Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Yahudi Ultra-Ortodoks Israel Harus Ikut Wajib Militer, Apa Dampaknya bagi Perang Saat Ini?

Kompas.com - 01/07/2024, 15:32 WIB
Egidius Patnistik

Penulis

Sumber CNN

MAHKAMAH Agung (MA) Israel pada Selasa (25/6/2023) lalu mengeluarkan putusan yang menyatakan, pemerintah harus mewajibkan warga Yahudi ultra-Ortodoks ikuti wajib militer. Sejak negara Israel modern berdiri (tahun 1948), kaum Yahudi ultra-Ortodoks dibebaskan dari wajib militer.

MA juga mengatakan, pemerintah tidak bisa lagi mendanai sekolah agama (yeshivas) yang siswanya tidak ikut wajib militer.

Putusan MA itu hanya berlaku bagi para pria Yahudi ultra-Ortodoks, walau keharusan wajib militer berlaku bagi pria dan wanita di Israel.

Baca juga: Mahkamah Agung Israel Perintahkan Wajib Militer bagi Pria Ultra-Ortodoks

Siapakah Kaum Ultra-Ortodoks?

Kelompok Yahudi ultra-Ortodoks, yang dikenal sebagai “Haredim” dalam bahasa Ibrani, mempraktikkan bentuk yudaisme yang ketat.

Saat ini mereka mencakup sekitar 14 persen dari total 9,5 juta warga Israel dan merupakan kelompok populasi dengan pertumbuhan tercepat. Berdasarkan data dari Institut Demokrasi Israel, mayoritas kelompok ini kaum muda, dan karena kebanyakan berusia muda, mereka mencakup sekitar 24 persen dari populasi warga Israel yang berusia wajib militer.

Mengapa Mereka Tak Bertugas di Militer?

Sebetulnya, ada anggota komunitas Yahudi ultra-Ortodoks yang bertugas di militer tetapi jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan kebanyakan orang Yahudi Israel lainnya. Mayoritas mereka tidak berpartisipasi dalam kebijakan wajib militer di negara itu.

Bagi kaum pria Yahudi ultra-Ortodoks, mempelajari teks-teks yudaisme merupakan hal yang sangat penting, tidak hanya bagi kehidupan mereka sendiri tetapi bagi pelestarian seluruh Yudaisme dan bahkan bagi pertahanan Israel. Setidaknya itu menurut keyakinan mereka.

Pembelajaran terhadap Kitab Taurat dimulai pada masa remaja dan sering kali berlanjut hingga usia dewasa muda. Proses pembelajaran itu merupakan kegiatan penuh waktu yang menghalangi mereka studi hal-hal sekuler, berpartisipasi dalam dunia kerja (dan tentu saja keharusan bayar pajak) – atau bertugas di militer, seperti yang dilakukan oleh sebagian besar orang Yahudi Israel non-ultra-Ortodoks.

Baca juga: Orang Yahudi Ultra-ortodoks Tolak Duduk Dekat Wanita, Penerbangan Pun Kacau

Secara teknis, pengecualian wajib militer berlaku bagi para pemuda yang aktif belajar di yeshiva. Dalam praktiknya, siapapun yang memberi tahu para perekrut bahwa ia sedang belajar di yeshiva – siapapun yang menyatakan dirinya ultra-Ortodoks – bisa keluar dari keharusan ikut wajib militer.

Apa Inti Putusan MA?

MA Israel mengatakan, kaum ultra-Ortodoks tidak dapat diperlakukan berbeda dari orang Yahudi Israel lainnya. MA menegaskan, undang-undang (UU) yang mewajibkan dinas militer juga berlaku bagi mereka yang ultra Ortodoks. (Warga Palestina di Israel tetap dikecualikan dari wajib militer.)

“Tidak ada kerangka hukum yang memungkinkan untuk membedakan antara pelajar yeshiva dan mereka yang ditakdirkan untuk dinas militer,” kata MA dalam putusannya. Pemerintah “sangat merusak supremasi hukum dan prinsip yang menyatakan bahwa semua individu mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum.”

Mengapa Hal Ini Penting Sekarang?

Perdebatan tentang apakah kelompok ultra-Ortodoks harus bertugas di militer bukan hal baru. Pengecualian terhadap mereka sudah berlaku sejak Israel berdiri tahun 1948.

MA membatalkan peraturan lama itu 50 tahun kemudian, dengan mengatakan kepada pemerintah bahwa mengizinkan kelompok ultra-Ortodoks untuk keluar dari wajib militer melanggar prinsip perlindungan yang setara.

