Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sniper" di Dallas Sedang Rencanakan Serangan Besar

Kompas.com - 11/07/2016, 09:09 WIB

DALLAS, KOMPAS.com — Micha Johnson (25), veteran militer Amerika Serikat (AS) yang menembak mati lima polisi Dallas, Texas, merencanakan serangan lebih besar.

Dalam rencana serangannya, Johnson mungkin akan menggunakan bahan peledak atau bom. Hal itu mengacu pada penemuan sejumlah bahan peledak dan senjata di rumahnya.

Sementara gelombang unjuk rasa terus meningkat di beberapa wilayah di AS untuk mengecam pembunuhan warga kulit hitam oleh polisi kulit putih.

Presiden Barack Obama memperingatkan, protes yang terus meluas itu telah memiliki bias rasial, seperti dilaporkan Agence France Presse, Senin (11/7/2016).

Obama telah memerintahkan bendera setengah tiang 67 kali untuk merespons tragedi.

Otoritas terkait di Dallas, Minggu (11/7/2016), mengatakan, pelaku penembakan juga mengejek polisi dan menulis di sebuah dinding dengan darahnya sebelum dilumpuhkan.

Sniper Johnson yang menembak mati lima polisi dan melukai tujuh lainnya telah menggunakan pelatihan militernya untuk menembak para personel polisi, Kamis (7/7/2016) malam.

Kepala Kepolisian Dallas David Brown menyampaikan hal itu kepada CNN. Hari itu merupakan saat yang paling mematikan bagi penegak hukum AS sejak serangan 11 September 2001.

"Kami yakin bahwa tersangka ini memiliki rencana-renacana lain," kata Brown, dengan merujuk penemuan bahan peledak dan senjata di rumah Johnson, seperti dirilis Reuters.

Menurut Brown, kematian terbaru dua pria kulit hitam di tangan polisi di Minnesota dan Louisiana mengarah pada penembakan di Dallas untuk mempercepat rencana-rencananya dan melancarkan serangannya.

Johnson, seorang veteran berkulit hitam yang menjalani tugas bertempur di Afganistan, memanfaatkan pawai spontan sebagai protes terhadap pembunuhan tersebut.

Brown mengatakan, dengan menggunakan mobil berwarna hitam di depan para pengunjuk rasa, Johnson berhenti ketika ia melihat sebuah peluang untuk membidik polisi.

Penggeledahan rumah Johnson menunjukkan tanda-tanda pria itu telah mempraktikkan penggunaan bahan peledak.

Bukti-bukti lain juga memperlihatkan bahwa pelaku ingin menggunakannya untuk melawan penegak hukum sebagai sasaran.

Sebelum dibunuh oleh robot yang dilengkapi bom, kata Brown, Johnson bernyanyi, tertawa, dan mengejek para petugas.

Pelaku Johnson juga mengatakan kepada polisi bahwa ia ingin membunuh orang-orang kulit putih sebagai balasan atas pembunuhan orang-orang kulit hitam oleh polisi.

"Ia sepertinya sadar dan sangat ingin melukai para petugas lain," kata kepala polisi itu.

Pelatihan militer yang dialami Johnson membantunya menembak dan bergerak cepat, melepaskan tembakan beberapa kali sehingga polisi semula takut bahwa mereka menghadapi beberapa penembak.

Brown dengan semangat membela keputusan menggunakan sebuah robot untuk melumpuhkan pria bersenjata itu, dengan mengatakan bahwa robot itu dilengkapi bahan peledak C4.

Menurut Brown, Johnson menulis huruf "RB" dengan darahnya di sebuah dinding sebelum sekarat.

"Kami mencoba untuk mengkaji berbagai hal yang kami temukan di rumahnya, termasuk apa arti huruf-huruf itu," katanya seperti dirilis Reuters.

Penembakan massal memicu berbagai aksi protes selama sepekan di AS. Sementara isu ras, kekerasan dengan menggunakan senjata, dan penggunaan kekuatan mematikan oleh polisi kembali melanda negeri itu.

Para pejabat dan pegiat mengutuk penembakan dan berkabung atas terbunuhnya personel polisi.

Sementara itu, ratusan orang ditangkap pada Sabtu tatkala protes-protes baru terhadap penggunaan kekuatan mematikan oleh polisi melanda di beberapa kota AS.

Khusus di St Paul, Minnesota, merupakan kota yang paling dilanda kekerasan. Sebanyak 21 petugas polisi cedera karena dilempari batu, botol, dan kembang api.

Tiga negara telah memperingatkan para warga negara mereka agar waspada ketika mengunjungi kota-kota AS yang dilanda protes.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com