Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Koridor Philadelphia di Gaza, Mengapa Sangat Diinginkan Israel?

Kompas.com - 28/05/2024, 15:06 WIB
Egidius Patnistik

Penulis

Perjanjian Philadelphia tahun 2005 antara Mesir dan Israel memberi wewenang kepada Kairo untuk mengerahkan kontingen yang terdiri dari 750 penjaga perbatasan Mesir di sepanjang sisi Mesir dari zona penyangga itu. Penjaga perbatasan itu merupakan tentara Mesir pertama yang berpatroli di zona tersebut sejak perang tahun 1967, ketika Jalur Gaza ditaklukkan Israel bersama dengan Semenanjung Sinai, yang kemudian dikembalikan ke Mesir berdasarkan Perjanjian Camp David.

Perjanjian Mesir-Israel tahun 2005 sangat rinci terkait penempatan peralatan militer Mesir di zona penyangga itu: delapan helikopter, 30 kendaraan lapis baja ringan dan empat kapal patroli pantai.

Misi mereka adalah menjaga koridor di sisi Mesir – satu-satunya perbatasan Gaza di luar kendali langsung tentara Israel – untuk memerangi terorisme dan mencegah penyelundupan dan infiltrasi.

Di sisi lain koridor itu, pasukan keamanan Otoritas Palestinamengambil alih kendali dari Israel. Namun dua tahun kemudian, Otoritas Palestina kehilangan kendali atas koridor tersebut ketika mereka diusir dari Gaza menyusul konflik pada tahun 2007 antara Fatah dan pejuang saingannya, Hamas.

Sebagai tanggapan, Israel memberlakukan blokade darat, udara dan laut, serta embargo terhadap daerah kantong Palestina yang kemudian berada di bawah kendali Hamas itu. Pembatasan tersebut mendorong pengembangan sistem terowongan penyelundupan, yang melewati wilayah tak bertuan antara Gaza dan Mesir, sehingga memungkinkan barang dan orang melintasi perbatasan.

Sejak itu, terminal Rafah yang dikuasai Mesir, yang menjadi jalur transit orang, barang dan bantuan kemanusiaan, hanya dibuka sewaktu-waktu. Israel melihat zona itu sebagai wilayah pasokan penting bagi Hamas.

Pada Desember 2007, Menteri Luar Negeri Israel saat itu, Tzipi Livni, mengkritik Mesir karena tidak becus  dalam menghentikan penyelundupan senjata melalui Koridor Philadelphia.

Sejak perang Gaza tahun 2008-2009, yang juga dikenal sebagai Operasi Cast Lead, militer Israel mendesak pendudukan Koridor Philadelphia demi menghancurkan terowongan penyelundupan bawah tanah. Hal itu secara de facto akan mengepung Jalur Gaza.

Setelah kudeta militer tahun 2013 yang menggulingkan presiden Mesir Mohamed Morsi, seorang anggota Ikhwanul Muslimin, Kairo jadi bermusuhan dengan Hamas, yang dianggap sebagai perpanjangan tangan Ikhwanul Muslimin di Palestina.

Tentara Mesir mulai menghancurkan ratusan terowongan penyelundupan yang digali di bawah perbatasan dengan Jalur Gaza. Hal ini merupakan pembalasan terhadap Hamas, yang Kairo tuding telah mengacaukan Sinai sementara militer Mesir melancarkan operasi kontraterorisme terhadap cabang kelompok Negara Islam (ISIS). Untuk menghancurkan sistem bawah tanah ini, Mesir sengaja membanjiri kawasan perbatasan pada tahun 2015.

Apa yang diinginkan Netanyahu?

Pemerintahan Benjamin Netanyahu kini berniat mengendalikan lagi koridor itu. Dengan mengendalikan koridor itu, Netanyahu yakin bisa mengongtrol pengerakan orang dan barang ke Jalur Gaza.

Rami Khouri, jurnalis dan peneliti terkemuka di American University of Beirut, mengatakan Netanyahu ingin meyakinkan audiens domestiknya – yang semakin marah dan kritis terhadap cara dia menangani perang dan kegagalannya dalam membawa kembali puluhan tawanan yang masih berada di Gaza dengan menguasai koridor tersebut.

Pada saat yang sama, kata Khouri, Netanyahu ingin menanamkan lebih banyak ketakutan di kalangan warga Palestina dan menciptakan pengaruh baru untuk negosiasi dengan AS dan Mesir.

“Jadi, apa pun yang dia katakan memiliki berbagai audiens, berbagai tujuan, dan tidak boleh dianggap remeh,” kata Khouri kepada Al Jazeera.

“Kita harus menganggap ini sebagai elemen lain yang dia lemparkan ke dalam pot negosiasi.”

Khouri mengatakan, Mesir tidak akan setuju jika Israel mengambil kembali kendali atas koridor tersebut dan membangun kehadiran militer di sana beberapa dekade setelah Israel meninggalkannya.

Dia mengatakan, komentar Netanyahu juga dapat dilihat dalam konteks upaya Israel yang terus-menerus melakukan ekspansi wilayah sejak pembentukannya tahun 1948, meskipun hal ini tidak membawa keamanan bagi negara itu

"Semakin mereka berekspansi, semakin mereka menguasai tanah, semakin mereka mencoba untuk mendapatkan rasa aman dengan mengambil alih tanah-tanah masyarakat dan mengusir orang-orang dari rumah mereka, semakin tidak aman mereka karena mereka hanya memicu bentuk-bentuk perlawanan yang lebih besar dan lebih intens dari masyarakat Palestina dan orang-orang lain, termasuk Hezbollah di Lebanon,” ujar Khouri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com