Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demi Keamanan, Australia Perluas Aplikasi Teknologi Deteksi Wajah

Kompas.com - 09/09/2015, 22:08 WIB
AUSTRALIA, KOMPAS.com — Teknologi deteksi wajah kini menjadi andalan baru Pemerintah Australia dalam mengawal keamanan nasional mereka. Teknologi ini dalam waktu singkat dapat mencocokkan lebih dari 100 data biometrik wajah dalam database nasionalnya. Namun, sejumlah pakar mengingatkan ini merupakan teknologi yang menakutkan dan sangat invasif.

Pemerintah Australia mengaku telah menghabiskan dana senilai 18,5 juta dollar Australia untuk mengaplikasikan apa yang mereka gadang sebagai senjata keamanan nasional berupa teknologi deteksi wajah.

Teknologi ini memiliki kemampuan canggih yang dapat mencocokkan data biometrik wajah nasional dalam waktu singkat sehingga memungkinkan penegak hukum dan badan-badan keamanan dapat dengan cepat memindai hingga 100 juta gambar wajah yang ada di dalam database di seluruh Australia.

Gambar wajah itu bisa bersumber dari data SIM, foto paspor, atau kamera keamanan di pusat perbelanjaan lokal Anda dan cara kerja teknologi ini didasarkan pada wajah masing-masing orang yang unik dan khas sama seperti sidik jari.
 
Pemerintah Australia mengatakan, kemampuan ini telah dijelaskan oleh penilaian privasi independen dan akan membantu mengatasi penipuan identitas dan pencurian serta juga terorisme dan kejahatan terorganisasi.

Teknologi menakutkan

Namun, pengacara privasi mengatakan, masyarakat harus terlebih dahulu diminta atau setidaknya diberi tahu sebelum wajah mereka dipindai, di bawah ketentuan hukum, yang bisa dilakukan dari jarak jauh tanpa sepengetahuan orang tersebut.

"Ini merupakan teknologi baru yang sangat menakutkan. Teknologi ini berbeda dengan teknologi invasif lainnya, dan faktanya penerapan teknologi ini tidak dibahas terlebih dahulu dan ini sangat aneh," kata analis keamananan siber, Patrick Gray.

"Keprihatinan saya adalah karena tidak ada batasan penerapan hukum dalam penggunaannya, teknologi ini akan dijadikan alat utama dalam upaya penegakan hukum."

Sistem pencocokan pindai wajah yang akan digunakan Pemerintah Australia tidak akan menggunakan pasokan gambar CCTV langsung, tetapi akan menggunakan gambar CCTV rekaman yang para pakar ingatkan terkadang tidak mudah.

"Menurut saya, kita perlu khawatir dengan potensi tingkat kesalahan dari teknologi ini," kata pakar kriminologi dari Universitas Deakin, Adam Molnar.

"Hasil pemindaian yang diterima FBI saja 20 persen tidak akurat, jadi satu dari lima gambar wajah dapat saja salah mengidentifikasi seseorang."

Molnar mengatakan, teknologi ini sangat bermasalah dalam lingkungan yang tidak terkontrol dengan sudut yang buruk, yang menimbulkan kekhawatiran tentang bagaimana kekeliruan yang tidak perlu dapat berdampak pada kehidupan seseorang.

ABC menelusuri penggunaan teknologi pemindai wajah ini di kepolisian di negara bagian dan federal.
 
Kepolisian Victoria mengaku dalam database mereka terdapat 1,4 juta gambar wajah, sementara Kepolisian Queensland mengaku telah mengidentifikasi 3,7 juta gambar, tato, dan lukisan seniman.
 
Sementara itu, Northern Territory yang memiliki penduduk 240.000 ternyata sudah memiliki 100.000 gambar wajah dalam database polisi mereka.
 
Kepolisian di ujung Utara Australia juga menggunakan CCTV bergerak dan tablet dan tengah menguji coba penggunaan kamera di tubuh untuk bekerja dengan teknologi pengenal atau pemindai wajah ini.
 
Sementara itu, kepolisian NSW, Australia Selatan dan Australia Barat, tidak bersedia memberikan data terkait teknologi itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com