Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Kompas.com - 19/04/2024, 07:00 WIB
Paramita Amaranggana,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

BERDASARKAN data milik Statista, total sampah plastik yang diproduksi secara global pada tahun 2022 mencapai 400,3 juta metrik ton. Angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan produksi tahun 2012 yang mencapai 288 juta metrik ton.

Bagi negara-negara di Asia Tenggara, masalah sampah jadi isu yang lebih rumit. Tidak hanya mengurus sampah domestik,  negara-negara di Asia Tenggara juga harus mengurus sampah yang datang dari luar wilayah.

Sampah dari luar negeri atau dikenal dengan sebutan sampar impor sebenarnya tidak selalu ilegal. Faktanya, satu dari delapan sampah yang diproduksi secara global akan diteruskan untuk perdagangan sampah. Banyak negara maju di dunia sengaja mengekspor sampahnya ke negara berkembang untuk diolah kembali. Setibanya di negara tujuan, sampah-sampah ini akan melalui proses pemilahan. Sampah yang dapat digunakan kembali akan digunakan untuk memproduksi barang baru.

Baca juga: Sampah Impor Masuk ke Indonesia, dari Popok, Bekas Alat Infus, hingga Obat

Perdagangan sampah juga terbukti dapat membawa keuntungan bagi kesehatan lingkungan global, sekaligus dapat berkontribusi terhadap perekonomian.

China sempat menjadi bagian dari perdagangan sampah itu, bahkan menjadi negara pengimpor sampah terbesar di dunia. Namun, impor sampah rupanya memperburuk polusi di China. Sampah domestik China saat itu juga sedang meningkat.

Pada Januari 2018, Beijing mulai melarang impor banyak barang bekas dan menolak menerima limbah apapun yang terkontaminasi lebih dari 0,5 persen. Akibat pembatasan drastis itu, negara-negara yang awalnya banyak bergantung kepada China untuk pengelolaan sampah akhirnya mulai mengalami krisis.

Sebagai solusi, negara-negara tersebut kemudian beralih untuk mengekspor sampah ke negara-negara di Asia Tenggara, terutama Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Indonesia.

Sampah Menimbun di Asia Tenggara

Antara tahun 2016 dan 2018, impor sampah plastik di Asia Tenggara meningkat menjadi 171 persen. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan, antara tahun 2017 sampai 2021, negara-negara ASEAN telah mengimpor lebih dari 100 juta ton sampah logam, kertas, dan plastik yang setara dengan 50 miliar dollar AS.

Namun, kebanyakan sampah yang diterima ini terkontaminasi dan tidak dapat diolah sehingga terpaksa dibuang ke saluran air atau dibakar. Hal inilah kemudian berdampak pada kesehatan lingkungan di Asia Tenggara.

Kondisi sampah di Asia Tenggara diperburuk dengan maraknya perdagangan sampah ilegal. Banyak pengekspor sampah ke Asia Tenggara dengan sengaja memberikan label yang salah pada sampah. Selain itu, beberapa perusahaan daur ulang diketahui menyelundupkan sampah-sampah ke wilayah tersebut.

Sampah Ilegal Banyak dari Eropa

Salah satu kontributor terbesar sampah ilegal di Asia Tenggara adalah negara-negara Uni Eropa. Komisi Eropa memperkirakan bahwa 15-30 persen dari total sampah yang dikirimkan baik ke dalam Uni Eropa atau antara Uni Eropa ke negara ketiga merupakan sampah ilegal. Komisi Eropa melaporkan telah menerima pendapatan tahunan sebesar 9,5 miliar euro dari pasar sampah ilegal tersebut.

Baca juga: RI Kirim Balik 5 Kontainer Sampah Impor ke AS, Ini Kata Luhut

Perdagangan sampah ilegal dari Eropa ke Asia Tenggara kini menjadi sebuah usaha kriminal yang terbukti sangat menguntungkan dan memiliki resiko rendah. Terlebih lagi, negara-negara di Asia Tenggara juga tidak memiliki penegakan hukum yang kuat terhadap isu terkait.

Serena Favarin, kriminolog di Università Cattolica del Sacro Cuore Italia, mengatakan bahwa beberapa negara di Asia Tenggara bahkan tidak mengatur hal itu dalam hukum pidana, hanya sebatas peraturan perdata dan administratif. Akibatnya, para pelaku yang terbukti bersalah hanya akan dikenakan sanksi rendah, bahkan ketika pelaku tertangkap berkali-kali.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com