Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasang Surut Hubungan Rusia dan Korea Utara

Kompas.com - 26/02/2024, 16:34 WIB
Paramita Amaranggana,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

PRESIDEN Rusia, Vladimir Putin, mengirim sebuah mobil untuk Presiden Korea Utara, Kim Jong Un, pada Minggu (18/2/2024). Mobil yang dikirim Putin jenis limosin merk Aurus, tipe yang sama dengan yang digunakan Putin.

Sejak invasi Rusia ke Ukraina tahun 2022, hubugan Rusia-Korea Utara semakin dekat. Korea Utara disebut telah memasok Rusia dengan roket dan rudal balistik, mengacuhkan sanksi internasional yang dijatuhkan kepada mereka.

CNN melaporkan, pejabat intelijen AS khawatir tentang implikasi jangka panjang dari apa yang tampaknya menjadi tingkat kemitraan strategis baru antara Korea Utara dan Rusia. Dalam beberapa minggu terakhir, Rusia telah beberapa kali meluncurkan rudal balistik jarak pendek yang dipasok Korea Utara ke target-target di Ukraina.

Baca juga: Keakraban Putin dan Kim Jong Un, Diberi Mobil Mewah Tanpa Syarat

Hubungan Rusia dengan Korea Utara sebenarnya tidak selalu hangat seperti saat ini. Keduanya telah mengalami hubungan yang pasang-surut.

Lini Masa Hubungan Rusia-Korea Utara

1945-1948: Pemerintahan kolonial Jepang di Semenanjung Korea berakhir setelah kekalahan Tokyo dalam Perang Dunia II tahun 1945. Semenanjung Korea akhirnya dibagi menjadi dua bagian: Korea Utara yang didukung Soviet dan Korea Selatan yang didukung AS. Militer Soviet mengangkat Kim Il Sung, mantan pemimpin gerilya yang melawan pasukan Jepang di Manchuria, menjadi pemimpin di Korea Utara.

1950-1953: Pasukan Kim Il Sung melancarkan serangan mendadak terhadap Korea Selatan pada Juni 1950. Serangan itu memicu Perang Korea. Konflik itu melibatkan pasukan dari Republik Rakyat Tiongkok yang baru dibentuk, didukung angkatan udara Soviet. Pasukan dari Korea Selatan, Amerika Serikat, dan negara-negara lain di bawah pimpinan PBB berjuang untuk menghadapi invasi tersebut. Gencatan senjata tahun 1953 menghentikan pertempuran dan meninggalkan Semenanjung Korea dalam keadaan teknis perang.

Pertengahan 1950-an hingga 1960-an: Uni Soviet terus memberikan bantuan ekonomi dan militer kepada Korea Utara, tetapi hubungan mereka memburuk ketika Kim Il Sung dengan keras membersihkan faksi pro-Soviet dan pro-Tiongkok dalam kepemimpinannya untuk mengonsolidasikan kekuasaannya. Moskwa mengurangi bantuan tetapi tidak memutuskannya hingga akhir Perang Dingin.

1970-an: Saat persaingan antara Uni Soviet dan Tiongkok semakin intensif, Korea Utara mengadopsi kebijakan "kedekatan seimbang" yang memungkinkannya memanfaatkan persaingan antara dua raksasa komunis yang saling bermusuhan untuk mendapatkan lebih banyak bantuan dari keduanya. Pyongyang juga berusaha mengurangi ketergantungannya pada Moskwa dan Beijing, tetapi serangkaian kegagalan kebijakan setelah meminjam dari pasar keuangan internasional mendorong ekonomi Korea Utara ke dalam keterpurukan selama beberapa dekade.

1980-an: Setelah Mikhail Gorbachev naik ke tampuk kekuasaan, Uni Soviet mulai mengurangi bantuan kepada Korea Utara dan mendukung rekonsiliasi dengan Korea Selatan. Seoul juga memperluas hubungan diplomatiknya dengan negara-negara komunis di Eropa Timur, meninggalkan Pyongyang semakin terisolasi.

1990-an: Runtuhnya Uni Soviet tahun 1991 sekaligus menghilangkan pendukung ekonomi dan keamanan utama Korea Utara. Pemerintahan pasca-komunis di Moskwa yang dipimpin Presiden Boris Yeltsin tidak menunjukkan antusiasme untuk terus memberikan bantuan dan subsidi perdagangan kepada Korea Utara.