Dalam beberapa dekade berikutnya, pemerintahan dan Knesset (parlemen Israel) telah mencoba menyelesaikan masalah itu, namun berulang kali pengadilan menyatakan bahwa upaya mereka tidak sah.

Upaya terbaru pemerintah untuk mengatasi masalah itu, yang diberlakukan sejak tahun 2018, berakhir pada akhir Maret lalu.

Hal itu mendapat signifikasi baru pada tanggal 7 Oktober 2023, ketika Hamas dan kelompok-kelompok perlawanan Palestina lainnya menyeberang dari Gaza dan membunuh lebih dari 1.200 orang di Israel, serta menyandera ratusan orang.

Bulan-bulan setelahnya telah memberikan tekanan yang luar biasa pada militer Israel, dan khususnya pada pasukan cadangan yang telah dipanggil untuk menjalankan tugas jangka panjang. Meningkatnya kekhawatiran akan perang skala penuh dengan Lebanon saat ini menambah kekhawatiran itu.

Sementara para politisi ultra-Ortodoks berpendapat bahwa perjuangan untuk memaksa mereka ikut wajib militer telah digunakan sebagai senjata politik. Menurut mereka, militer Israel tidak memiliki masalah dengan sumber daya manusia.

Namun para pemimpin Pasukan Pertahanan Israel (IDF) tidak setuju dengan pernyataan para politisi ultra-Ortodoks itu.

“Kami ingin melangkah maju, bukan karena hal ini menyenangkan, (tetapi) pertama-tama karena hal ini perlu,” kata Kepala Staf IDF, Herzi Halevi, belum lama ini. “Setiap batalion yang kami bentuk, sebuah batalion ultra-Ortodoks, akan mengurangi kebutuhan akan pengerahan ribuan tentara cadangan berkat adanya prajurit wajib militer.”

Pengecualian wajib militer bagi kaum ultra-Ortodoks juga memicu kemarahan di kalangan warga Israel yang menghabiskan waktu berbulan-bulan jauh dari keluarga mereka saat bertugas di militer, dan menyaksikan orang-orang terkasih mereka terbunuh. Hal itu semakin memperlebar jurang pemisahan antara golongan religus dan sekuler di Israel yang selama ini ada, dan kini semakin meningkat, terutama seiring dengan meningkatnya jumlah populasi penduduk ultra-Ortodoks.

Apa Dampaknya untuk Perang Saat Ini?

Dalam jangka pendek, mungkin sangat sedikit. Karena kaum ultra-Ortodoks memiliki praktik keagamaan yang sangat kaku, mereka biasanya bertugas di unit-unit khusus di militer. IDF berupaya untuk memperluas unit-unit itu, tetapi hal itu memerlukan waktu.

“Menurut perhitungan militer, ada 1.800 orang yang direkrut tahun lalu,” kata Gilad Malach, direktur program Ultra-Ortodoks di Israel di Institut Demokrasi Israel, setelah keputusan hari Selasa. “Militer perlu melakukan beberapa perubahan untuk merekrut mereka. Menurut militer, tahun depan militer dapat menerima 4.800 orang.”

Wakil Jaksa Agung Israel, Gil Limon, menginstruksikan pemerintah pada Selasa untuk segera memulai perekrutan 3.000 pria ultra-Ortodoks tambahan, yang menurut militer dapat diakomodasi.

Ia juga mengatakan bahwa “mengingat kebutuhan militer saat ini dan untuk mendorong kesetaraan dalam beban kerja,” militer harus “mengembangkan dan menyampaikan rencana perekrutan untuk meningkatkan jumlah ini.”

Dampak yang lebih besar mungkin terjadi jika putusan itu menyebabkan koalisi pemerintahan Israel runtuh, dan hal ini sangat mungkin terjadi.

Mengapa Putusan Itu Jadi Kabar Buruk bagi Netanyahu?

Ketika Benjamin Netanyahu membentuk koalisi pemerintahannya di akhir tahun 2022, ia memasukkan dua partai ultra-Ortodoks, yaitu Shas dan United Torah Judaism, demi membentuk pemerintahan mayoritas.

Karena yeshiva sangat penting bagi partai-partai itu, putusan MA bisa mempunyai konsekuensi yang besar.

