Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Cara WNI di Swiss Merawat Kebhinekaan Indonesia

Kompas.com - 05/12/2016, 07:00 WIB

KOMPAS.com - Senja datang perlahan di desa Oensingen, Provinsi Solothurn, Swiss, Sabtu (3/12/2016).

Suhu yang melorot hingga 2 derajat Celsius membuat penduduk desa yang berbatasan dengan jalan tol Lucerne-Bern ini, lebih memilih berada di dalam rumah ketimbang di jalanan.

Namun, situasi berbeda terlihat di sekitar Birkensaal. Di halaman  gedung serba guna desa berpenduduk 6.203 jiwa ini, masih terlihat anak-anak bermain dengan cerianya.

Suhu dingin yang menusuk tulang seperti tidak dirasakan oleh anak-anak itu.

Di dalam gedung Birkensaal, situasi lebih ramai lagi. Sedikitnya 700 orang menyiapkan diri untuk merayakan kebersamaan dalam malam perayaan Natal masyarakat Indonesia di Swiss.

"Syukurlah mereka datang tepat waktunya, kami ingin merayakan Natal ini, terutama untuk ibadahnya, tidak terganggu lalu lalang orang yang datang terlambat,“ tutur Chyntia Lebet, ketua panitia.

Tepat pukul 16.00 waktu setempat, ketika langit mulai remang karena musim dingin, ibadah Oikumene pun dilangsungkan.

Stefanus Wolo, pastur asal Flores yang kini bertugas di paroki desa Eiken, Basel, memimpin ibadah tersebut.

"Marilah kita berdoa juga untuk tanah air kita, Indonesia, terutama mendoakan keutuhan dan keragamannya," kata Stefanus Wolo.

Merawat keberagaman itu, tidak sekadar terucap dalam doa, tetapi juga dilaksanakan dalam perayaan itu.

Paling tidak, untuk menghormati tamu yang beragama non-Kristen, khususnya warga Muslim, panitia menyediakan makanan halal yang tak mengandung daging babi.

Dari empat stan buffet, justru hanya satu stan yang menyediakan makanan non-halal atau mengandung daging babi.

"Tiga yang lainnya, hanya daging sapi (rendang), ayam goreng, dan ikan (asam manis),“ tutur Veronika, salah satu panitia.

Bagi masyarakat muslim, imbuh Veronika, diarahkan untuk mengambil santapan di tiga stan makanan halal itu. Veronika pun dengan sabar menunjukkan ketiga stan buffet itu.

Beberapa masyarakat Muslim Indonesia, tampak hadir dalam perayaan ini.  Setelah ibadah usai, mereka berbaur satu sama lain.

"Saya ingin keberagaman Indonesia terjaga, juga di Swiss ini,“ tutur Linggawaty Hakim, duta besar RI untuk Swiss.

"Kami ini kan bersahabat satu sama lain, sehari hari juga sering makan atau jalan bersama, agama berbeda bukan pemisah, “ kata Fifi, salah seorang warga muslim Indonesia.

KBRI Bern, imbuh Hakim, tak akan kenal lelah untuk memfasilitasi upaya untuk menjaga kebersamaan dalam keragaman Indonesia. 

"Kami yang tinggal di Swiss, yang diuntungkan dengan kemapanan finansial, marilah energi positif ini digunakan untuk membangun Indonesia,“ imbuh Hakim.

Dua pekan lagi, di rumah dinas Linggawaty Hakim,  yakni Wisma Duta di Guemligen, Bern, akan digelar pengajian bersama.

"Tapi umat lain juga bisa hadir," kata Linggawaty Hakim.

Perayaan Natal masyarakat Indonesia Swiss kali ini, terbilang paling meriah. Tahun-tahun sebelumnya, jumlah yang hadir tidak sampai 700 an orang.

Hampir setiap jengkal gedung serba guna itu terisi. Mereka yang tidak kebagian tempat duduk utama, memilih duduk di kursi pinggiran atau di balkon.

"Penuh tapi tidak sampai berdesakan,“ kata Chyntia.

Impiannya, untuk merayakan Natal dalam  kebersamaan, malam itu, tercapai.

"Kami ingin, sejak awal, agar masyarakat Nasrani Indonesia disini, bisa merayakan natal dalam kebersamaan. Puji Tuhan, tercapai malam ini,“ kata Chyntia.

Tak hanya dari Swiss tetamu yang datang. Tapi juga ada yang khusus datang dari Belanda, Serbia, dan tentu saja Jerman dan Perancis. (Krisna Diantha, warga Indonesia tinggal di Swiss)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com