Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Kompas.com - 18/04/2024, 15:13 WIB
Paramita Amaranggana,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

SETELAH lebih dari seabad dikuasai Inggris, Myanmar atau Burma akhirnya mendapatkan kemerdekaannya tahun 1948. Walau sudah merdeka, perjuangan Myanmar tidak berhenti di situ. Hingga saat ini, Myanmar harus bergelut dengan kekuasaan militer, perang sipil, pemerintahan yang lemah, dan kemiskinan yang merajalela.

Di sisi lain, kemerdekaan Myanmar menjadi awal mimpi buruk bagi etnis minoritas Rohingya di negara itu. Sejak akhir tahun 1970-an, banyak orang dari kelompok ini melarikan diri dari Myanmar karena perlakuan diskriminatif yang mereka alami.

Situasi semakin buruk bagi orang-orang Rohingya pada tahun 2016 sampai 2017 ketika Tatmadaw, militer Myanmar serta kekuatan keamanan lokal melancarkan aksi brutal terhadap mereka. Sekitar sejuta orang Rohingya melarikan diri dari Myanmar akibat tragedi tersebut, mayoritas ke Bangladesh.

Baca juga: Berita Hoaks Online Menambah Sentimen Anti-Rohingya di Indonesia

Namun, mereka yang tidak dapat melarikan diri mau tidak mau menjadi korban kekerasan yang lebih brutal, seperti pemerkosaan hingga pembunuhan. Baru-baru ini, banyak laporan bahwa orang-orang Rohingya banyak digunakan sebagai “perisai manusia” di negara tersebut.

Siapa Rohingya dan Apa Statusnya di Myanmar?

Komunitas Rohingya merupakan kelompok etnis minoritas yang umum beragama Islam. Mereka mempraktikkan varian Islam Sunni yang dipengaruhi sufisme.

Sampai tahun 2020, diperkirakan ada 3,5 juta orang Rohingya di seluruh dunia. Sebelum tahun 2017, populasi Rohingya sebenarnya dominan berada di Myanmar. Kira-kira satu juta warga Rohingya yang berada di Myanmar saat itu tinggal di wilayah Rakhine. Dengan jumlah sebanyak itu, mereka menjadi sepertiga dari total populasi di sana.

Walau jumlahnya banyak, kelompok Rohingya sulit diterima warga Myanmar. Asal-usul orang Rohingya di Myanmar dapat ditelusuri dari abad 15 saat ribuan orang Islam datang ke wilayah bekas Kerajaan Arakan. Banyak dari mereka juga datang pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 ketika wilayah Rakhine masih berada di bawah pemerintahan kolonial India-Britania.

Setelah Myanmar merdeka, Rohingya mulai terisolasi. Pemerintah terus-menerus membantah sejarah Rohingya di Myanmar serta menolak untuk mengakui orang Rohingya sebagai satu dari 135 etnis resmi di negara tersebut.

Di Myanmar, kelompok Rohingya dianggap sebagai imigran ilegal dari Bangladesh walau sejarah jelas-jelas menunjukkan keberadaan kelompok tersebut di Myanmar selama berabad-abad lamanya. Pemerintah pusat dan kelompok etnis  yang dominan di Rakhine banyak yang juga menolak label “Rohingya”.

Di Myanmar, Rohingya tidak memiliki status akibat pemerintah menolak memberikan mereka akses untuk mendapatkan kewarganegaraan. Di tahun 1990-an, orang-orang Rohingya diberikan akses untuk mendapat kartu identifikasi. Namun tetap saja, kartu ini bukan bukti kewarganegaraan.

Beberapa tahun yang lalu, pemerintah juga mewajibkan kelompok Rohingya membawa kartu verifikasi nasional kemanapun mereka pergi. Dengan kartu ini mereka hanya boleh mengidentifikasi diri mereka sebagai orang asing, bukan warga negara.

Rohingya Pasca Kudeta Aung San Suu Kyi

Aung San Suu Kyi menjadi pemimpin de facto Myanmar tahun 2015. Pada masa pemerintahannya, Suu Kyi mendapat banyak sekali dukungan domestik. Meski begitu, banyak kritik yang menilai Suu Kyi gagal membangkitkan demokrasi yang sudah lama mati di negara tersebut. Alih-alih membangkitkan demokrasi, Suu Kyi justru membela aksi kekerasan terhadap orang Rohingya dan membatasi kebebasan pers.

Di tahun 2021, pemerintahan Suu Kyi runtuh akibat kudeta junta militer. Banyak orang saat itu berharap kudeta ini dapat menjadi harapan bagi lahirnya kembali demokrasi di Myanmar. Sayangnya, harapan itu kandas karena kudeta justru mendorong Myanmar masuk ke dalam periode penuh kekerasan yang baru. Perekonomian Myanmar ikut merosot pasca kudeta.

Bagi komunitas Rohingya, kudeta oleh junta sama saja seperti menumpuk beban. Bukan hanya diskriminasi, kini banyak laporan beredar bahwa mereka juga dipaksa masuk ke dalam militer.

Baca juga: Alasan Kenapa Pengungsi Rohingya Datang ke Indonesia

Junta tidak mengakui tuduhan itu. Namun, sebuah video amatir yang beredar pada 6 Maret lalu menampilkan kebenarannya. Video tersebut menunjukkan 300 anak muda Rohingya yang berasal dari kamp Internally Displaced Persons (IDP) sedang dipaksa menggunakan seragam militer dan duduk di sebuah gudang besar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com