Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah 20 Tahun, Bioskop Hadir Kembali di Jalur Gaza

Kompas.com - 01/03/2016, 12:32 WIB
GAZA CITY, KOMPAS.com — Kamis (25/2/2016) mungkin merupakan hari bahagia bagi sejumlah warga di Jalur Gaza.

Sebab, hari itu, untuk kali pertama dalam 20 tahun terakhir, mereka bisa kembali menikmati film di bioskop.

Dua dekade lalu, satu-satunya bioskop di daerah kantong Palestina itu terbakar habis akibat ketegangan politik yang memicu kerusuhan.

Meski bukan film-film blockbuster Hollywood yang diputar, karena dianggap tak pantas oleh Hamas yang merupakan penguasa Jalur Gaza, setidaknya mesin proyektor sudah berputar kembali.

Sekitar 150 orang duduk di kursi masing-masing di aula Komunitas Bulan Sabit Merah. Tempat ini biasanya digunakan untuk menggelar perayaan-perayaan tradisional Palestina.

Kali ini, aula itu menjadi tempat pemutaran film Oversized Coat, sebuah film produksi 2013 karya sutradara Palestina yang bermukim di Jordania, Nawras Abu Saleh.

Film ini mengisahkan kehidupan bangsa Palestina antara 1987 dan 2011, masa-masa ketika upaya damai gagal dan bangkitnya dua kali perjuangan melawan Israel.

Di antara para penonton terdapat Alaa Abu Qassem, seorang pelajar asal Gaza yang belum pernah melihat film layar lebar.

Tentu saja, ini merupakan pengalaman baru bagi Abu Qassem dan beberapa remaja Palestina lainnya.

"Saya sangat bahagia," kata Qassem yang masih balita saat bioskop terakhir Gza terbakar dalam konflik Hamas-Fatah saat itu.

"Namun, mana popcorn-nya?" ujar dia.

Pada dekade 1950-an, bioskop menjamur di Jalur Gaza, kala Mesir memerintah daerah kantong itu. Pada masa tersebut, film-film Arab, Barat, dan Asia merupakan hiburan yang wajar bagi warga Gaza.

Pada saat intifadah pertama tahun 1987, semua bioskop dibakar, tetapi sempat diperbaiki, lalu beroperasi kembali.

Namun, konflik politik internal Palestina pada 1996 mengakibatkan semua bioskop itu kembali dibakar.
Di salah satu sudut Gaza masih terlihat poster film usang, sebagian ditulis dalam bahasa Ibrani, mengingatkan masa-masa pendudukan Israel di Gaza.

Poster film itu masih tergantung di tembok yang menghitam dari sebuah bangunan yang dulunya adalah bioskop terbesar di Gaza.

Jendelanya sudah sejak lama hancur. Berbagai coretan yang mengagungkan perlawanan terhadap Israel atau mengiklankan bisnis lokal terlihat bertebaran di dinding kusam itu.

Kini, suasana yang hampir serupa 20 tahun lalu seolah tercipta kembali. Ratusan orang datang, duduk menanti pemutaran film.

Hal yang berbeda adalah, saat lampu mulai diredupkan, beberapa penonton malah "membuat film" sendiri dengan menggunakan kamera ponsel.

Tampaknya, mereka tak rela jika momen bersejarah itu lewat begitu saja tanpa diabadikan.

"Gaza sangat merindukan bioskop. Membuat rakyat Gaza tak memiliki bioskop dan teater adalah pelanggaran kemanusiaan mereka," kata Basel al-Attawna, seorang sutradara teater di Gaza.

Hiburan memang kian menjadi barang langka di Gaza. Saat Israel dan Mesir memperketat pengawasan perbatasan, sebagian besar dari 1,9 juta warga Gaza tak bisa bepergian keluar dari daerah kantong itu.

Film biasanya ditonton secara pribadi di rumah lewat televisi atau pemutar DVD.

Hussam Salem, dari perusahaan Ain Media yang mendukung pemutaran film pada pekan lalu itu, mengatakan, inisiatif ini dimulai dua bulan lalu.

Saat itu, sebanyak 250 orang memadati aula yang sama untuk menonton film pertama yang diputar di tempat itu.

Awalnya, Ain Media berencana untuk menggelar pemutaran film tiap pekan, yakni pada hari Sabtu. Namun, film kedua diputar pada hari yang sama karena membeludaknya permintaan.

Setelah menonton film Oversized Coat, sebagian besar penonton menyatakan senang menyaksikan film yang mengisahkan perjuangan rakyat Palestina melawan Israel.

Namun, mereka juga ingin menonton film Mesir, dan juga film Barat dengan bintang-bintang ternama, seperti Tom Cruise dan Sylvester Stallone.

Sayangnya, kata Salem, tema film yang diputar harus mendapat persetujuan Kementerian Dalam Negeri Hamas sebelum bisa ditonton warga.

Artinya, lanjut Salem, penyuntingan dilakukan di banyak adegan yang dianggap berlebihan dan dinilai tak pantas, termasuk adegan berciuman.

Oleh karena itu, sejauh ini, film-film yang diputar memang yang dianggap sesuai dengan tradisi dan nilai-nilai bangsa Palestina.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com