Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Genosida Rwanda 1994, Konflik Hutu dan Tutsi yang Tewaskan 800.000 Orang

Kompas.com - Diperbarui 29/09/2021, 20:19 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber BBC

KIGALI, KOMPAS.com - Genosida Rwanda terjadi pada 7 April 1994 sampai 15 Juli 1994. Dalam rentang waktu tersebut diperkirakan 800.000 orang tewas.

Penyebab genosida Rwanda 1994 adalah konflik Hutu dan Tutsi.

Hutu adalah etnis mayoritas di Rwanda yang mendominasi sekitar 85 persen populasi, sedangkan Tutsi merupakan minoritas tetapi banyak menduduki sektor-sektor kepemimpinan dan pemerintahan.

Baca juga: Bendungan Lembah Berisi 30.000 Mayat Bekas Genosida Ditemukan di Rwanda

Secara ringkas, pelaku genosida Rwanda sebagian besar adalah orang Hutu yang ingin membasmi suku Tutsi.

Kronologi genosida Rwanda

Presiden Rwanda Paul Kagame kemungkinan bisa tetap menjabat Presiden sampai tahun 2034 AP Presiden Rwanda Paul Kagame kemungkinan bisa tetap menjabat Presiden sampai tahun 2034
Genosida Rwanda bermula dari wafatnya Presiden Juvenal Habyarimana yang beretnis Hutu, akibat pesawatnya ditembak jatuh di atas bandara ibu kota Kigali pada 6 April 1994.

Presiden Rwanda yang sekarang, Paul Kagame, dituding sebagai pelaku bersama beberapa teman dekatnya dengan melakukan serangan roket, karena waktu itu dia adalah pemimpin kelompok pemberontak Tutsi.

Namun, dilansir BBC, Kagame menyangkal keras tuduhan itu dan sebaliknya menuding ekstremis Hutu yang melakukannya demi memusnahkan masyarakat Tutsi.

Kematian presiden Juvenal sendiri bukan satu-satunya penyebab genosida Rwanda, yang merupakan pembersihan etnis terbesar di Afrika saat zaman modern.

Kompas Internasional mewartakan, genosida di Rwanda adalah episode pembersihan etnis terburuk sejak berakhirnya Perang Dunia II.

Melansir BBC pada 17 Mei 2011, konflik Hutu dan Tutsi di Rwanda bukan hal baru. Mereka selalu berseteru, dan terus memanas sejak masa kolonial.

Etnis Hutu dan Tutsi di Rwanda sebenarnya sangat mirip. Mereka berbicara bahasa yang sama, mendiami wilayah yang sama, dan memiliki tradisi sama.

Orang-orang memegang lilin dan berdoa bersama dalam malam peringatan 25 tahun genosida Rwanda di Stadion Amahoro, Kigali, Rwanda, Minggu (7/4/2019). Seperempat abad setelah sejarah kelam itu, kini perekonomian Rwanda sudah jauh membaik dan pada 2016 ditetapkan menjadi negeri kedua terbaik di Afrika sebagai tujuan bisnis.AFP PHOTO/YASUYOSHI CHIBA Orang-orang memegang lilin dan berdoa bersama dalam malam peringatan 25 tahun genosida Rwanda di Stadion Amahoro, Kigali, Rwanda, Minggu (7/4/2019). Seperempat abad setelah sejarah kelam itu, kini perekonomian Rwanda sudah jauh membaik dan pada 2016 ditetapkan menjadi negeri kedua terbaik di Afrika sebagai tujuan bisnis.
Namun, fisik orang Tutsi sering kali lebih tinggi dan ramping dibandingkan Hutu. Beberapa orang mengatakan, etnis Tutsi berasal dari Ethiopia.

Keyakinan itulah yang membuat mayat-mayat orang Tutsi dalam genosida Rwanda dibuang ke sungai oleh Hutu agar kembali ke Ethiopia.

Baca juga: Pahlawan Hotel Rwanda, Paul Rusesabagina, Didakwa dengan Terorisme

Lalu jika ditelusuri lebih jauh ke belakang, konflik Hutu dan Tutsi mulai memanas saat Belgia menjajah Rwanda pada 1916.

Kala itu Belgia membuat kartu identitas bagi warga setempat yang membedakan orang menurut etnisnya. Belgia menganggap Tutsi lebih unggul dari Hutu.

Tak heran, orang-orang Tutsi menyambut baik kebijakan itu, tetapi di sisi lain kebencian orang Hutu berangsur memuncak.

Ketika Tutsi menikmati kesempatan kerja dan pendidikan yang lebih baik, Hutu yang kesal berkonflik dengan mereka dalam serangkaian kerusuhan pada 1959.

Lebih dari 20.000 orang Tutsi tewas, dan banyak yang melarikan diri ke negara tetangga seperti Burundi, Tanzania, dan Uganda.

Lalu saat Belgia melepas kekuasaan dan memberikan kemerdekaan kepada Rwanda pada 1962, Hutu menggantikan mereka.

Selama puluhan tahun berikutnya, Tutsi menjadi kambing hitam atas segala krisis yang terjadi.

Seorang pria memandang sebuah foto raksasa anak-anak yang menjadi korban genosida Rwanda 20 tahun lalu, di lokasi peringatan genosida di Nyamata, di dalam sebuah gereja Katolik yang pada 1994 menjadi lokasi  pembantaian.SIMON MAINA / AFP Seorang pria memandang sebuah foto raksasa anak-anak yang menjadi korban genosida Rwanda 20 tahun lalu, di lokasi peringatan genosida di Nyamata, di dalam sebuah gereja Katolik yang pada 1994 menjadi lokasi pembantaian.
Mengapa terjadi genosida di Rwanda?

