GAZA, KOMPAS.com - Serangan mendadak kelompok Palestina, Hamas, terhadap Israel pada Sabtu (7/10/2023) diluncurkan dari salah satu wilayah terpadat dan termiskin di dunia: Jalur Gaza.
Sepanjang sejarah, wilayah tersebut telah dilanda serangkaian konflik bersenjata, termasuk beberapa perang yang menentukan dinamika hubungan Israel-Palestina.
Selama beberapa dekade, ketegangan antara Israel dan Hamas--yang menguasai Gaza sejak 2007--kerap terjadi. Namun serangan kelompok Palestina pada 7 Oktober mengejutkan semua orang.
Baca juga: Siapa Hamas dan Mengapa Menyerang Israel?
Hamas menembakkan ribuan roket ke Israel selagi puluhan anggota milisi melintasi perbatasan dan menyerbu komunitas Israel sehingga menewaskan ratusan orang dan menawan lainnya.
Israel membalasnya dengan gempuran besar-besaran di Gaza.
Serangan kelompok milisi pada 7 Oktober digambarkan sebagai serangan lintas batas paling serius yang pernah dihadapi Israel selama lebih dari satu generasi serta operasi paling ambisius yang dilancarkan Hamas dari Gaza.
Kami merangkum sejarah Jalur Gaza, yang oleh organisasi hak asasi manusia dan masyarakat Palestina sendiri digambarkan sebagai penjara terbuka terbesar di dunia.
Pada September 1992, Perdana Menteri Israel saat itu, Yitzhak Rabin, mengatakan kepada delegasi Amerika: "Saya ingin Gaza tenggelam ke laut, tapi itu tidak akan terjadi, jadi kita harus mencari solusinya."
Lebih dari 30 tahun kemudian, solusi tersebut tidak kunjung muncul.
Jalur Gaza adalah wilayah dengan panjang 41 kilometer dan lebar 10 kilometer yang terletak di antara Israel, Mesir, dan Laut Mediterania.
Kawasan ini adalah rumah bagi sekitar 2,3 juta orang dan kepadatan penduduknya salah satu yang tertinggi di dunia.
Namun, jauh sebelum huru-hara antara Israel dan Palestina, Jalur Gaza punya sejarah panjang. Kawasan ini beberapa kali dikepung dan diduduki oleh beragam pihak sejak 4.000 tahun lampau.
Gaza pernah diperintah, dihancurkan, dan dihuni kembali oleh berbagai dinasti, kekaisaran, dan masyarakat, mulai dari Mesir Kuno--ratusan tahun sebelum Masehi--hingga jatuh ke tangan Kesultanan Ottoman pada abad ke-16.
Kawasan itu juga pernah ditaklukkan Alexander Agung, Kekaisaran Romawi, serta Jenderal Muslim, Amr ibn Al As.
Selama periode itu pula keyakinan dan kesejahteraan penduduk Jalur Gaza berubah-ubah.
Selama Perang Dunia I, Inggris dan Turkiye mencapai kesepakatan mengenai masa depan Jalur Gaza dan sebagian besar wilayah Arab Asia milik Kesultanan Ottoman.
Namun pada Konferensi Perdamaian Paris tahun 1919, negara-negara Eropa yang menang perang mencegah terciptanya kerajaan Arab bersatu. Alih-alih mereka menetapkan serangkaian mandat yang memungkinkan pembagian seluruh wilayah.
Dengan demikian, Jalur Gaza menjadi bagian dari Mandat Inggris atas Palestina, yang disahkan oleh Liga Bangsa-Bangsa. Masa kekuasaan Inggris ini diperpanjang antara 1920 dan 1948.
Baca juga: Kenapa Palestina Tidak Punya Tentara?
Setelah Perang Dunia II berakhir, Inggris memutuskan untuk mengalihkan keputusan mengenai Palestina ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang baru dibentuk.
Pada 1947, organisasi tersebut menyetujui Resolusi 181 yang membagi Palestina sebagai berikut: 55 persen wilayahnya untuk orang Yahudi, Kota Yerusalem di bawah kendali internasional, dan sisanya untuk orang Arab (termasuk Jalur Gaza).
Resolusi ini, yang mulai berlaku pada Mei 1948, mengakhiri Mandat Inggris atas Palestina dan melahirkan negara Israel.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.