Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komunitas Kristen di Gaza "Terancam Punah" karena Perang

Kompas.com - 06/02/2024, 11:53 WIB
Egidius Patnistik

Penulis

KETIKA bom-bom Israel mulai menghantam jalan-jalan Kota Gaza yang tadinya ramai, Diana Tarazi dan keluarganya melarikan diri ke Gereja Keluarga Kudus, satu-satunya gereja Katolik Roma di Jalur Gaza.

Perempuan Kristen Palestina berusia 38 tahun itu, suami, dan tiga anaknya berdesakan bersama sesama jemaat gereja, tetangga, serta teman-teman muslimnya. Mereka menidurkan anak-anak mereka hingga terlelap di tengah suara ledakan bom. Mereka menggumamkan kata-kata lembut yang bisa memberi semangat satu sama lain.

“Bersama-sama, kami mencoba untuk melewati perang sampai berakhir, dan kami bertahan,” kata Tarazi seperti dilaporkan Al Jazeera pada 10 November 2023.

Mereka selalu merasa aman berlindung gereja itu karena dalam etika perang dan hukum internasional, tempat-tempat ibadah termasuk situs-situs yang tidak boleh diserang.

Namun, rasa aman mereka hancur pada 19 Oktober lalu, saat Israel mengebom Gereja Santo Porfirius (Porphyrius), gereja dari komunitas Kristen Ortodoks Yunani yang merupakan gereja tertua di Gaza dan termasuk salah satu yang tertua di dunia. Gereja Santo Porfirius letaknya dekat dengan Gereja Keluarga Kudus. Sedikitnya 18 orang tewas dalam ledakan di Gereja Porfirius itu.

Marian Saba dan keluarganya termasuk yang mencari perlindungan di lingkungan Gereja Porfirius pada malam itu. Pada saat malam semakin larut, sebuah rudal Israel menghantam salah satu bangunan di bagian luar gereja.

Marian mengatakan, saudara iparnya, Soliman yang berusia 34 tahun, tewas seketika saat dia melindungi putranya dari reruntuhan tembok. "Itu adalah pemandangan yang mengerikan. Saya belum pernah melihat mayat. Saya tidak tahu harus berkata apa," katanya.

Rami Tarazi, seorang warga yang lain, berada di salah satu aula gereja saat ledakan terjadi. “Itu merupakan rudal yang sangat besar, orang-orang yang berada di aula lain keluar dari sana dalam keadaan penuh debuh putih,” kata dia.

“Kami mengevakuasi 16 orang dalam keadaan tubuh sudah hancur, tidak utuh, dan dua mayat utuh,” kenangnya. Salah satu orang yang tewas adalah sepupu Rami, Suliman, yang berusia 36 tahun. .

Menurut hukum kemanusian internasional, dengan sengaja menargetkan bangunan keagamaan selama konflik merupakan kejahatan perang. Namun ada pengecualian jika situs tersebut digunakan untuk tujuan militer.

Tentara Israel mengatakan bahwa gereja itu bukan sasaran serangan. Tentara Israel akan menyelidiki apa yang telah terjadi.

“Rudal tersebut jatuh tepat di atasnya,” kata Tarazi tentang ledakan di Gereja Porfirius. “Kami tidak percaya bahwa gereja itu bukan tujuan mereka.”

Dua hari sebelum peristiwa itu, sebuah ledakan terjadi di Rumah Sakit Al-Ahli Arab, rumah sakit milik Gereja Anglikan yang terletak beberapa blok dari Gereja Porfirius. Ledakan itu menewaskan dan melukai ratusan orang.

Hamas menyalahkan ledakan di rumah sakit itu akibat serangan udara Israel. Sementara Tel Aviv mengklaim, ledakan itu disebabkan roket yang ditembakkan Jihad Islam Palestina, sebuah kelompok bersenjata yang berbasis di Gaza, tetapi roket itu gagal berfungsi.

Meskipun Kota Gaza dan kamp-kamp pengungsi di dekatnya dikepung pasukan darat Israel, dan serangan udara menghantam daerah tersebut, Tarazi menolak pergi. “Kami tidak menerima pemindahan dari negara kami, tanah kami, dan gereja kami,” kata dia. “Saya tidak akan meninggalkan gereja kecuali ke alam baka,” ujar dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com