Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Dokter Korea Selatan, Ada Apa Sebenarnya?

Kompas.com - 01/03/2024, 06:00 WIB
Paramita Amaranggana,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

Dampak dari hal tersebut, pemerintah terpaksa memperpanjang jam kerja di lembaga medis, membuka ruang gawat darurat di rumah sakit militer untuk umum, dan memberikan izin kepada perawat untuk melakukan beberapa prosedur medis yang biasanya hanya dilakukan dokter.

Seorang warga lokal melaporkan kepada Reuters bahwa dia telah ditolak oleh tiga rumah sakit sampai akhirnya diterima oleh rumah sakit umum di Seoul, padahal, pasien tersebut membutuhkan tindakan operasi segera pada kakinya yang mengalami patah tulang.

Seorang pasien lain bernama Lee Joo-Hyung menyampaikan kekhawatirannya akibat adanya mogok kerja para dokter itu. Lee Joo-Hyung yang memiliki penyakit asma khawatir akan kesulitan menemukan dokter untuk membantunya dalam tiga bulan ke depan.

Ironisnya lagi, seorang lansia di Korea Selatan dikabarkan tewas setelah ambulans yang mengangkutnya ditolak berbagai rumah sakit karena adanya mogok kerja. Kasus ini masih berada dalam investigasi pemerintah.

Para pengamat mengatakan, stabilitas layanan kesehatan Korea Selatan akan semakin terpuruk jika mogok terjadi terlalu lama. Jika dokter senior juga ikut bergabung dengan protes itu, hal  yang mungkin saja terjadi, maka kondisi akan ikut semakin terpuruk.

Sejumlah orang mengatakan bahwa para dokter muda yang mogok kerja itu sebenarnya hanya khawatir upahnya akan semakin berkurang jika jumlah dokter ditambahkan. Dokter sebenarnya termasuk profesi yang dibayar tinggi di Korea Selatan, dan pemogokan para dokter magang sejauh ini gagal memenangkan dukungan publik, dengan survei yang menunjukkan sekitar 80 persen responden cenderung mendukung rencana perekrutan pemerintah.

Sebagai respons terhadap krisis itu, pemerintah mengeluarkan perintah bagi para dokter tersebut untuk segera kembali bekerja. Bagi yang menolak mematuhi perintah, lisensi medis mereka akan ditangguhkan hingga satu tahun dan bisa dipenjara tiga tahun atau denda 30 juta won. Mereka yang menerima hukuman penjara juga akan dicabut lisensi medisnya.

Walau demikian, beberapa pengamat mengatakan, pihak berwenang kemungkinan akan membatasi hukuman untuk para pemimpin mogok kerja karena takut akan adanya tekanan lebih lanjut pada operasi rumah sakit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com