KOMPAS.com - Ancaman serangan nuklir AS, baik selama dan pasca-Perang Korea, mungkin telah mendorong Kim Il Sung, pendiri Korea Utara untuk meluncurkan program senjata nuklirnya sendiri.
Program nuklir ini dimulai dengan bantuan dari Uni Soviet pada 1960-an.
China juga memberikan berbagai jenis dukungan selama dua dekade berikutnya, dan Abdul Qadeer Khan dari Pakistan tampaknya menyediakan peralatan pengayaan uranium dan desain hulu ledak.
Baca juga: AS dan Negara-negara Teluk Menuduh Iran Memicu Krisis Nuklir
Dilansir Britannica, pusat program nuklir Korea Utara berada di Yongbyon, sekitar 100 km (60 mil) di utara ibu kota Pyongyang.
Fasilitas utamanya meliputi reaktor yang mulai beroperasi pada 1986, pabrik pemrosesan ulang, dan pabrik fabrikasi bahan bakar.
Reaktor 5 megawatt mampu menghasilkan sekitar 6 kg (13 pon) plutonium per tahun.
Badan Intelijen Pusat AS menyimpulkan pada awal 1990-an bahwa Korea Utara telah secara efektif bergabung dengan kekuatan nuklir lainnya.
Mereka membangun satu atau mungkin dua senjata dari plutonium yang telah diproduksi sebelum tahun 1992.
Baca juga: Uni Eropa Terpecah soal Klasifikasi Nuklir sebagai Energi Ramah Lingkungan
Dari tahun 1994 hingga 2002, sebagai hasil kesepakatan dengan Amerika Serikat, program nuklir Korea Utara secara efektif dibekukan dan reaktor nuklirnya ditutup.
Pada Oktober 2002, AS menuduh Korea Utara telah melanjutkan program nuklir militernya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.