Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Langgar Hukumkah bila Australia Sadap Telepon Pejabat Indonesia?

Kompas.com - 05/12/2013, 15:44 WIB

KOMPAS.com — Fact Check ABC meninjau pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang pelanggaran hukum yang dilakukan Australia, bila Australia memang melakukan penyadapan telepon terhadap sejumlah pejabat Indonesia.

Baik Perdana Menteri Australia Tony Abbott maupun Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah berkomentar tentang skandal tuduhan spionase yang terlihat memanaskan hubungan kedua negara.

Tanggal 19 November lalu, Abbott berkata di hadapan parlemen Australia, "Semua pemerintahan mengumpulkan informasi dan ... semua pemerintahan tahu bahwa pemerintahan lain mengumpulkan informasi."

Sementara itu, SBY mengatakan dalam sebuah pernyataan yang disiarkan lewat televisi bahwa menurutnya, baik hukum Indonesia, Australia, maupun hukum internasional, tidak memperbolehkan penyadapan pejabat-pejabat negara lain.

ABC melakukan pemeriksaan fakta, jika memang penyadapan telepon SBY, Ani Yudhoyono, dan kegiatan spionase lainnya memang terjadi, maka apakah tindakan-tindakan tersebut melanggar hukum seperti yang dikatakan SBY?

Di Australia

Pengawasan tertutup di Australia dilakukan oleh Australian Intelligence Community atau Komunitas Intelijen Australia. Di dalamnya termasuk berbagai organisasi.

Organisasi yang kemungkinan besar terlibat dalam penyadapan telepon adalah Australian Security Intelligence Organisation (ASIO), Australian Secret Intelligence Service (ASIS), dan Australian Signals Directorate (ASD), yang sebelumnya bernama Defence Signals Directorate.

Lembaran-lembaran Power Point yang menjadi sumber pemberitaan tentang skandal spionase mengandung kata-kata Defence Signals Directorate. Namun, mungkin ada badan lain yang terlibat.

Fokus ASIO adalah operasi intelijen domestik, mencari dan mengevaluasi data intelijen yang relevan terhadap keamanan, dan melaporkannya pada pemerintah. Selain itu, ASIO juga mengumpulkan data intelijen luar negeri dari dalam Australia.

Fungsi ASIS dan ASD dijabarkan di Intelligence Services Act 2001. ASIS berkecimpung dalam pengumpulan data intelijen di luar Australia. Fungsinya sesuai kepentingan pemerintah adalah mengumpulkan data intelijen tentang kemampuan, kehendak, atau aktivitas orang atau organisasi di luar Australia.

Fungsi ASD juga meliputi data tentang orang-orang atau organisasi di luar Australia. Namun, datanya didefinisikan berbentuk tenaga elektromagnetik dan data intelijen sinyal.

Di bawah hukum Australia, ketiga organisasi intelijen ini memiliki kewenangan cukup besar untuk mengumpulkan data. Kebanyakan pembatasan kegiatan mereka dirancang untuk melindungi privasi warga negara Australia, hingga paling berpengaruh pada ASIO.

Adapun pembatasan operasi luar negeri ASIS dan ASD terbilang lebih sedikit.

Bagian 11(1) Intelligence Services Act menyatakan bahwa mereka boleh beroperasi hanya didasarkan kepentingan keamanan nasional Australia, hubungan luar negeri Australia, atau kesejahteraan ekonomi nasional, dan hanya bila hal-hal tersebut dipengaruhi oleh kemampuan, kehendak, atau kegiatan pihak-pihak di luar Australia.

Sebelum sebuah badan intelijen bisa melakukan kegiatan yang melibatkan pengambilan informasi mengenai seorang warga negara Australia atau memberi dampak langsung bagi seorang Australia, mereka harus diberi kewenangan oleh menteri.

Namun, secara keseluruhan, hukum Australia memperbolehkan ASIS dan ASD menyadap telepon pejabat-pejabat negara lain bila kegiatan tersebut adalah untuk kepentingan Australia.

Menurut Patrick Walsh, pengajar bidang intelijen dan keamanan di Charles Sturt University dan mantan pegawai Lembaga Peninjauan Nasional (Office of National Assessments), kegiatan ASD dilakukan selaras dengan "prioritas pengumpulan data intelijen nasional" yang dirumuskan pemerintah yang berkuasa saat itu.

