KOMPAS.com - ASEAN dan konflik Laut China Selatan menjadi salah satu isu yang dibahas dalam debat calon presiden untuk pemilu 2024 Indonesia, Minggu (7/1/2024).
Penyebab konflik Laut China Selatan adalah saling klaim dari sejumlah negara yang dilewati jalur perairan strategis ini, termasuk China dan Taiwan yang mengeklaim hampir seluruhnya.
Dikutip dari kantor berita AFP, berikut adalah faktor-faktor kenapa Laut China Selatan diperebutkan selama puluhan tahun dan solusi ASEAN mencegah konflik.
Baca juga: Debat Capres 2024, Isu Laut China Selatan Disorot Media Asing
Sebagian besar dari ratusan pulau kecil di Laut China Selatan mulanya tidak berpenghuni.
Rantai kepulauan di Paracel dan Spratly berisi pulau-pulau terbesar, sedangkan Scarborough Shoal adalah pulau kecil di timur.
Laut China Selatan adalah penghubung maritim utama antara Samudera Pasifik dan Hindia, sehingga memiliki nilai perdagangan dan militer yang sangat besar.
Jalur pelayarannya menghubungkan Asia Timur dengan Eropa dan Timur Tengah. Perdagangan via kapal ini bernilai triliunan dollar AS setiap tahunnya.
Cadangan minyak dan gas dalam jumlah besar yang belum dieksploitasi diyakini ada di dasar Laut China Selatan, tetapi perkiraannya sangat bervariasi.
Perairan luas ini juga dihuni beberapa terumbu karang terbesar di dunia. Dengan berkurangnya kehidupan laut di dekat pantai, Laut China Selatan menjadi sumber ikan untuk bahan makanan populasi manusia yang terus bertambah.
Baca juga: Alasan Kenapa Laut China Selatan Terus Diperebutkan Selama 2023
Argumen Beijing mayoritas berdasarkan peta China dari tahun 1940-an.
China awalnya menggunakan 11 garis putus-putus untuk menandai wilayah yang diklaim, lalu dikurangi menjadi sembilan garis putus-putus (nine dash line) saat "Negeri Tirai Bambu" dipimpin Mao Zedong.
Klaim China yang luas ini mendekati wilayah pantai negara-negara lain.
Kepulauan Paracel diklaim oleh China, Taiwan, dan Vietnam, tetapi Beijing menguasai semuanya sejak konflik dengan Vietnam Selatan pada 1974.