Untuk saat ini, mereka tampaknya tidak mempedulikan putusan tersebut, dan mengatakan bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk keluar dari koalisi dengan Netanyahu. Terlepas dari putusan MA, partai-partai ultra-Ortodoks masih berusaha untuk meloloskan undang-undang di Knesset, parlemen Israel, yang akan menetapkan pengecualian wajib militer ke dalam undang-undang.

Karena IDF belum memiliki kapasitas untuk merekrut kelompok ultra-Ortodoks ke dalam unit-unit khusus, kecil kemungkinannya akan ada banyak kelompok ultra-Ortodoks yang akan direkrut dalam waktu dekat.

Setelah surat perintah wajib militer mulai dikeluarkan, perintah MA kepada pemerintah untuk menghentikan pendanaan bagi yeshiva yang siswanya menolak untuk bertugas dalam wajib militer dapat berdampak besar – dan memengaruhi apakah para pemimpin partai ultra-Ortodoks masih menganggap ada manfaatnya menjadi bagian dari pemerintah.

Apa yang terjadi selanjutnya?

Cerita itu penuh pergolakan yang tak ada habisnya. Hampir pasti putusan MA itu bukan akhir dari cerita.

Partai Likud yang dipimpin Netanyahu, bersama dengan sekutu ultra-Ortodoksnya, akan terus mencoba meloloskan undang-undang yang menetapkan pengecualian wajib militer bagi kuam Yahudi ultra-Ortodoks ke dalam undang-undang. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hamas Menghadapi Meningkatnya Ketidakpuasan Warga Gaza

Hamas Menghadapi Meningkatnya Ketidakpuasan Warga Gaza

Internasional
Apa yang Dimaksud Taktik 'Serangan Daging' Rusia di Ukraina?

Apa yang Dimaksud Taktik "Serangan Daging" Rusia di Ukraina?

Internasional
Mengapa Kekerasan di Dagestan, Rusia Selatan, Terus Terjadi?

Mengapa Kekerasan di Dagestan, Rusia Selatan, Terus Terjadi?

Internasional
Siapa Akan Mengendalikan Jalur Gaza Seusai Perang?

Siapa Akan Mengendalikan Jalur Gaza Seusai Perang?

Internasional
Skandal Korupsi Dua Menteri Pertahanan dan Agenda Modernisasi Militer China

Skandal Korupsi Dua Menteri Pertahanan dan Agenda Modernisasi Militer China

Internasional
Warga Yahudi Ultra-Ortodoks Israel Harus Ikut Wajib Militer, Apa Dampaknya bagi Perang Saat Ini?

Warga Yahudi Ultra-Ortodoks Israel Harus Ikut Wajib Militer, Apa Dampaknya bagi Perang Saat Ini?

Internasional
Perang Israel-Hezbollah Kali Ini Mungkin Akan Jauh Lebih Berbahaya

Perang Israel-Hezbollah Kali Ini Mungkin Akan Jauh Lebih Berbahaya

Internasional
Ada Apa di Balik Protes di Kenya yang Tewaskan 22 Orang?

Ada Apa di Balik Protes di Kenya yang Tewaskan 22 Orang?

Internasional
Siapa Julian Assange dari Wikileaks dan Apa yang Lakukannya?

Siapa Julian Assange dari Wikileaks dan Apa yang Lakukannya?

Internasional
Anak-anak di Gaza Tewas Perlahan akibat Malnutrisi

Anak-anak di Gaza Tewas Perlahan akibat Malnutrisi

Internasional
Mengenal 'Diplomasi Panda' China dan Kontroversinya

Mengenal "Diplomasi Panda" China dan Kontroversinya

Internasional
Mengapa Kaum Muda Eropa Mulai Tertarik dengan Partai-Partai Ekstrem Kanan?

Mengapa Kaum Muda Eropa Mulai Tertarik dengan Partai-Partai Ekstrem Kanan?

Internasional
Cara Siniar Jerman Lacak Anggota Tentara Merah yang Kabur 30 Tahun

Cara Siniar Jerman Lacak Anggota Tentara Merah yang Kabur 30 Tahun

Internasional
Anak Muda Tak Mau Jadi Petani, Jepang Terancam Kekurangan Makanan

Anak Muda Tak Mau Jadi Petani, Jepang Terancam Kekurangan Makanan

Internasional
Rute Penyelundupan Migran ke AS: Peran Jaringan 'Mama Afrika' (III)

Rute Penyelundupan Migran ke AS: Peran Jaringan "Mama Afrika" (III)

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com