Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Skandal Korupsi Dua Menteri Pertahanan dan Agenda Modernisasi Militer China

Kompas.com - 02/07/2024, 12:50 WIB
Egidius Patnistik

Penulis

Sumber CNN

SETELAH berbulan-bulan penuh spekulasi dan sikap tertutup pemerintah, China akhirnya mengonfirmasi bahwa dua mantan menteri pertahanannya yang menghilang dari pandangan publik sejak tahun lalu telah diselidiki karena kasus dugaan korupsi.

Kejatuhan dramatis mereka dari jabatannya telah menyingkap dugaan penipuan yang mengakar dalam di sektor-sektor penting di tengah upaya modernisasi militer yang dipimpin oleh pemimpin China, Xi Jinping. Perang melawan korupsi telah dilakukan selama satu dekade. Hal itu lalu memicu pertanyaan tentang kesiapan tempur militer China saat ketegangan geopolitik meningkat.

Li Shangfu, yang disingkirkan secara mendadak sebagai menteri pertahanan pada Oktober tahun lalu setelah menjabat hanya tujuh bulan, dan Wei Fenghe, yang menjabat dari tahun 2018 hingga 2023, telah dikeluarkan dari Partai Komunis menyusul adanya penyelidikan itu. Media Pemerintah China melaporkan pada Kamis lalu, kasus kedua orang itu kini diserahkan kepada para jaksa militer untuk proses dakwaan.

Mereka berdua merupakan sosok dengan jabatan tertinggi yang terkena imbas pembersihan menyeluruh di lembaga pertahanan China sejak musim panas lalu. Lebih dari selusin jenderal senior dan eksekutif di industri militer China telah dipecat sejak musim panas lalu itu.

Gejolak di jajaran atas Tentara Pembebasan Rakyat (People’s Liberation Army/PLA) terjadi ketika Xi Jinping berusaha untuk membuat angkatan bersenjata China lebih kuat, lebih siap tempur, dan lebih agresif dalam menegaskan klaim teritorialnya yang disengketakan dengan sejumlah negara tetangga.

Pada puncak kariernya, mantan Menteri Pertahanan Li dan Wei kerap melontarkan pernyataan keras di hadapan para pejabat tinggi militer dunia. Dalam sejumlah forum keamanan regional, kedua jenderal itu memperingatkan bahwa militer China akan berjuang “dengan segala cara” jika ada yang berani “memisahkan” Taiwan dari China. Mereka juga melontarkan sindiran halus terhadap Amerika Serikat (AS), dan bersumpah untuk melawan “hegemoni” di Laut China Selatan yang disengketakan.

Keduanya dipromosikan di bawah pemerintahan Xi. Pemecatan mereka terjadi walau Xi Jinping telah melakukan kampanye anti-korupsi selama lebih dari satu dekade.

Sejumlah pakar lalu mengatakan, kasus yang menimpa dua menteri pertahanan itu menunjukkan sulitnya mencegah korupsi di level tertinggi di militer China.

James Char, peneliti di S Rajaratnam School of International Studies di Singapura, mengatakan, walau kampanye anti-korupsi Xi Jinping telah mencatat beberapa keberhasilan, kurangnya pengawasan sipil yang memadai dan sistem hukum yang independen membuat PLA bergantung pada penyelidik internalnya untuk melakukan pengawasan. “Itu sulit, jadi korupsi pasti akan terus berlanjut,” ujarnya.

Kapal perang Cina saat menggelar latihan gabungan dengan Rusia, Juli 2013.AP IMAGES via DW INDONESIA Kapal perang Cina saat menggelar latihan gabungan dengan Rusia, Juli 2013.
Korupsi Pengadaan Senjata

Sebagai bagian dari ambisi Xi untuk mengubah PLA menjadi kekuatan tempur “kelas dunia”, China telah menggelontorkan miliaran dollar untuk membeli dan meningkatkan peralatan militer. Xi juga membangun Pasukan Roket (Rocket Force), sebuah cabang elite militer yang mengawasi persenjataan rudal nuklir dan balistik negara itu.

Sejumlah jenderal diberhentikan atau menghilang tanpa penjelasan tahun lalu terkait dengan Pasukan Roket atau peralatan militer, termasuk Li dan Wei.

Sebelum menjadi menteri pertahanan, Li mengepalai Departemen Pengembangan Peralatan PLA selama lima tahun. Sebagai seorang insinyur terlatih, pria 66 tahun itu menghabiskan waktu puluhan tahun meluncurkan roket dan satelit di China barat daya sebelum dipromosikan ke markas besar PLA untuk menangani pengadaan peralatan militer.

Wei, 70 tahun, merupakan komandan pertama Pasukan Roket. Pada akhir tahun 2015, posisi itu ditingkatkan oleh Xi menjadi layanan penuh dari bekas unit rudal PLA, Korps Artileri Kedua, tempat Wei bekerja selama beberapa dekade. Dua penerus Wei di Pasukan Roket juga telah disingkirkan.

 

Tuduhan terhadap Li yang diungkapkan dalam pengumuman Politbiro Partai Komunis China yang beranggotakan 24 orang dengan jelas menunjukkan adanya korupsi dalam pengadaan senjata.

Menurut stasiun televisi pemerintah, CCTV, selain menerima dan memberi suap dan penyalahgunaan kekuasaan, Li juga dituduh “sangat mencemari lingkungan politik dan praktik-praktik industri sektor peralatan militer”.

Joel Wuthnow, peneliti senior di National Defense University yang didanai Pentagon, mengatakan, kata-kata yang diucapkan dengan hati-hati menunjukkan kolusi antara perusahaan milik negara yang memproduksi senjata dan sistem pengadaan di PLA.

