Zimbabwe menjadi salah satu fokus penting AS karena Zimbabwe merupakan salah satu penerima dana bantuan AS yang terbesar. Sejak kemerdekaan Zimbabwe dari Inggris tahun 1980 sampai dengan tahun 2020, Zimbabwe menerima bantuan AS sebesar 3,5 miliar dollar AS (setara Rp 237,9 triliun).
Selain AS, negara-negara lain seperti Inggris dan Uni Eropa juga mengenakan sanksi serupa terhadap Zimbabwe. Alasannya serupa dengan AS.
Pengaruh Sanksi terhadap Ekonomi Zimbabwe
Tahun lalu, Wakil Presiden Zimbabwe, Constantino Chiwenga mengatakan, Zimbabwe telah kehilangan lebih dari 150 miliar dolar AS akibat sanksi yang diberikan AS dan Uni Eropa.
Alena Douhan, Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk tindakan koersi sepihak melaporkan berdasarkan kunjungannya ke Zimbabwe tahun 2021, sanksi-sanksi tersebut jelas “... telah memperburuk tantangan sosial dan ekonomi yang sudah ada sebelumnya dengan konsekuensi yang membahayakan bagi masyarakat Zimbabwe, terutama mereka yang hidup dalam kemiskinan, perempuan, anak-anak, lanjut usia, penyandang disabilitas serta kelompok marginal dan rentan lainnya.”
Walau sanksi membawa dampak buruk bagi perekonomian Zimbabwe, seorang ekonom Zimbabwe, Gift Mugano mengatakan, korupsi membawa dampak lebih buruk lagi terhadap perekonomian Zimbabwe. Ia mengatakan kepada Al Jazeera, “Zimbabwe dapat meminimalisir potensi efek daripada sanksi, tetapi korupsi adalah masalah utamanya.”
Ia juga berargumen, AS maupun pihak lainnya tidak pernah mengenakan sanksi terhadap sektor perdagangan sehingga tetap memungkinkan Zimbabwe untuk masih mampu “... melakukan perdagangan dengan siapapun, termasuk Amerika dan Eropa: tindakan tersebut bersifat finansial dan tidak memengaruhi perdagangan.”
Sanksi Tak Berhasil
Eddie Cross, ekonom yang jadi penasihat pemerintah sekaligus seorang penulis biografi Presiden Mnangagwa menyebutkan bahwa sanksi yang diberikan tidak berhasil memberantas korupsi. Cross menyatakan, mengapa AS tidak mengenakan sanksi terhadap China saja yang ia nilai tidak demokratis.
Baca juga: Ketahuan Ajak Anak Buah Bercinta di Kantor, Wapres Zimbabwe Jadi Viral
Sebuah laporan Institute of Security Studies Africa (ISS) tahun 2022 juga menyebutkan bahwa sebagian besar sanksi yang ditujukan untuk mendorong demokrasi juga tidak berhasil. Berdasarkan laporan tersebut, pelanggaran hak asasi manusia masih terjadi dan kebebasan politik di Zimbabwe masih sangat dibatasi.
Amnesty International juga secara berkala menyoroti kebebasan berekspresi, penangkapan jurnalis, dan pelecehan terhadap anggota kepolisian oposisi dan anggota partai Zanu-PF di Zimbabwe.
Penyelidikan Al Jazeera tahun lalu menemukan bahwa pemerintah Zimbabwe memiliki geng penyelundup untuk menjual emas senilai ratusan juta dolar untuk membantu mengurangi dampak sanksi.
Sejak tahun 2019, para anggota Broad Alliance Against Sanctions telah berkemah di luar Kedutaan Besar AS di Harare. Mereka menuntut agar semua sanksi diakhiri.
Sally Ngoni, pemimpin kelompok tersebut menyebut sanksi sebagai “... alat untuk memengaruhi perubahan rezim di Zimbabwe; mereka ingin pemerintah kita gagal; itu hukuman karena merebut kembali tanah kami yang dicuri orang kulit putih.”
Di sisi lain, warga Zimbabwe lainnya yang justru mendukung sanksi tersebut dan berargumen bahwa sanksi itu harus tetap diberlakukan sampai pemerintah berhenti melecehkan dan membungkam tokoh oposisi.
Beberapa pihak juga meyakini penghapusan sanksi akan membantu mengungkap kelemahan pemerintah Zimbabwe. “Pencabutan seluruh sanksi akan memperlihatkan ketidakmampuan pemerintah karena mereka tidak dapat lagi menggunakan sanksi sebagai alasan,” kata Joseph Moyo, seorang akuntan di Harare.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.