Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tragedi di Desa Yahidne Dinilai Jadi Gambaran Rencana Putin atas Ukraina

Kompas.com - 29/05/2024, 10:05 WIB
Paramita Amaranggana,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

Sumber Al Jazeera

DESA Yahidne, yang namanya memiliki arti “kaya akan buah beri”, terletak di wilayah Chernihiv, Ukraina. Desa itu berdiri di antara hutan pinus dan jalan raya yang sibuk menuju Kyiv.

Kehidupan di desa tersebut berjalan selayaknya kehidupan di desa-desa pada umumnya. Namun, semuanya berubah ketika pasukan Rusia memasuki desa itu pada Maret 2022. Semua penduduk Desa Yahidne menyaksikan tempat tinggalnya berubah menjadi kamp kematian.

Barang-barang milik warga dirampas, mulai dari mesin cuci, sprei, hingga alkohol. Semua ternak, unggas, bahkan seekor anjing milik warga dibunuh dan dikonsumsi oleh pasukan Rusia, kata Mikhail, salah satu warga berusia 67 tahun yang selamat.

Baca juga: Uni Eropa: Ukraina Berhak Pakai Senjata Barat untuk Serang Rusia

Pasukan Rusia juga bersekongkol dengan warga yang pro-Moskwa untuk menangkap dan mempermalukan warga lain yang pro-Ukraina. Mereka yang pro-Moskwa akan melaporkan  warga yang pro-Ukraina kepada tentara.

Selanjutnya, tentara Rusia mempermalukan mereka dengan memaksanya menyanyikan lagu kebangsaan Rusia, berlutut atau melepaskan pakaiannya, hingga memukuli mereka jika berbicara dalam bahasa Ukraina atau mengkritik invasi Rusia.

Viktor Shevshenko (50 tahun), ayah dari tiga anak, ditembak mati di kebun miliknya. Keluarganya tidak diizinkan untuk menguburkan jenazahnya selama 21 hari. Adik laki-laki Viktor juga menghilang. Keluarganya tidak tahu apakah ia sudah tewas atau diculik karena tubuhnya belum juga ditemukan.

368 Warga Desa Yahidne Disekap di Ruangan Bawah Tanah

Tidak berhenti sampai di situ, penderitaan warga Yahidne kian memburuk setelah pasukan Rusia memutuskan untuk menjadikan mereka sebagai perisai manusia. Sebanyak 368 warga desa dipaksa untuk masuk ke ruang bawah tanah yang terletak di sebuah bangunan sekolah dekat hutan.

Mulai dari bayi usia 90 hari hingga orang yang berumur 91 tahun tak luput dari penyekapan tersebut. Beberapa warga lanjut usia dengan penyakit dan disabilitas juga dipaksa mengikuti perintah tentara Rusia. Salah satunya adalah Dmytro Muzyka yang berusia 91 tahun. Saat masih kecil, ia  selamat dari Perang Dunia II. Namun, saat penyekapan ia hanya mampu bertahan tak sampai satu hari.

Tak hanya Dmytro, beberapa warga lain juga turut gugur. Dilaporkan jumlah korban tewas dari tragedi tersebut mencapai 17 orang. Nasib para korban tewas ini sama seperti Viktor, dibiarkan terbaring tanpa dikubur selama berhari-hari.

Mayat warga dibiarkan begitu saja di lantai. Nama mereka serta tanggal kematiannya tertulis di dinding yang penuh dengan gambar anak-anak.

Ketika diizinkan untuk mengubur mayat-mayat tersebut, beberapa warga justru ditembaki sekelompok tentara Rusia yang melintas. Warga akhirnya berlindung ke lubang makam yang baru digali, menurut pengakuan para warga desa.

Ruangan yang sempit dan makanan yang terbatas jadi gaya hidup baru mereka selama penyekapan. Tak jarang pasukan Rusia yang berjaga memukuli, memperkosa, menyiksa, bahkan membunuh beberapa warga desa itu. Seringkali aksi kekerasan yang mereka lakukan hanya terjadi akibat hal-hal kecil, seperti tersinggung karena pandangan yang mengkritik atau sekedar ingin saja.

Momen paling menakutkan menghantui warga yang disekap saat mendekati akhir bulan Maret. Saat itu, pasukan Rusia tiba-tiba saja menggali sebuah lubang besar. Warga yang melihat dibuat sangat ketakutan karena mengira mereka semua akan dibunuh dan dikuburkan di lubang tersebut.

Untungnya, tekanan yang mendadak dari Ukraina pada akhir Maret serta menipisnya pasokan pasukan Rusia memaksa mereka mundur dari Desa Yahidne. Para pasukan Rusia pergi dari desa tersebut setelah 27 hari menyekap para warga yang ada di sana. Para anggota pasukan Rusia yang terlalu mabuk dan tertinggal di desa tersebut ditangkap pasukan Ukraina.

Tragedi Tersebut Jadi Gambaran Rencana Rusia di Ukraina

Walau pasukan Rusia telah pergi, para warga masih harus bergulat dengan trauma dan kehilangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com