“Kami tahu ada beberapa kolusi, namun tidak jelas – dan Partai Komunis China (CCP) tidak akan mengakui hal itu – bahwa sejumlah senjata penting sebenarnya berada di bawah standar atau tidak dapat diandalkan,” kata Wuthnow. “Jika itu terbukti, hal itu akan menjadi lebih serius bagi Xi karena dia akan memiliki keraguan tidak hanya terkait etika, tetapi juga mengenai kesiapan militer yang sebenarnya.”

Char mengatakan, masalah dalam sistem pengadaan di PLA telah ada selama bertahun-tahun. Tahun 2018, sebuah penelitian yang dilakukan Universitas Teknik Angkatan Laut China, pusat pengadaan peralatan Angkatan Laut, dan kantor audit Komisi Militer Pusat telah menganalisis praktik persekongkolan tender dalam pengadaan peralatan di PLA dan menyerukan perbaikan sistem penawaran.

“Masalah-masalah dalam pengadaan dan akuisisi itu menimbulkan pertanyaan tentang kualitas peralatan yang telah dibeli PLA sebelumnya. Seberapa baik perlatan itu berfungsi di lapangan? Saya pikir itu cukup bisa diperdebatkan,” katanya.

Char mengemukakan, sebagai tanda bahwa para petinggi militer China mungkin mengkhawatirkan kualitas peralatan mereka, Jenderal He Weidong, wakil ketua Komisi Militer Pusat (Central Military Commission/CMC), yang mengawasi angkatan bersenjata, berjanji pada Maret lalu untuk menindak tegas “kemampuan tempur palsu” dalam militer.

"Saya pikir hal itu mengungkapkan banyak hal tentang kemampuan tempur sebenarnya (dari PLA),” kata Char.

Kehilangan Kepercayaan Diri

Li dan Wei merupakan pejabat militer paling senior yang disingkirkan dalam enam tahun terakhir yang terkena kampanye anti-korupsi Xi yang tiada henti.

Pemimpin China itu telah menjadikan pemberantasan korupsi dan ketidaksetiaan sebagai ciri khas pemerintahannya sejak dia berkuasa tahun 2012. Dia telah memecat sejumlah jenderal berpengaruh yang sebelumnya dianggap tidak tersentuh.

 

Dalam beberapa tahun pertama masa jabatan, Xi menyingkirkan dua tokoh senior dalam militer, yaitu Xu Caihou dan Guo Boxiong, dua-duanya mantan wakil ketua CMC. Xu kemudian meninggal dunia karena kanker dan Guo dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena korupsi.

Dalam beberapa hal, kata Wuthnow, skandal korupsi terbaru yang melibatkan dua mantan menteri pertahanan itu “bahkan lebih buruk bagi Xi” dibandingkan kasus Xu dan Guo satu dekade lalu.

“Saat itu dulu kita dapat mengatakan bahwa Xi sedang membersihkan rumah,” katanya, seraya menyebutkan bahwa Xu dan Guo ditunjuk menjadi anggota CMC oleh pemimpin sebelumnya, Jiang Zemin. Namun, Wei dan Li dipromosikan di bawah kepemimpinan Xi.

“Kasus Wei dan Li menunjukkan bahwa proses pemeriksaan yang dilakukan Xi dan kampanye anti-korupsi yang dibanggakan selama dekade terakhir belum berhasil mencegah korupsi di level atas sistem,” kata Wuthnow.

“Saya pikir ini menunjukkan sekali lagi bahwa Xi telah kehilangan kepercayaan terhadap orang-orang yang ditunjuknya sendiri.”

Wei dipromosikan menjadi jenderal hanya sekitar lebih dari seminggu setelah Xi mengambil alih kepemimpinan partai. Li dipromosikan menjadi letnan jenderal dan kemudian menjadi jenderal hanya dalam waktu tiga tahun.

Pengumuman Politbiro mengatakan, tindakan Li dan Guo “mengkhianati kepercayaan dan tanggung jawab” yang diberikan kepada mereka oleh pimpinan tertinggi partai dan militer. Menurut CCTV, Li “mengkhianati aspirasi pendiri partai dan prinsip-prinsip partai,” dan Wei dituduh terkait dengan “runtuhnya kepercayaan dan hilangnya loyalitas”.

“Xi secara pribadi pasti merasa dikhianati oleh tindakan korupsi di tingkat tinggi ini,” tulis Bill Bishop, pengamat China dan penulis buletin Sinocism.

Namun, Xi tetap bertekad untuk memberantas korupsi dan ketidaksetiaan terhadap partai. Bulan lalu, ia mengumpulkan para petinggi militer untuk menghadiri konferensi politik di Yan’an, situs suci revolusi Komunis China dalam sejarah partai itu. Pada kesempatan itu dia menyerukan pemurnian kehidupan politik di dalam PLA, terutama dari korupsi dan ketidaksetiaan terhadap partai komunis China.

“Laras senjata harus selalu berada di tangan orang-orang yang setia dan dapat diandalkan partai,” kata Xi kepada para elite PLA. “Ketegasan jelas diperlukan untuk... mencapai efektivitas pertempuran. Tidak boleh ada tempat persembunyian bagi oknum koruptor di tubuh militer.”

Char, pengamat PLA di Singapura, mengatakan dalam jangka panjang, pembersihan di militer dan sistem pengadaan senjata yang dilakukan Xi merupakan pertanda baik bagi kemampuan tempur China.

“Masalah-masalah ini sedang diperbaiki secara bertahap, dan akan selalu ada tinjauan berkelanjutan mengenai bagaimana Xi mewujudkan mimpinya untuk memodernisasi PLA pada tahun 2035.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com