Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Kompas.com - 17/05/2024, 11:07 WIB
Egidius Patnistik

Penulis

Sumber CNN

PEMERINTAH Perancis mengumumkan keadaan darurat di wilayah kepulauannya di Pasifik Selatan, yaitu di Kaledonia Baru, setelah kekerasan mematikan terjadi dan telah memasuki hari ketiga pada Rabu (15/5/2024). Bentrokan bersenjata antara para pengunjuk rasa, milisi, dan polisi terjadi. Selain itu, ada pembakaran gedung-gedung dan mobil-mobil di ibu kota wilayah itu.

CNN melaporkan, setidaknya empat orang tewas dalam kerusuhan itu, yang dianggap sebagai yang terburuk sejak tahun 1980-an. Di Ibu Kota Kaledonia Baru, Noumea, pihak berwenang memberlakukan jam malam dan menutup bandara utama – yang biasanya merupakan pusat wisata yang sibuk – untuk lalu lintas komersial. Pihak berwenang juga melarang orang-orang berkumpul, membawa senjata, dan menjual alkohol.

Baca juga: Gelar Referendum, Kaledonia Baru Tolak Kemerdekaan dari Perancis

Kekerasan itu merupakan letupan terbaru dari ketegangan politik yang telah berlangsung selama bertahun-tahun dan memperhadapkan komunitas pribumi Kanak yang sebagian besar pro-kemerdekaan — yang telah lama merasa tertekan oleh pemerintahan Paris — melawan penduduk Perancis yang menentang pemutusan hubungan dengan tanah air mereka.

Protes dimulai Senin lalu yang melibatkan sebagian besar anak muda, sebagai tanggapan terhadap pemungutan suara di parlemen Perancis di Paris (yang berjarak 17.000 kilometer jauhnya dari Kaledonia Baru), yang mengusulkan perubahan konstitusi Kaledonia Baru. Perubahan itu akan memberikan hak suara lebih besar kepada penduduk Perancis yang tinggal di pulau-pulau tersebut. Pada hari Selasa, para legislator memberikan suara yang sangat mendukung perubahan tersebut.

“Dalam dua hari terakhir kita telah melihat kekerasan dalam skala yang belum pernah kita lihat selama 30 tahun terakhir di Kaledonia Baru,” kata Denise Fisher, mantan Konsul Jenderal Australia di Kaledonia Baru, kepada CNN. “Ini seperti menandai berakhirnya 30 tahun perdamaian.”

“Masyarakat Kanak keberatan dengan (pemungutan suara di Perancis) bukan hanya karena hal tersebut telah diputuskan di Paris tanpa mereka, tetapi juga karena mereka ingin menjadi bagian dari negosiasi... yang akan mencakup pemungutan suara penentuan nasib sendiri dan serangkaian hal lainnya."

Usulan perubahan konstitusi itu akan menambah ribuan pemilih tambahan dalam daftar pemilih di Kaledonia Baru, yang belum diperbarui sejak akhir tahun 1990-an. Kelompok-kelompok pro-kemerdekaan mengatakan, perubahan tersebut merupakan upaya Perancis untuk mengonsolidasikan kekuasaannya atas kepulauan tersebut.

Kementerian Dalam Negeri Perancis mengatakan kepada CNN bahwa 1.800 petugas polisi dan polisi militer sudah berada di Kaledonia Baru dan 500 polisi tambahan akan tiba dalam beberapa jam.

Keadaan darurat akan memungkinkan pihak berwenang memberlakukan pembatasan pergerakan dan melakukan tahanan rumah serta penggeledahan. Seorang juru bicara Pemerintah Perancis mengatakan, langkah-langkah itu diperlukan untuk “menangani pelanggaran serius terhadap ketertiban umum yang sedang terjadi.”

Kaledonia Baru merupakan wilayah semiotonom Perancis, satu dari selusin wilayah Perancis yang tersebar di Pasifik, Karibia, dan Samudra Hindia. Kaledonia Baru bertetangga dengan Australia, Fiji, dan Vanuatu.

Presiden Perancis, Emmanuel Macron, menyerukan ketenangan. Dia menerbitkan surat pada  Rabu lalu kepada para pemimpin politik Kaledonia Baru yang mendesak mereka untuk "dengan tegas mengutuk semua kekerasan ini" dan mengundang para pemimpin pro-kemerdekaan dan anti-kemerdekaan bertemu secara "tatap muka" dengannya di Paris.

Pemerintahan Macron telah mendorong peralihan ke Indo-Pasifik, dengan menekankan bahwa Perancis adalah kekuatan di Pasifik, seiring China dan Amerika Serikat (AS) meningkatkan kehadiran mereka di tengah perebutan pengaruh di kawasan penting yang strategis tersebut. Kaledonia Baru adalah pusat dari rencana Macron itu.

