkrut dalam waktu dekat.
Setelah surat perintah wajib militer mulai dikeluarkan, perintah MA kepada pemerintah untuk menghentikan pendanaan bagi yeshiva yang siswanya menolak untuk bertugas dalam wajib militer dapat berdampak besar – dan memengaruhi apakah para pemimpin partai ultra-Ortodoks masih menganggap ada manfaatnya menjadi bagian dari pemerintah.
Cerita itu penuh pergolakan yang tak ada habisnya. Hampir pasti putusan MA itu bukan akhir dari cerita.
Partai Likud yang dipimpin Netanyahu, bersama dengan sekutu ultra-Ortodoksnya, akan terus mencoba meloloskan undang-undang yang menetapkan pengecualian wajib militer bagi kuam Yahudi ultra-Ortodoks ke dalam undang-undang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.