Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ingin Independen dari AS, Filipina Beli Senjata dari Rusia dan China

Kompas.com - 15/09/2016, 05:54 WIB

MANILA, KOMPAS.com - Filipina akan mengupayakan kebijakan luar negeri dan militer yang "independen" dari kepentingan Amerika Serikat di kawasan.

Presiden Filipina Rogrido Duterte pun telah mengumumkan penghentian partroli bersama dengan AS, sebagaimana dilaporkan Russia Today, Rabu (14/9/2016).

Langkah Duterte itu dilakukan setelah ia sebelumnya menghina Presiden Barack Obama sebagai “anak pelacur”. Ia juga mengusir pasukan AS yang bertugas di Mindanao, Filipina selatan.

Duterte mengindikasikan akan membeli senjata baru dari China dan Rusia untuk menangani persoalan terorisme dan pemberontakan di bagian selatan negaranya.

Pada April lalu, Angkatan Laut (AL) Filipina memulai patroli bersama AS di kawasan sengketa Laut China Selatan (LCS) sebagai respon atas pembangunan pulau buatan di wilayah tersebut oleh Beijing.

"Kami tidak menghentikan persekutuan militer (dengan AS). Namun kami akan mengupayakan kebijakan luar negeri dan militer yang independen," kata Duterte kepada Russia Today.

Langkah pertama menuju independensi tersebut adalah dengan menghentikan kebijakan patroli bersama di LCS karena Filipina "tidak menginginkan keributan" dengan Beijing.

Sebagai langkah kedua, Duterte mengindikasikan bahwa Filipina mungkin akan mengakhiri ketergantungan terhadap pasokan senjata dari AS dengan mengalihkan sebagian pembelian ke Rusia dan China.

Duterte mengatakan bahwa kedua negara itu telah berkomitmen memberi Filipina pinjaman lunak selama 25 tahun untuk membeli peralatan militer.

Menurut lembaga penelitian Stockholm International Peace Research Institute, sekitar 75 persen impor senjata oleh Filipina sejak 1950 datang dari Amerika Serikat.

Saat mengumumkan perubahan kebijakan pertahanan itu, Duterte menyatakan bahwa dirinya ingin membeli persenjataan "yang murah, tanpa syarat, dan transparan."

RITCHIE B. TONGO / POOL / AFP Seorang prajurit Filipina berjaga di pantai Pulau Pagasa di gugusan Kepulauan Spratly di Laut China Selatan yang disengketakan.
"Kami membutuhkan peralatan militer yang bisa digunakan untuk operasi melawan pemberontakan," kata dia.

"Kami tidak butuh F-16 (yang diproduksi AS) karena kami tidak berniat memulai peperangan dengan negara manapun," demikian Duterte.

Presiden yang kontroversial itu telah memerintahkan Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana mengunjungi China dan Rusia untuk mengeksplorasi kemungkinan terbaik.

Satu hari sebelumnya, Duterte juga meminta AS untuk menarik pasukan khusus yang ditempatkan di Mindanao sejak 2002 dengan alasan demi keselamatan mereka dalam menghadapi kelompok bersenjata Abu Sayyaf.

Sementara itu juru bicara Duterte, Ernesto Abella, mengatakan bahwa Filipina akan terus menghormati perjanjian perdamaian dengan AS.

"Kami tidak berkhianat kepada siapapun. Kami hanya ingin mengupayakan independensi," kata dia.

Menteri Luar Negeri Perfecto Yasay juga mengklarifikasi pernyataan Duterte dengan mengatakan: "tidak ada perubahan kebijakan apapun terkait persekutuan dekat kami dengan AS."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com