Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Al Quds, Pasukan Elite dan Rahasia Iran untuk Operasi di Luar Negeri

Kompas.com - 04/04/2024, 10:49 WIB
Egidius Patnistik

Penulis

KOMANDAN senior Pasukan Al Quds Iran, Brigjen Mohammad Reza Zahedi, dan wakilnya, Brigjen Mohammad Hadi Haji Rahimi, tewas dalam sebuah serangan udara yang dituding telah dilakukan Israel di Damaskus, Suriah, Senin (1/42024) lalu. Kematian dua orang itu, dan lima orang lainnya yang juga perwira Pasukan Al Quds membuat Iran berang. Para petinggi Iran bersumpah untuk membalas tindakan Israel.

Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengatakan, Israel akan dihukum atas serangan itu, sementara Presiden Iran, Ebrahim Raisi mengatakan, serangan tersebut “tidak akan dibiarkan begitu saja.”

Bagaimana sejarah berdirinya Al Quds dan seperti apa sepak terjangnya selama ini? 

Baca juga: Siapa Jenderal Iran yang Tewas dalam Serangan Israel di Suriah?

Sejarah Pasukan Al Quds

Pasukan Al Quds merupakan salah satu elemen kunci dalam struktur militer Iran, yang beroperasi di bawah naungan Korps Pengawal Revolusi Islam Iran. Korps Pengawal Revolusi Islam Iran sendiri merupakan sebuah cabang dari angkatan bersenjata Iran. Koprs itu independen dari tentara reguler Iran (yang disebut Artesh). Pemimpin Iran, Ruhollah Khomeini, mendirikan Korps Pengawal Revolusi Islam pada April 1979 melalui dekrit dan menugaskannya untuk menjaga Republik Islam yang dibentuk setelah Revolusi Iran (1978–79).

Pasukan Al Quds didirikan tahun 1980. Pendiriannya merupakan respons terhadap kebutuhan Iran untuk mengekspor ideologi revolusionernya dan melindungi kepentingan nasionalnya di luar perbatasan negaranya.

Nama "Al Quds" berasal dari kata Arab untuk Yerusalem. Nama pasukan itu sebenarnya sudah mencerminkan komitmen awalnya adalah untuk pembebasan kota suci tersebut.

Dari semula sebagai unit kecil yang bertugas melatih kelompok-kelompok afiliasi di luar Iran, Pasukan Al Quds telah berkembang menjadi organisasi yang canggih dan berpengaruh. Aktivitas Al Quds berpusat pada pengorganisasian, dukungan, dan kadang-kadang memimpin pasukan lokal di luar negeri dengan cara yang menguntungkan kepentingan Pasukan Pengawal Revolusi Iran dan pemerintah Iran.

Kegiatan pertama pasukan itu sebagai unit yang terpisah terjadi tahun 1982, ketika mereka terlibat dalam Perang Saudara Lebanon setelah invasi Israel ke Lebanon. Mereka membantu kelompok Hezbullah di Lebanon, milisi yang didominasi kelompok Syiah, yang didirikan pada tahun yang sama untuk mengusir Israel. Al Quds tetap menjadi sekutu dekat dan sponsor kelompok Hezbullah bahkan setelah perang saudara berakhir tahun 1990.

Baca juga: Israel Serang Kedutaan Iran di Suriah, 7 Penasihat Militer Iran Tewas

Pada dekade pertama Al Quds, fokus utamanya memang mendukung gerakan perlawanan terhadap Israel dan mengonsolidasikan hubungan dengan kelompok-kelompok pro-Iran di Lebanon, termasuk Hezbollah.

Namun seiring waktu, cakupan dan aktivitas Pasukan Al Quds berkembang signifikan. Mereka kini terlibat dalam berbagai operasi militer, intelijen, dan diplomatik di banyak negara, termasuk Irak, Suriah, Lebanon, dan Yaman. Pasukan ini telah berhasil menunjukkan kemampuannya dalam mengoordinasikan dan mendukung kelompok-kelompok sekutu, sehingga memperkuat pengaruh Iran di kawasan.

Pada tahun 1990-an, Al Quds mengalihkan perhatiannya ke perbatasan timur Iran dan memberikan dukungan kepada Aliansi Utara di Afghanistan dalam melawan munculnya Taliban.

Al Quds semakin terlihat di panggung dunia pada abad ke-21, setelah invasi AS ke Irak tahun 2003 dan ketidakstabilan di kawasan Timur Tengah setelah Arab Spring terjadi.

Di Irak, mereka memainkan peran penting dalam mengatur dan membantu upaya milisi Syiah melawan pasukan AS, terutama berkoordinasi dengan Organisasi Badr.

Saat pemberontakan di Suriah tahun 2011 berkembang menjadi perang saudara, Pasukan Al Quds datang membantu Presiden Suriah, Bashar al-Assad, yang rezimnya merupakan sekutu berharga dalam "Poros Perlawanan" Iran (poros yang membentang secara geografis dari Iran hingga Lebanon).

Di Yaman, mereka mendukung Houthi, yang pemberontakannya melawan pemerintah pusat menguat setelah kerusuhan Yaman pecah tahun 2011-2012. Mereka juga mengambil peran utama dalam mengorganisir pasukan darat melawan ISIS di Irak dan Suriah. Pengaruhnya yang terus berlanjut dalam urusan dalam negeri Irak menjadi sasaran protes rakyat setelah komandan Pasukan Al Quds, Qassem Soleimani, melakukan intervensi pada Oktober 2019 untuk mencegah penggulingan Perdana Menteri Irak, Adel Abdul Mahdi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com