Kekerasan

Tiga orang (dua pria dan seorang perempuan), semuanya penduduk pribumi Kanak, ditembak mati dalam protes yang diwarnai kekerasan dan penjarahan, kata Charles Wea, juru bicara Louis Mapou, Presiden Pemerintah Kaledonia Baru. Seorang petugas polisi Perancis yang terluka akibat tembakan dalam kerusuhan itu juga tewas, kata Menteri Dalam Negeri Perancis, Gerald Darmanin.

Para pengunjuk rasa juga membakar gedung-gedung dan mobil-mobil di Noumea, melanggar jam malam yang telah diperpanjang hingga Kamis.

Gumpalan asap hitam tebal menutupi ibu kota itu, Rabu pagi, menurut video di media sosial. Foto-foto menunjukkan mobil-mobil yang terbakar, kebakaran di jalan, dan toko-toko dirusak dan dijarah.

"Beberapa orang dilengkapi dengan senapan berburu dengan peluru gotri sebagai amunisi. Yang lain dilengkapi dengan senapan yang lebih besar, menembakkan peluru,” kata Komisaris Tinggi Perancis untuk Kaledonia Baru, Louis Le Franc.

Lebih dari 140 orang telah ditangkap, sedangkan setidaknya 60 personel keamanan terluka dalam bentrokan antara kelompok nasionalis lokal dan pihak berwenang Perancis, menurut Le Franc.

Seorang penduduk Noumea mengatakan kepada media afiliasi CNN, Radio New Zealand (RNZ), tentang aksi pembelian berlebihan karena panik (panic buying) yang mengingatkan kita pada saat Covid-19. “Banyak kebakaran, kekerasan... tapi lebih baik saya tetap aman di rumah. Ada banyak polisi dan tentara. Saya ingin pemerintah melakukan tindakan demi perdamaian,” kata orang itu kepada RNZ, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.

Pemungutan Suara

Perancis Kolonial menguasai Kaledonia Baru tahun 1853. Permukiman orang-orang kulit putih kemudian dibangun dan masyarakat pribumi Kanak telah lama menjadi korban kebijakan segregasi yang keras. Banyak penduduk asli yang masih hidup dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi hingga saat ini.

Kekerasan mematikan sempat terjadi pada tahun 1980-an dan hal itu membuka jalan menuju Perjanjian Noumea tahun 1998, sebuah janji dari Perancis untuk memberikan otonomi politik yang lebih besar kepada komunitas masyarakat Kanak.

Sejumlah referendum diadakan dalam beberapa tahun terakhir, yaitu tahun 2018, 2020, dan 2021, sebagai bagian dari perjanjian yang menawarkan pilihan kepada pemilih di Kaledonia Baru untuk memisahkan diri dari Perancis. Hasil referendum-referendum itu menunjukkan warga tidak ingin pisah dari Perancis, tetapi proses tersebut diwarnai aksi boikot dari kelompok pro-kemerdekaan dan ada faktor pandemi Covid-19.

Daftar para pemilih telah dibekukan sejak Perjanjian Noumea. Hal itulah yang ingin diselesaikan oleh parlemen Perancis dalam pemungutan suara yang akhirnya memicu kekerasan itu.

Para anggota parlemen Perancis di Paris mendukung perubahan konstitusi, dengan suara 351 berbanding 153, guna “mencaikan" daftar pemilih di wilayah tersebut, yang memberikan hak pilih kepada penduduk Perancis yang telah berada di Kaledonia Baru selama 10 tahun terakhir.

Daftar pemilih tersebut dulu dibekukan pemerintah Perancis untuk menenangkan kelompok nasionalis Kanak yang pro-kemerdekaan, yang percaya bahwa para pendatang baru di bekas koloni tersebut, termasuk dari Perancis, melemahkan dukungan rakyat terhadap kemerdekaan.

Dua badan legislatif di parlemen Perancis perlu menyetujui perubahan konstitusi yang disahkan oleh Majelis Nasional.

Pada Selasa lalu, Perdana Menteri Perancis, Gabriel Attal mengatakan, pemerintahnya tidak akan mengadakan pertemuan parlemen untuk melakukan pemungutan suara mengenai mosi tersebut sebelum melakukan pembicaraan dengan para pemimpin komunitas Kanak, termasuk aliansi kemerdekaan besar Kanak dan Front Pembebasan Nasional Sosialis (FLNKS).

“Saya mengundang para pemimpin politik Kaledonia Baru untuk memanfaatkan kesempatan ini dan datang ke Paris untuk melakukan pembicaraan dalam beberapa minggu mendatang. Hal yang penting adalah perdamaian. Dialog itu penting. Ini tentang menemukan solusi bersama, politis dan global,” kata Attal di depan Majelis Nasional Perancis.

FLNKS mengeluarkan pernyataannya sendiri pada Rabu yang mengecam pemungutan suara di Majelis Nasional dan menyerukan diakhirinya kekerasan.

“FLNKS menghimbau para pemuda yang terlibat dalam demonstrasi ini untuk menenangkan diri dan menjamin keselamatan penduduk dan properti,” bunyi pernyataan FLNKS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com