Kesimpulan itu terdapat dalam sebuah laporan yang disampaikan sebuah tim PBB, Senin (17/2/2014).
Laporan itu juga mengkritik keras pembatasan kebebasan berpikir paling mendasar, kebebasan berekspresi dan memeluk agama. Serta penculikan warga negara Korea Selatan dan Jepang.
"Sebuah pelanggaran HAM yang sistemik dan menyebar luas telah dan sedang dilakukan institusi dan para pemimpin Republik Demokratik Rakyat Korea," demikian isi laporan komisi penyelidikan terhadap Korea Utara yang dibentuk Maret 2013 oleh Dewan HAM PBB.
"Dalam banyak contoh, pelanggaran HAM yang ditemukan komisi merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pelanggaran ini merupakan komponen dari sebuah sistem politik yang sudah melenceng dari idealismenya saat dibentuk," lanjut laporan itu.
"Level daya tarik, skala dan hakikat kekerasan yang terungkap di negeri ini tidak memiliki padanan di dunia saat ini," tambah laporan itu.
Pemerintah Korea Utara sejak awal tidak bersedia bekerja sama dengan tim PBB ini dan menuding bukti-bukti yang diperoleh tim sudah dipalsukan oleh kekuatan jahat yang menyerang negeri itu.
Ketua komisi penyelidik, Michael Kirby, menulis surat kepada pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, untuk memberikan kesempatan kepadanya guna memberikan kesimpulan dari versi Pemerintah Korea Utara.
Dalam surat tertanggal 20 Januari 2014 itu, Kirby menuliskan bahwa Kim bisa disidangkan secara personal karena kejahatan yang diciptakan sistem pemerintahan yang dipimpinnya.
"Setiap pejabat Republik Demokratik Rakyat Korea yang melakukan, memerintahkan, mengajak, dan bersekongkol melakukan kejahatan melawan kemanusiaan harus bertanggung jawab dan harus ditahan berdasarkan hukum internasional," demikian isi surat Kirby.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.