Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berbagai Cara Rusia Pakai Jalur Rahasia untuk Dapatkan Barang Impor

Kompas.com - 12/06/2024, 15:44 WIB
Paramita Amaranggana,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

SEJAK Presiden Rusia, Vladimir Putin, melancarkan invasi ke Ukraina, negara-negara Barat menjatuhkan ribuan sanksi terhadap Rusia, menjadikannya salah satu negara dengan sanksi terberat di dunia.

Mulai dari keuangan beberapa individu, industri-industri utama yang menopang perekonomian Rusia, dan masih banyak lainnya turut jadi target dalam sanksi-sanksi itu. Sanksi dari komunitas internasional juga kian mengisolasi para konsumen di Rusia. Perusahaan besar seperti Apple dan McDonald’s telah menghentikan operasinya di Rusia sebagai respons terhadap invasi ke Ukraina.

Walau demikian, perekonomian Rusia sejauh ini terpantau masih sangat kokoh dan diprediksi akan terus bertumbuh, bahkan lebih cepat daripada beberapa negara dengan ekonomi maju, terlepas dari ribuan sanksi yang dikenakan terhadapnya.

Baca juga: Bos Bank Terbesar Rusia Sebut Perekonomian Rusia Alami Overheating

Melihat kondisi Rusia yang tampaknya sama sekali tak terpengaruh oleh sanksi, Amerika Serikat (AS) akhirnya memutuskan untuk mengenakan serangkaian sanksi baru dan melakukan kontrol ekspor. Keputusan tersebut akan AS umumkan secara resmi dalam pertemuan G7 di Italia pada minggu ini.

“Kami akan terus menaikkan biaya bagi mesin perang Rusia,” kata juru bicara Gedung Putih, John Kirby.

Celah Sanksi

Ada laporan bahwa Departemen Keuangan AS berencana akan menargetkan lembaga keuangan yang membantu dalam transfer impor terkait perang Rusia. Mengacu pada laporan tersebut, fokus sanksi kemungkinan besar akan beralih ke bank-bank di kelompok negara yang belum memberlakukan sanksi dan masih mengimpor barang serta jasa ke Rusia – impor yang paling banyak menopang perekonomian Rusia di tengah gempuran sanksi internasional.

Data dari badan bea cukai Rusia menunjukkan bahwa level impor Rusia saat ini telah kembali meningkat dan kian mendekati tingkat impor sebelum perang, walaupun dengan harga yang jauh lebih tinggi. Bagaimanapun juga, impor-impor tersebut sejauh ini telah berhasil membantu menopang industri-industri yang rentan di Rusia, seperti industri penerbangan dan mobil.

Baca juga: Putin: Sanksi terhadap Rusia Gila dan Sembrono

Para pengamat menyebut fenomena itu sebagai “celah sanksi” – di mana semuanya mulai dari semikonduktor hingga suku cadang pesawat terbang bahkan iPhone masih dapat disalurkan dan kemudian diekspor ke Rusia melalui perusahaan-perusahaan di China, Turki atau Uni Emirat Arab, atau melalui Armenia, Kazakhstan, dan negara-negara bekas Uni Soviet lainnya.

 

Barang-barang yang diimpor melalui jalur rahasia itu juga mencakup barang yang sangat diawasi seperti microchip karena ditakutkan akan digunakan dalam upaya perang Rusia – yang di antaranya merupakan produksi perusahaan AS seperti Xilinx dan Texas Instruments, atau prosesor dari Intel. Data menunjukkan bahwa teknologi seperti itu seringkali dibeli oleh perusahaan di Hong Kong atau China, lalu diekspor ke Rusia.

“Invasi Rusia ke Ukraina mengungkap krisis tata kelola di Uni Eropa. Uni Eropa telah menjadi pendukung perang,” kata Robin Brooks, peneliti senior di Brookings Institution dalam sebuah webinar terkait penghindaran sanksi oleh Rusia.

Brooks, yang telah melakukan pelacakan terhadap efektivitas pengendalian ekspor, menunjukkan contoh-contoh seperti ekspor mobil Jerman ke Kirgistan yang mengalami peningkatan sebesar 5.100 persen sejak dimulainya perang.

“Ini bukan karena orang-orang di Bishkek memutuskan bahwa mereka mencintai Mercedes. Mobil-mobil ini akan dikirim ke Rusia. Barang-barang ini sebagian besar bahkan tidak sampai di Kirgistan. Kirgistan hanya tercantum dalam faktur,” kata Brooks.

Data ekspor menunjukkan bahwa tren itu terjadi di “setiap negara Eropa,” kata Brooks.

“Ini kira-kira mengimbangi sekitar setengah dari penurunan ekspor langsung ke Rusia.”

Secara bersamaan, militer Rusia telah mengeksploitasi celah-celah itu untuk memperoleh teknologi militer penting dari Barat, menurut hasil dari beberapa penelitian. Berdasarkan sebuah laporan dari Royal United Services Institute, lebih dari 450 komponen buatan luar negeri telah ditemukan dalam senjata-senjata Rusia yang ditemukan di Ukraina.