"Ada sistem check and balance di ASD," ujar Walsh kepada ABC Fact Check.

Maka dari itu, jika kegiatan pemata-mataan berlangsung pada Agustus 2009, ASD bisa saja menganggap kegiatan tersebut dilakukan untuk kepentingan nasional. Ini karena kegiatan dijalankan saat baru saja terjadi pengeboman Hotel Ritz-Carlton dan Marriott di Jakarta.

Tiga dari tujuh korban tewas pengeboman tersebut berkebangsaan Australia.

Di Indonesia

Indonesia juga hanya memperbolehkan pengawasan warga negaranya sendiri dalam keadaan tertentu. Maka dari itu, penyadapan dalam teritori Indonesia oleh agen-agen negara lain kemungkinan besar dianggap ilegal.

Penyadapan dianggap legal di bawah keadaan tertentu. Contohnya, menurut peneliti Herlambang Wiratramen di Universiteit Leiden, Belanda,  dilakukan oleh KPK saat menyelidiki kegiatan korupsi.

"Pengawasan diam-diam terhadap seseorang hanya bisa dilakukan lembaga penegak hukum yang diberi wewenang, dan dalam situasi tertentu," ujar Melissa Crouch dari Centre for Asian Legal Studies National University of Singapore.

"Mengingat tindakan seperti penyadapan hanya diperbolehkan di Indonesia dalam situasi tertentu, amat diragukan jika hukum Indonesia memperbolehkan tindakan semacam itu oleh pemerintah negara lain." 

Hukum internasional

Fact Check ABC tidak bisa menemukan konvensi atau perjanjian yang secara khusus melarang spionase. Namun, salah satu prinsip hukum internasional adalah penghormatan kedaulatan negara.

Menurut Craig Forcese, Wakil Dekan Fakultas Hukum University of Ottawa, Kanada, spionase bisa melanggar kedaulatan negara yang dimata-matai, bila tindakan tersebut terbilang ilegal di negara yang dimata-matai tersebut.

"Menjalankan program penyadapan dari teritori negara lain dengan melanggar hukum privasi tak ada bedanya dengan menculik seseorang di negara tersebut, dengan melanggar hukum tentang penculikan yang berlaku di sana," komentarnya.

Forcese mengatakan, meskipun kegiatan memata-matai Indonesia berlangsung dari Australia, tetap saja ada pelanggaran kedaulatan bila dilakukan dengan menggunakan alat atau teknik yang ditempatkan di wilayah Indonesia.

Profesor Ben Saul dari University of Sydney menyatakan bahwa kegiatan spionase menurutnya merupakan pelanggaran prinsip non-intervensi yang berlaku di bawah hukum internasional.

Namun, Alison Pert, dari universitas yang sama, mengatakan bahwa kegiatan spionase kemungkinan tidak dilarang dalam hukum internasional karena berbagai negara saling memata-matai.  

Meskipun penyadapan dilakukan dengan koordinasi dari Kedutaan Besar Australia di Jakarta, kecil kemungkinan tindakan tersebut memiliki perlindungan hukum yang lebih besar.

Memang konvensi Vienna tahun 1961 tentang relasi diplomatik memberi berbagai perlindungan bagi diplomat dan kedutaan besar. Namun, diplomat tetap wajib menghormati hukum dan peraturan di negara tempat ia diposisikan.

Menurut Forcese, "Kegiatan spionase oleh diplomat bisa dibatasi hukum internasional ... karena jenis kegiatan memata-matai yang dimaksud tidak termasuk fungsi diplomatik."

Tak mudah

Tidak mudah menyimpulkan apakah kegiatan spionase Australia melanggar hukum atau tidak. Menurut Fact Check ABC, SBY berlebihan saat menggambarkan status kegiatan spionase di mata hukum secara absolut.

Di bawah hukum Australia, kegiatan memata-matai pejabat asing diperbolehkan di dalam keadaan tertentu. Dalam hal hukum internasional, pendapat SBY didukung sejumlah ahli hukum. Dalam hal hukum Indonesia, pernyataan SBY benar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com