Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu UU ‘Agen Asing’ Georgia dan Mengapa Eropa Sangat Khawatir?

Kompas.com - 15/05/2024, 14:55 WIB
Egidius Patnistik

Penulis

Sumber CNN

PARLEMEN Georgia mengesahkan undang-undang (UU) yang sangat kontroversial, yang disebut sebagai UU “agen asing”, walau ada protes luas dari masyarakat di negara bekas pecahan republik Soviet yang terletak di Pegunungan Kaukasus itu. UU tersebut disahkan Selasa (14/5/2024) setelah 84 anggota parlemen mendukung dan 30 orang lainnya menentang.

Puluhan ribu orang di Ibu Kota Georgia, Tbilisi, memprotes saat UU masih berbentuk rancangan undang-undang (RUU). Para kritikus memperingatkan bahwa UU itu mirip dengan UU agen asing yang sudah disahkan di Rusia dan dapat membahayakan upaya Georgia untuk bergabung dengan Uni Eropa.

Baca juga: Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Isi UU

UU itu akan mengharuskan organisasi, terutama lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan media independen, yang menerima pendanaan dari luar negeri lebih dari 20 persen untuk mendaftar sebagai “agen pengaruh asing” atau akan dikenakan denda yang sangat besar.

UU itu dirancang oleh Partai Georgian Dream, yang bersama para sekutunya mengendalikan parlemen.

Presiden Georgia, Salome Zourabichvili, dalam sebuah wawancara dengan CNN menyatakan UU itu “merupakan duplikat yang sama persis” dari UU yang diterapkan Rusia.

Rusia menggunakan UU sejenis untuk menekan oposisi dan suara kritis masyakarat sipil. Ada kekhawatiran, Georgia akan mengikuti jejak Rusia dalam mengurangi demokrasi dan hak asasi manusia.

Zourabichvili telah bersumpah untuk memveto UU tersebut, tetapi hal itu tampaknya tidak akan berarti banyak. Setelah parlemen Georgia mengirimkan RUU itu kepada Presiden Zourabichvili, dia mempunyai waktu dua minggu untuk melakukan veto tersebut. Namun parlemen dapat mengesampingkan keberatannya berdasarkan prinsip mayoritas sederhana. UU itu akan tetap lolos karena telah mengantongi suara mayoritas di parlemen.

Baca juga: Trump Mengaku Tak Bersalah dalam Kasus Campur Tangan Pemilu AS di Georgia

Pemerintah Georgia bersistem parlementer. Zourabichvili secara efektif hanyalah seorang kepala negara simbolis. Kekuasaan sebenarnya berada pada Perdana Menteri Irakli Kobakhidze. Pendiri Partai Georgian Dream yang juga seorang miliarder, mantan Perdana Menteri Bidzina Ivanishvili, juga memiliki pengaruh politik yang signifikan.

Mengapa Kontroversial?

UU itu meniru UU serupa di Rusia yang digunakan Kremlin untuk menekan oposisi dan masyarakat sipil. Banyak warga Georgia khawatir, UU agen asing itu akan digunakan dengan cara yang sama seperti yang diterapkan di negara tetangganya di utara: untuk menghilangkan perbedaan pendapat dan kebebasan berekspresi dengan menyerang organisasi non-pemerintah atau LSM yang punya hubungan keuangan dengan pihak-pihak luar negeri.

Georgian Dream berpendapat bahwa UU tersebut akan mendorong transparansi dan kedaulatan nasional dan telah membalas kecaman Barat atas rancangan UU tersebut.

Namun dengan disahkannya UU itu muncul pertanyaan yang lebih eksistensial: apakah masa depan Georgia terletak di Eropa atau Rusia.

Georgia, seperti Ukraina, terjebak di antara dua kekuatan geopolitik sejak mencapai kemerdekaan dari Uni Soviet tahun 1991.

Banyak warga Georgia yang merasakan permusuhan mendalam terhadap Kremlin, yang menginvasi Georgia tahun 2008 dan menduduki sekitar 20 persen wilayah negara itu yang diakui secara internasional – hampir sama dengan wilayah yang diduduki Rusia di Ukraina.

Georgian Dream telah lama dituduh sebagai pihak yang pro-Rusia, terutama mengingat Ivanishvili memperoleh kekayaannya di Uni Soviet.

