Dengan membatasi impor dan hampir seluruh ekspor, blokade Israel selama 16 tahun terakhir telah mendorong perekonomian Gaza ke jurang kehancuran. Tingkat pengangguran di wilayah itu melebihi 40 persen, menurut Bank Dunia.
Lebih dari 65 persen penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan, menurut PBB. Lebih lanjut, Program Pangan Dunia (WFP) menganggap 63 persen penduduk Gaza “kerawanan pangan.”
Separuh dari warga Palestina yang tinggal di Gaza berusia di bawah 19 tahun, namun mereka memiliki sedikit atau tidak ada prospek pertumbuhan sosial ekonomi dan akses ke dunia luar amat terbatas.
Dukungan bagi generasi anak-anak yang “hidup dengan dampak psikologis jangka panjang dari paparan kekerasan yang terus-menerus” begitu minim, menurut laporan PBB.
Akibatnya, masalah kesehatan mental, termasuk depresi, meningkat di kalangan generasi muda yang tinggal di kawasan tersebut.
“Blokade Gaza menghalangi orang-orang berbakat dan profesional yang memiliki banyak hal untuk diberikan kepada masyarakat, dalam memperoleh kesempatan yang oleh orang-orang di tempat lain diabaikan begitu saja,” kata Human Rights Watch dalam laporannya pada 2021.
“Mencegah warga Palestina di Gaza untuk bergerak bebas di Tanah Air mereka menghambat kehidupan dan menggarisbawahi kenyataan kejam dari apartheid dan penganiayaan terhadap jutaan warga Palestina.”
Menurut PBB, hampir 600.000 pengungsi tinggal di delapan kamp yang penuh sesak di wilayah tersebut.
Rata-rata kepadatan penduduk di kota seperti London adalah sekitar 5.700 orang per kilometer persegi, namun di Kota Gaza angkanya meningkat hingga lebih dari 9.000 orang.
Pada 2014, Israel mendeklarasikan zona pertahanan di sepanjang perbatasan untuk melindungi diri dari serangan roket dan serangan kelompok milisi.
Pemadaman listrik adalah kejadian sehari-hari di Gaza.
Menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), sebagian besar rumah hanya mendapat aliran listrik selama tiga jam sehari.
Jalur Gaza mendapatkan sebagian besar listriknya dari Israel, ditambah aliran dari satu-satunya pembangkit listrik di Gaza dan sejumlah kecil dari Mesir.
Sebagian besar warga Gaza juga menderita kekurangan air dan hidup dengan sistem kesehatan masyarakat yang buruk.
Menurut OCHA, blokade yang dilakukan Israel dan Mesir, ditambah dengan rendahnya investasi ANP di bidang kesehatan dan konflik politik internal antara ANP dan Hamas, adalah biang keladi buruknya layanan kesehatan di Gaza.
PBB membantu dengan mengelola 22 pusat kesehatan. Namun beberapa rumah sakit dan klinik telah rusak atau hancur dalam bentrokan sebelumnya dengan Israel.
Kini, setelah serangan terbaru Hamas, kondisi warga sipil di Gaza dan infrastruktur wilayah tersebut diperkirakan akan memburuk secara dramatis.
Baca juga: Kenapa Israel dan Amerika Serikat Berhubungan Baik?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.