Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi dan Kecurangan Pemilu, Alasan AS Jatuhkan Sanksi pada Zimbabwe

Kompas.com - 05/04/2024, 17:49 WIB
Paramita Amaranggana,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

AMERIKA Serikat (AS) baru saja mengenakan sanksi kepada 11 figur di Zimbabwe, termasuk Presiden Zimbabwe, Emmerson Mnangagwa. Figur-figur lain yang dikenakan sanksi antara lain istri Mnangagwa dan pejabat-pejabat lain yang diduga melakukan tindak korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia.

AS juga mengenakan sanksi terhadap tiga bisnis yang berbasis di Zimbabwe. Alasannya sama, yaitu dugaan korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, dan mencurangi pemilihan umum.

Sebelumnya, tahun 2003, AS menjatuhkan sanksi terhadap lebih dari 70 figur dengan posisi penting di pemerintahan Zimbabwe, termasuk Presiden Zimbabwe saat itu, Robert Mugabe. Alasanya, figur-figur tersebut telah “merusak demokrasi” Zimbabwe. Presiden Mnangagwa yang saat itu menjabat ketua parlemen Zimbabwe juga menjadi salah satu orang yang dikenakan sanksi AS.

Baca juga: Profil Emmerson Mnangagwa, Presiden Zimbabwe

Sanksi-sanksi dari tahun 2003 itu kemudian dicabut AS, setelah Presiden Joe Biden menyetujui tindakan eksekutif pada Senin (1/4/2023) lalu untuk mencabut sanksi tersebut. Sebagai gantinya, sanksi terbaru AS terhadap Zimbabwe kali ini akan dikerahkan berdasarkan Global Magnitsky Act tahun 2016.

Undang-undang itu memberikan wewenang kepada pemerintah AS untuk memberikan sanksi kepada pejabat asing di seluruh dunia jika memang ada dugaan pelanggaran hak asasi manusia. Caranya adalah membekukan aset mereka atau melarang mereka memasuki AS untuk urusan tidak resmi.

Dengan beralih ke undang-undang tahun 2016 itu, AS mengatakan akan lebih sedikit individu dan bisnis di Zimbawe yang menerima sanksi kali ini dibandingkan dengan tahun 2003.

Wakil Menteri Keuangan AS, Wally Adeyemo, menyebut sanksi kali ini “tidak dimaksudkan untuk menargetkan rakyat Zimbabwe”. Sanksi kali ini berfokus pada “target spesifik” seperti “jaringan kriminal pejabat pemerintah dan para pengusaha di bawah Presiden Mnangagwa yang paling bertanggung jawab atas korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap rakyat Zimbabwe.”

Perubahan sanksi itu mendapat sambutan baik dari Rutendo Matinyarare, pendukung pemerintah yang memimpin Gerakan Anti-Sanksi Zimbabwe. Dalam unggahannya di X, Matinyarare menulis, “Sanksi sebenarnya sudah hilang sekarang, jadi tidak ada alasan lagi. Ayo bangun negara sekarang.

Juru bicara pemerintah Zimbabwe, Nick Mnangagwa, juga menyambut baik keputusan Biden. Meski begitu, ia juga mengecam keputusan AS untuk memberikan sanksi baru lagi dan menyebut sanksi baru tersebut “illegal”.

“Dengan demikian, selama Presiden kami berada di bawah sanksi, Zimbabwe tetap berada di bawah sanksi ilegal, selama anggota Keluarga Pertama berada di bawah sanksi, Zimbabwe tetap berada di bawah sanksi ilegal, dan selama para pemimpin senior berada di bawah sanksi, kami semua terkena sanksi. Dan selama anggota korporasi Zimbabwe terkena sanksi, kami pun terkena sanksi,” kata Nick Mnangagwa dalam sebuah pernyataannya di platform X.

Memang (sanksi) banyak badan hukum dan perorangan telah dihilangkan tetapi jika Presiden, Ibu Negara dan pejabat senior tetap diberi sanksi maka Zimbabwe tetap terkena sanksi dan dibebani oleh tindakan ilegal ini,” kata juru bicara dari salah satu partai di Zimbabwe, Zanu-PF, Farai Marapira di X.

Dalam sebuah pernyataan, pemerintahan Mnangagwa menyebut sanksi baru AS tersebut adalah “pencemaran nama baik” dan merupakan sebuah “fitnah yang tidak beralasan” terhadap para pemimpin dan rakyat Zimbabwe.

Alasan Sanksi

AS menjelaskan, pemberian sanksi itu demi mendorong demokrasi dan akuntabilitas serta mengatasi pelanggaran hak asasi manusia di Zimbabwe.

“Kami terus mendesak Pemerintah Zimbabwe untuk bergerak menuju pemerintahan yang lebih terbuka dan demokratis, termasuk dalam hal memberantas korupsi dan perlindungan hak asasi manusia, sehingga semua warga Zimbabwe bisa sejahtera,” kata David Gainer, Wakil Asisten Menteri Luar Negeri AS.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com