Baru-baru ini, AS dan Uni Eropa mulai meningkatkan upaya mereka untuk menghadapi perusahaan-perusahaan serta bank-bank di negara-negara menengah yang masih melakukan aktivitas perdagangan dengan Rusia guna menutup celah-celah sanksi tersebut.

Dalam pidatonya kepada para pemimpin bisnis Jerman di Berlin, Wakil Menteri Keuangan AS, Wally Adeyemo, mendesak perusahaan-perusahaan tersebut untuk menghentikan aktivitas impor komponen-komponen penting Rusia yang berasal dari atau melalui China.

“AS semakin menekan bank-bank untuk mengatasi masalah ekspor ulang barang-barang dengan penggunaan dari atau melalui China. Tanpa itu, barang-barang medan perang akan terus mengalir ke Rusia,” kata Maria Shagina, peneliti senior di International Institute for Strategic Studies.

Namun, upaya tersebut akan lebih sulit daripada kelihatannya karena hingga kini masih ada beberapa negara penting yang berperan dalam penghindaran sanksi oleh Rusia memilih untuk menolak tekanan Barat.

 

Dalam wawancara baru-baru ini dengan Financial Times, Ketua Dubai Multi Commodities Centre, Hamad Buamim, mengatakan bahwa sanksi terhadap Rusia tidak berdampak di luar Barat. Selain itu, ia juga menambahkan bahwa upaya menghentikan arus bisnis justru hanya mengalihkannya ke tempat lain.

“Fakta bahwa ekonomi tidak sepenuhnya dikendalikan oleh satu sisi dunia membuat sanksi ini kurang efektif,” kata Buamim. “Perdagangan terus mengalir, hanya saja mengalir dengan cara yang berbeda.”

Penjualan Kapal Tanker Besar-besaran dari Yunani

Melanjutkan impor dan mempertahankan ekonomi tidak mungkin bisa dilakukan oleh Rusia tanpa pendapatan substansial yang dihasilkan dari penjualan sumber daya energinya. Dalam sektor ini, lagi-lagi Rusia mengandalkan aktor-aktor luar yang bersedia untuk menentang koalisi sanksi Barat.

Pada Desember 2022, Inggris bersama negara-negara G7, Australia, dan Uni Eropa, menerapkan batasan harga minyak sebesar 60 dolar per barel guna menghambat perusahaan-perusahaan Barat dari mengangkut, melayani, atau menjadi perantara kargo minyak mentah Rusia. Hal ini dilakukan guna melemahkan perdagangan minyak Rusia, yang sangat bergantung pada tanker yang dimiliki dan diasuransikan oleh perusahaan-perusahaan Barat.

Akibatnya, Rusia beralih ke “armada gelap” yang terdiri dari kapal tanker tua tanpa kepemilikan yang jelas, khususnya yang berasal dari Yunani. Para pengusaha besar di bidang pelayaran Yunani – yang berkontribusi besar dalam perdagangan minyak global – telah turun tangan dan menjual ratusan kapal tua kepada Rusia. Fenomena ini dijuluki sebagai “Penjualan Kapal Tanker Besar-besaran Yunani”.

Melansir dari TradeWinds, para pemilik kapal Yunani telah menjual sedikitnya 125 kapal pengangkut minyak dan barang yang senilai lebih dari 4 miliar dolar guna mendukung operasi “armada gelap” Rusia.

 

Tentara Rusia menembakkan roket dari peluncur ganda di lokasi yang tidak disebutkan, diduga di Ukraina pada 27 September 2023.AFP PHOTO/KEMENTERIAN PERTAHANAN RUSIA Tentara Rusia menembakkan roket dari peluncur ganda di lokasi yang tidak disebutkan, diduga di Ukraina pada 27 September 2023.
Apa Selanjutnya?

Salah satu isu paling krusial yang akan diangkat dalam pertemuan G7 mendatang adalah bagaimana cara terbaik untuk mendukung Ukraina. Saat ini, para pejabat dan analis Barat sepakat bahwa sanksi terhadap Rusia memberikan dampak yang lebih lambat dari yang diharapkan.

“Sejauh ini kami telah gagal dalam tujuan utama, yaitu mengeluarkan Rusia dari Ukraina,” kata Brooks.

Brooks berpendapat bahwa kunci untuk menjatuhkan Rusia adalah dengan menargetkan keuntungan energinya. Adapun langkah-langkah yang diusulkan oleh Brooks maupun pakar sanksi lainnya telah mencakup pengurangan batas harga minyak menjadi 20 dolar per barel dan melarang penjualan kapal tanker minyak Barat kepada pembeli yang dirahasiakan.

 

“Jika Eropa bersedia mengambil tindakan tegas, kita akan menyaksikan krisis keuangan di Rusia,” kata Brooks.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com