Kata Warga Georgia

Jajak pendapat menunjukkan bahwa sekitar 80 persen warga Georgia mendukung untuk bergabung dengan Uni Eropa dibandingkan bergabung dengan Kremlin. Banyak dari mereka yang mendukung untuk mempererat hubungan dengan negara-negara Barat telah turun ke jalan-jalan, berunjuk rasa.

Demonstrasi massal menentang UU tersebut, termasuk saat masih sebagai RUU, di Tbilisi telah berlangsung setiap malam selama sebulan. Sekitar 50.000 orang turun ke jalan pada Minggu malam lalu di ibu kota negara itu, yang berpenduduk sekitar 1 juta orang, untuk menentang apa yang mereka sebut sebagai “hukum Rusia”.

Baca juga: Putin Akan Tindak Keras Agen Asing yang Ganggu Stabilitas Rusia

Ada juga aksi protes balasan. Ada yang melihat Ivanishvili menyampaikan pidato yang jarang terjadi di hadapan kerumunan pendukung yang datang ke Tbilisi dari daerah pedesaan Georgia, di mana Georgian Dream mendapat lebih banyak dukungan.

Pidato tersebut menunjukkan paranoia mendalam dan sifat otokratis. Ivanishvili mengklaim bahwa Georgia dikendalikan “seorang elite palsu yang diasuh negara asing” dan berjanji untuk mengejar lawan-lawan politiknya setelah pemilu bulan Oktober mendatang.

Kata Negara Lain

Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS), Jake Sullivan, menulis di X bahwa Washington “sangat khawatir dengan kemunduran demokrasi di Georgia”.

“Anggota parlemen Georgia menghadapi pilihan penting – apakah akan mendukung aspirasi rakyat Georgia di Euro-Atlantik atau mengesahkan undang-undang agen asing ala Kremlin yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi,” katanya. “Kami mendukung rakyat Georgia.”

Kremlin mengklaim bahwa UU tersebut digunakan untuk “memprovokasi sentimen anti-Rusia,” dan menambahkan bahwa protes terhadap UU tersebut dipicu oleh pengaruh “luar”.

“Ini adalah praktik normal yang dilakukan oleh sejumlah negara yang melakukan segalanya untuk melindungi diri mereka dari pengaruh luar, dari pengaruh asing terhadap politik dalam negeri. Dan semua negara mengambil tindakan dalam satu atau lain bentuk, namun semua rancangan UU ini memiliki tujuan yang sama,” kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, pada April lalu.

“Sekali lagi, jangan menghubungkan RUU ini dan keinginan untuk mengamankan politik internal Georgia dengan pengaruh Rusia; ini bukan kasusnya."

Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, mengatakan dalam sebuah pernyataan awal bulan ini bahwa dia mengikuti perkembangan di George dengan “keprihatinan besar” dan menegaskan kembali kegelisahan Brussel terhadap UU tersebut.

“Georgia berada di persimpangan jalan. Ini harus tetap berada di jalur menuju Eropa,” katanya.

Berdampak pada Peluang Georgia Bergabung dengan UE?

Georgia pertama kali mengajukan permohonan untuk menjadi anggota Uni Eropa (UE) tahun 2022 dan diberikan status kandidat pada Desember tahun yang sama. Itu sebuah langkah penting tetapi masih merupakan langkah awal dalam proses menjadi anggota blok tersebut. Namun, Brussels mengatakan bulan lalu bahwa pengesahan UU tersebut akan “berdampak negatif” pada jalan Georgia menuju keanggotaan UE

“Georgia memiliki masyarakat sipil yang dinamis yang berkontribusi terhadap keberhasilan kemajuan negara itu menuju keanggotaan UE. UU yang diusulkan akan membatasi kapasitas organisasi masyarakat sipil dan media untuk beroperasi secara bebas, dapat membatasi kebebasan berekspresi dan memberikan stigma yang tidak adil terhadap organisasi yang memberikan manfaat kepada warga Georgia,” kata para pejabat Uni Eropa.

“UE mendesak Georgia untuk menahan diri dari mengadopsi UU yang dapat membahayakan jalur Georgia di UE, sebuah jalur yang didukung oleh mayoritas warga negara Georgia.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com