Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelombang Panas Mengakibatkan Kesenjangan Pendidikan

Kompas.com - 13/05/2024, 09:18 WIB
Paramita Amaranggana,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

Sumber CNN,VOA News

Bong Samreth, guru sekolah negeri di Phnom Penh, Kamboja, berkata bahwa mereka tak mengizinkan anak-anak murid keluar saat suhu terlalu panas. Tetapi, tanpa kipas angin atau AC, di dalam kelas dengan di luar rasanya tetap sama-sama panas dan tidak nyaman, katanya. Samreth berkata ia seringkali melihat siswanya berkeringat di kelas.

Save the Children cabang Filipina berkata kesenjangan pendidikan antara anak-anak Filipina yang kurang mampu dan yang tinggal di perkotaan semakin meluas. Di Filipina, bukan sesuatu yang aneh jika satu ruang kelas dapat diisi hingga 70 siswa. Ruangan yang sesak tersebut biasanya hanya dilengkapi satu atau dua kipas angin.

“Pembelajaran tidak konsisten,” kata Benjo Basas, guru ilmu sosial di Manila. Basas menambahkan bahwa hampir sepanjang bulan April, kegiatan pembelajaran telah terganggu oleh penutupan sekolah besar-besaran akibat suhu panas yang tidak tertahankan.

Saat di sekolah, siswa-siswa juga tidak dapat berkonsentrasi, kata Basas. Ini jadi masalah besar mengingat ujian akhir semester yang sudah dekat.

Mirasol Mamaat, guru sekolah menengah di daerah Pangasinan, mengatakan puluhan siswanya jatuh sakit akibat suhu panas. Situasi kian memburuk saat negara tersebut sempat mencapai suhu tertinggi yaitu lebih dari 51 derajat Celsius.

Para relawan Save the Children juga melaporkan bahwa anak-anak di Filipina kekurangan air minum akibat minimnya air minum bersih yang tersedia di sekolah-sekolah.

Pemerintah Harus Ambil Tindakan Cepat

Walau menjadi salah satu kawasan paling terdampak, sayangnya pemerintah-pemerintah di Asia Selatan maupun Asia Tenggara saat ini hanya mampu memberikan solusi jangka pendek.

Pada akhir April, Menteri Pendidikan Kamboja, Hang Chuon Naron, mengumumkan bahwa jam sekolah akan dikurangi dua jam terutama pada saat suhu meningkat.

Siswa juga disarankan “untuk minum banyak air” dan menghindari paparan sinar matahari terlalu lama tanpa pelindung. Ia juga menyarankan agar para siswa memakai pakaian yang longgar, ringan, dan berwarna terang guna meminimalisir dampak dari sengatan matahari.

Memang suhu terpanas hanya akan terjadi dari April sampai dengan Juni, namun, para ahli berpendapat Asia Selatan dan Asia Tenggara harus bersiap-siap untuk kondisi cuaca ekstrem jangka panjang. Bercermin dari situasi saat ini, memenuhi kebutuhan anak-anak di negara kurang mampu dan rentan sudah seharusnya jadi prioritas.

“Kami selalu mengatakan bahwa anak-anak akan mewarisi dunia, tetapi dunia seperti apa yang akan mereka warisi jika dunia itu hancur?” kata Joy Reyes, pengacara keadilan iklim dari Filipina.

Menurut para pakar iklim, polusi yang diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar fosil tidak dapat dianggap remeh. Menurut mereka, saat ini pemerintah harus melakukan “perubahan mendasar” terkait bagaimana energi dihasilkan.

“Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan energi dan infrastruktur yang ramah lingkungan – tanggung jawab ini tidak boleh diserahkan kepada perusahaan atau individu,” kata Glory Dolphin Hammes, CEO IQAir, sebuah perusahaan riset lingkungan yang memantau kualitas, kondisi, dan suhu udara global.

“Udara yang lebih bersih, mencegah perubahan iklim – hal ini harus menjadi masa depan.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com