Salahadin dari Sudan mengatakan pada Al Jazeera di bulan Maret bahwa kembali ke Sudan bukanlah suatu pilihan. “Mereka (kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat) membunuh rakyat saya, keluarga saya, semuanya… dibunuh,” katanya.
Kini, Tunisia hanya jadi jalan buntu bagi ribuan pengungsi yang hendak mencari perlindungan di luar benua. Tanpa adanya alternatif lain yang lebih baik, mereka terpaksa menetap dalam kondisi seadanya.
Menurut analisis dari Maddeb dan Louati untuk Carnegie Endowment for International Peace, mengubah Tunisia menjadi negara transit yang aman bagi para migran memerlukan pemahaman bahwa migrasi adalah fenomena struktural berjangka panjang, bukan sekedar masalah keamanan.
Sebagai tujuan akhir dari sebagian besar migran dan pengungsi dari Afrika, Eropa seharusnya bekerja sama dengan Tunisia untuk merancang solusi yang saling menguntungkan dan memiliki sifat jangka panjang guna mengelola arus migrasi secara efektif.
Jika masalah migrasi ini tidak kunjung diselesaikan, aksi-aksi pelanggaran terhadap hak asasi manusia akan terus berlanjut. Menurut Maddeb dan Louati, hanya melalui revitalisasi strategi Eropa-Afrika yang menekankan migrasi sirkuler, investasi, dan kerja sama inovatif sajalah migrasi ilegal dapat dikurangi secara efektif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.