WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Isu tentang pengaktifan tombol nuklir oleh Presiden Amerika Serikat sempat gencar muncul ketika Donald Trump kalah dalam pilpres AS 2020.
Kala itu, Ketua DPR Nancy Pelosi sampai menghubungi jenderal tinggi Pentagon, Mark Milley, untuk memastikan Trump yang sedang kalut tidak menggunakan tombol nuklir.
Menurut konstitusi AS, presiden adalah satu-satunya orang yang memiliki wewenang utama untuk memerintahkan serangan nuklir.
Baca juga: Kisah Hisashi Ouchi, Manusia yang Dipaksa Hidup Tersiksa dengan Radiasi Besar di Tubuhnya
Tombol nuklirnya sendiri berupa kode rahasia, dan tidak ada satu orang pun selain presiden yang bisa ikut campur.
Kongres, para pemimpin Pentagon, barisan jenderal, apalagi warga sipil, tidak bisa mengintervensi keputusan presiden untuk mengaktifkan tombol nuklir.
Kantor berita AFP pada 8 Januari 2021 mewartakan, ke mana pun presiden AS bepergian, dia ditemani oleh seorang ajudan yang membawa Football Nuclear atau "koper nuklir".
Tas itu berisi instruksi, rencana serangan, dan kode untuk memulai serangan nuklir yang hanya dapat digunakan oleh presiden.
Mengingat kebutuhan untuk mempertimbangkan tindakan, peralatan apa yang akan digunakan, dan target mana yang dipilih, keputusan seperti itu biasanya dilakukan dengan berkonsultasi dulu dengan kepala pertahanan.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Uji Coba Nuklir Terdahsyat Korea Utara
Satu-satunya batasan pada presiden AS, dalam hal ini, adalah legalitas serangan. Hukum perang akan memungkinkan pejabat militer untuk menolak melaksanakan perintah dalam melakukan sesuatu yang ilegal.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.