Moskwa menjalin hubungan diplomatik resmi dengan Seoul dengan harapan menarik investasi dari Korea Selatan. Aliansi militer era Soviet dengan Korea Utara pun berakhir. Kim Il Sung meninggal tahun 1994, dan Korea Utara mengalami kelaparan hebat pada akhir 1990-an. Jumlah orang yang meninggal karena kelaparan diperkirakan mencapai ratusan ribu.

Awal 2000-an: Setelah terpilih sebagai presiden Rusia tahun 2000, Vladimir Putin aktif memulihkan hubungan Rusia dengan Korea Utara. Putin mengunjungi Pyongyang pada Juli tahun itu untuk bertemu dengan Kim Jong Il, pemimpin Korea Utara generasi kedua. Kedua pemimpin tersebut menyusun rencana pertahanan bersama. Kunjungan ini dianggap sebagai pernyataan Rusia bahwa negara tersebut akan bekerja untuk mengembalikan pengaruh tradisionalnya karena kesenjangan antara Moskwa dan Barat dalam isu keamanan semakin membesar. Putin menjadi tuan rumah pertemuan lanjutan dengan Kim Jong Il di Rusia pada tahun 2001 dan 2002.

Pertengahan hingga akhir 2000-an: Meskipun hubungannya lebih hangat, Rusia dua kali mendukung sanksi Dewan Keamanan PBB terhadap Korea Utara terkait program senjata nuklir dan rudal yang pada saat itu masih berkembang. Rusia ikut serta dalam pembicaraan yang bertujuan untuk membujuk Korea Utara agar meninggalkan program nuklirnya dengan imbalan keamanan dan manfaat ekonomi. Pembicaraan ini, yang juga melibatkan AS, Tiongkok, Korea Selatan, dan Jepang, berhenti pada Desember 2008.

2011-2012: Beberapa bulan setelah pertemuan puncak dengan Presiden Rusia saat itu, Dmitry Medvedev, pada Agustus 2011, Kim Jong Il wafat. Putranya, Kim Jong Un, menggantikannya sebagai pemimpin Korea Utara. Tahun 2012, Rusia setuju untuk menghapus 90 persen dari utang Korea Utara yang diperkirakan mencapai 11 miliar dollar AS.

2016-2017: Kim Jong Un mempercepat uji coba senjata nuklir dan rudal Korea Utara.  Rusia mendukung sanksi Dewan Keamanan yang ketat, termasuk pembatasan pasokan minyak dan penindakan ekspor tenaga kerja Korea Utara.

2018-2019: Kim Jong Un memulai diplomasi dengan Washington dan Seoul untuk memanfaatkan program nuklirnya demi keuntungan ekonomi. Ia juga mencoba meningkatkan hubungan dengan sekutu lamanya, Tiongkok dan Rusia. Setelah pertemuan keduanya dengan Presiden AS Donald Trump gagal akibat sanksi yang dikeluarkan AS terhadap Korea Utara, Kim Jong Un melakukan kunjungan ke Vladivostok, Rusia Timur, untuk pertemuan pertamanya dengan Putin pada April 2019. Mereka berjanji untuk memperluas kerja sama, tetapi pertemuan itu tidak menghasilkan hasil yang substansial.

2022: Korea Utara memanfaatkan perang Rusia di Ukraina sebagai distraksi untuk meningkatkan uji coba senjatanya. Secara bersamaan, Korea Utara menyalahkan Amerika Serikat atas konflik Rusia-Ukraina tersebut. Pyongyang menyatakan bahwa "kebijakan hegemonik" Barat memberikan alasan kepada Putin untuk mempertahankan Rusia dengan mengirim pasukan ke negara tetangga. Korea Utara bergabung dengan Rusia dan Suriah dalam mengakui kemerdekaan dua wilayah yang didukung Moskwa di Ukraina Timur dan mengisyaratkan minat untuk mengirim pekerja konstruksi ke wilayah tersebut demi membantu dalam upaya pembangunan. Rusia dan Tiongkok menghalangi upaya yang dipimpin AS di Dewan Keamanan untuk memperkuat sanksi terhadap Korea Utara terkait uji coba rudal yang semakin intensif.

12 September 2023: Kim Jong Un tiba di Rusia untuk bertemu Putin. Diperkirakan dia mencari bantuan ekonomi Rusia dan teknologi militer sebagai imbalan untuk persediaan amunisi guna mendukung perang Rusia di Ukraina. Pertemuan ini menyusul kunjungan Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu, ke Korea Utara pada Juli dan kehadirannya dalam parade militer besar di mana Kim memamerkan rudal jarak jauh yang dirancang untuk menargetkan daratan AS.

16 Januari 2024: Menteri Luar Negeri Korea Utara bertemu Presiden Vladimir Putin di Moskwa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com