KOMPAS.com - Sosok Ferdinand Marcos, presiden Filipina memang tak lepas dari kontroversi.
Kehancuran Filipina berada di tangannya, dan dia seolah mampu untuk tetap lolos dan melenggang tanpa batas, terus duduk di kursi empuk kekuasaannya.
Tapi, sejarah berkata lain. Pada 21 September 1972, setahun sebelum masa jabatannya berakhir, ia mengumumkan darurat militer.
Inilah cikal bakal kejatuhan Marcos yang termasyhur.
Baca juga: 28 September 1989: Presiden Filipina Ferdinand Marcos Meninggal
Seperti dikutip dari arsip The Washington Post, darurat militer diberlakukan Marcos dengan dalih serangan terhadap menteri pertahanannya, Juan Ponce Enrile.
Enrile diduga lolos dari cedera setelah disergap di mobilnya.
Meski faktanya, bertahun-tahun kemudian, Enrile, yang akhirnya memimpin pemberontakan yang menggulingkan Marcos, mengakui bahwa penyergapan itu palsu.
Titik balik bagi Marcos terjadi pada Agustus 1983, ketika senator Benigno Aquino, yang saat itu tinggal di pengasingan di Boston setelah dibebaskan dari penjara untuk mencari perawatan medis, memutuskan pulang ke Filipina.
Baca juga: Ferdinand Marcos, Diktator Filipina dengan Gelimang Kontroversinya
Tapi, setibanya di Bandara Internasional Manila, Aquino ditembak mati.
Marcos mengaitkan pembunuhan itu dengan seorang tersangka pembunuh bayaran komunis, Rolando Galman, yang langsung ditembak mati di tempat oleh petugas keamanan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.