Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Cara Presiden AS Mengaktifkan Tombol Nuklir, Bisa Saat Perang atau Sedang Marah

Kompas.com - 28/09/2021, 15:47 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Isu tentang pengaktifan tombol nuklir oleh Presiden Amerika Serikat sempat gencar muncul ketika Donald Trump kalah dalam pilpres AS 2020.

Kala itu, Ketua DPR Nancy Pelosi sampai menghubungi jenderal tinggi Pentagon, Mark Milley, untuk memastikan Trump yang sedang kalut tidak menggunakan tombol nuklir.

Menurut konstitusi AS, presiden adalah satu-satunya orang yang memiliki wewenang utama untuk memerintahkan serangan nuklir.

Baca juga: Kisah Hisashi Ouchi, Manusia yang Dipaksa Hidup Tersiksa dengan Radiasi Besar di Tubuhnya

Tombol nuklirnya sendiri berupa kode rahasia, dan tidak ada satu orang pun selain presiden yang bisa ikut campur.

Kongres, para pemimpin Pentagon, barisan jenderal, apalagi warga sipil, tidak bisa mengintervensi keputusan presiden untuk mengaktifkan tombol nuklir.

Kantor berita AFP pada 8 Januari 2021 mewartakan, ke mana pun presiden AS bepergian, dia ditemani oleh seorang ajudan yang membawa Football Nuclear atau "koper nuklir".

Tas itu berisi instruksi, rencana serangan, dan kode untuk memulai serangan nuklir yang hanya dapat digunakan oleh presiden.

Mengingat kebutuhan untuk mempertimbangkan tindakan, peralatan apa yang akan digunakan, dan target mana yang dipilih, keputusan seperti itu biasanya dilakukan dengan berkonsultasi dulu dengan kepala pertahanan.

Seorang ajudan militer membawa koper nuclear football yang berisi kode rahasia dan prosedur peluncuran serangan nuklir oleh presiden Amerika Serikat, untuk diangkut ke helikopter Marine One di South Lawn, Gedung Putih, 3 Februari 2017.AFP PHOTO/BRENDAN SMIALOWSKI Seorang ajudan militer membawa koper nuclear football yang berisi kode rahasia dan prosedur peluncuran serangan nuklir oleh presiden Amerika Serikat, untuk diangkut ke helikopter Marine One di South Lawn, Gedung Putih, 3 Februari 2017.
Akan tetapi, begitu presiden memutuskan - entah setelah banyak pertimbangan atau dalam keadaan marah - baik militer maupun Kongres tidak dapat menolak perintah ini, kata laporan pada Desember 2020 tentang komando dan kontrol nuklir dari Congressional Research Service.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Uji Coba Nuklir Terdahsyat Korea Utara

Pengaktifan tombol nuklir harus legal

Satu-satunya batasan pada presiden AS, dalam hal ini, adalah legalitas serangan. Hukum perang akan memungkinkan pejabat militer untuk menolak melaksanakan perintah dalam melakukan sesuatu yang ilegal.

"Tetapi, pertanyaan tentang legalitas perintah - apakah itu konsisten dengan persyaratan, di bawah hukum konflik bersenjata untuk kebutuhan, proporsionalitas, dan perbedaan - lebih cenderung mengarah pada konsultasi dan perubahan dalam perintah presiden, daripada ke penolakan oleh militer untuk melaksanakan perintah itu," menurut laporan Congressional Research Service.

Jika presiden memang memutuskan untuk memerintahkan serangan nuklir, dia biasanya akan berkonsultasi dengan kepala militer tentang pilihannya.

Dalam "koper nuklir", presiden AS akan disediakan opsi untuk menyerang dan peralatan komunikasi guna memerintahkannya secara resmi.

Presiden AS bakal menggunakan kartu kode unik untuk dirinya sendiri, yang disebut "biskuit", untuk mengesahkan identitasnya sebagai panglima yang diberi wewenang memerintahkan serangan nuklir.

Tampilan koper nuclear football yang berisi kode rahasia dan prosedur serangan nuklir milik presiden Amerika Serikat.WIKIMEDIA COMMONS via LAD BIBLE Tampilan koper nuclear football yang berisi kode rahasia dan prosedur serangan nuklir milik presiden Amerika Serikat.
Perintah peluncuran nuklir kemudian akan dikirim ke Komando Strategis AS. Di sana, ada perwira yang mengonfirmasi perintah berasal dari presiden dan eksekusi akan dilakukan.

Baca juga: Bom Habis, Pasukan AS Jatuhkan Banyak Toilet Bekas di Perang Vietnam

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Genosida Armenia, Apa Itu?

Genosida Armenia, Apa Itu?

Internasional
Mengapa Persia Berubah Nama Menjadi Iran

Mengapa Persia Berubah Nama Menjadi Iran

Internasional
Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Internasional
Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Internasional
Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Internasional
Mengenal Kelompok-kelompok Pro-Palestina di AS

Mengenal Kelompok-kelompok Pro-Palestina di AS

Internasional
Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Internasional
Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Internasional
Apa Status Palestina di PBB?

Apa Status Palestina di PBB?

Internasional
Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Internasional
Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Internasional
Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Internasional
Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com