Video itu juga menampilkan Menteri Keamanan dan Urusan Perbatasan Negara Bagian Rakhine, Kolonel Kyaw Thura sedang mengawasi operasi tersebut.
Aung Kyaw Moe, Wakil Menteri Hak Asasi Manusia Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) mengatakan, junta “berusaha menggunakan orang-orang Rohingya sebagai perisai manusia untuk keuntungan politik.”
“Junta militer, yang telah kalah telak dalam pertempuran melawan Tentara Arakan, memanfaatkan warga Rohingya karena kebutuhan untuk memperkuat barisan mereka, dan membawa mereka dari kamp-kamp pengungsi di mana tidak ada lahan untuk lari,” katanya.
Tentara Arakan (AA) pertama kali muncul tahun 2009. Kelompok itu didirikan oleh para pemimpin muda Rakhine dan merupakan faksi militer terlatih dan bersenjata lengkap yang mewakili etnis minoritas yang beragama Budha. AA juga merupakan bagian dari Aliansi Tiga Persaudaraan yang terdiri dari Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar dan Tentara Pembebasan Nasional Ta’Ang.
Diperkirakan terdapat 45.000 tentara yang tergabung dalam AA. Misi AA ini adalah “memulihkan kedaulatan rakyat Arakan”.
AA mengawali pertarungannya dengan junta pada November 2023. Pada Januari dan Februari, lusinan warga sipil Rohingya tewas akibat serangan junta.
Beberapa warga Rohingya telah mengonfirmasi kepada VOA bahwa kira-kira 500 anak muda Rohingya di kamp IDP telah mengikuti pelatihan militer. Hal ini meningkatkan kekhawatiran akan adanya penggunaan taktik rekrutmen paksa oleh junta.
“Ketika militer menerapkan undang-undang wajib militer, komandan junta mengunjungi kamp-kamp IDP di desa Sittwe dan Rohingya sekitar tanggal 11-13 Februari, daerah yang sebelumnya mereka hindari,” kata pemuda Rohingya kepada VOA.
“Mereka pertama-tama berkonsultasi dengan para pemimpin kamp, kemudian menekan kami untuk mengangkat senjata, dengan alasan tugas kami sebagai warga negara Myanmar berdasarkan undang-undang wajib militer.”
Pemuda tersebut menambahkan, mereka juga diancam akan menghadapi konsekuensi jika menolak mengikuti arahan angkat senjata itu.
“Rohingya, yang telah mengalami penindasan parah oleh militer Myanmar, hingga mencapai tingkat tuduhan genosida di negara bagian Rakhine, kini dipaksa oleh tentara untuk bergabung dalam barisan mereka dan menghadapi Tentara Arakan sebagai tameng manusia. Pemuda Rohingya dari desa tidak mampu melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh,” tambah pemuda Rohingya tersebut.
Beberapa video yang telah bertebaran di media sosial memperlihatkan orang-orang Rohingya yang direkrut militer tengah mengenakan seragam dan memegang senapan sembari duduk di atas truk militer ataupun menjalani pelatihan militer di lapangan. Investigasi VOA dengan sumber lokal menunjukkan lokasi pengambilan video-video tersebut ada di dekat Sittwe.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.