Tahun-tahun sebelum genosida Rwanda terjadi, situasi ekonomi memburuk dan presiden petahana, Juvenal Habyarimana, mulai kehilangan popularitas.

Pada saat yang sama, pengungsi Tutsi di Uganda - didukung oleh beberapa Hutu moderat - membentuk Front Patriotik Rwanda (RPF) yang dipimpin oleh Kagame.

Tujuan mereka adalah untuk menggulingkan Juvenal Habyarimana dan mengamankan hak untuk kembali ke Rwanda.

Juvenal Habyarimana memanfaatkan ancaman ini sebagai cara untuk membawa pembangkang Hutu kembali ke sisinya, dan Tutsi di Rwanda dituduh sebagai kolaborator RPF.

Pada Agustus 1993, setelah beberapa serangan dan negosiasi berbulan-bulan, kesepakatan damai ditandatangani antara Juvenal Habyarimana dan RPF, tetapi tidak banyak membantu menghentikan kerusuhan yang berlanjut.

Tatkala pesawat Habyarimana ditembak jatuh pada awal April 1994, itu adalah awal mula genosida di Rwanda.

Siapa tepatnya yang membunuh presiden - serta presiden Burundi dan banyak kepala staf bersamanya - tak kunjung diketahui dan akibatnya sangat fatal.

Baca juga: Genosida Rwanda, Kisah Anak-anak yang Kehilangan Sejarah Mereka

Foto ini memperlihatkan berbagai barang milik korban genosida Rwanda yang disimpan di Museum Peringatan Genosida Ntarama di Kigali. AFP/JACQUES NKINZINGABO Foto ini memperlihatkan berbagai barang milik korban genosida Rwanda yang disimpan di Museum Peringatan Genosida Ntarama di Kigali.
Di Kigali, pengawal presiden langsung memprakarsai kampanye pembalasan. Para pemimpin oposisi politik dibunuh, dan tak lama kemudian, genosida Rwanda berupa pembantaian Tutsi dan Hutu moderat dimulai.

Dalam beberapa jam, para rekrutan dikirim ke seluruh negeri untuk melakukan pembantaian.

Perancang awal genosida Rwanda termasuk pejabat militer, politisi, dan pengusaha, tetapi banyak orang lain tak lama setelahnya ikut bergabung.

Geng-geng terorganisir tentara pemerintah dan milisi membantai warga Tutsi di permukimannya dengan parang, atau meledakkan mereka di gereja-gereja tempat berlindung.

Rezim ekstremis etnis Hutu yang berkuasa pada 1994 tampaknya benar-benar percaya bahwa satu-satunya cara untuk mempertahankan kekuasaan adalah dengan memusnahkan etnis Tutsi sepenuhnya.

Dibantu oleh pengawal presiden dan propaganda radio, sebuah kelompok milisi tidak resmi yang disebut Interahamwe (artinya "mereka yang menyerang bersama-sama") dimobilisasi. Pada puncaknya, kelompok ini berkekuatan 30.000 orang.

Tentara dan polisi mendorong warga biasa untuk ambil bagian. Dalam beberapa kasus, warga sipil Hutu dipaksa oleh personel militer untuk membunuh tetangga mereka yang Tutsi

Orang-orang yang mau membunuh Tutsi sering diberi insentif, seperti uang atau makanan, dan beberapa dari mereka bahkan diberitahu dapat mengambil alih tanah Tutsi yang dibunuh.

Situasi genosida Rwanda semakin kacau dengan mundurnya komunitas internasional. Sebagian besar pasukan PBB mundur setelah 10 tentara dibunuh.

Sehari setelah kematian Juvenal Habyarimana, RPF memperbarui serangan mereka terhadap pasukan pemerintah, dan berbagai upaya oleh PBB untuk merundingkan gencatan senjata tidak membuahkan hasil.

Baca juga: Jaminan Ditolak, Pahlawan Hotel Rwanda Dijatuhi 13 Dakwaan Termasuk Terorisme

Kerabat dari sepuluh tentara penjaga perdamaian PBB Belgia yang melindungi perdana menteri Rwanda dan terbunuh dalam insiden genosida Rwanda, ambil bagian dalam peringatan 25 tahun genosida di Kamp Memorial Belgia Kigali di Rwanda, Senin (8/4/2019). Seperempat abad setelah sejarah kelam itu, kini perekonomian Rwanda sudah jauh membaik dan pada 2016 ditetapkan menjadi negeri kedua terbaik di Afrika sebagai tujuan bisnis.AFP PHOTO/YASUYOSHI CHIBA Kerabat dari sepuluh tentara penjaga perdamaian PBB Belgia yang melindungi perdana menteri Rwanda dan terbunuh dalam insiden genosida Rwanda, ambil bagian dalam peringatan 25 tahun genosida di Kamp Memorial Belgia Kigali di Rwanda, Senin (8/4/2019). Seperempat abad setelah sejarah kelam itu, kini perekonomian Rwanda sudah jauh membaik dan pada 2016 ditetapkan menjadi negeri kedua terbaik di Afrika sebagai tujuan bisnis.
Dampak genosida Rwanda

Genosida Rwanda berakhir pada Juli 1994 setelah RPF merebut Kigali. Pemerintah jatuh dan RPF mengumumkan gencatan senjata.

Segera setelah RPF menang, diperkirakan dua juta orang Hutu melarikan diri ke Zaire (sekarang Republik Demokratik Kongo).

Awalnya pemerintahan multi-etnis dibentuk, dengan seorang Hutu yakni Pasteur Bizimungu sebagai presiden dan Paul Kagame sebagai wakilnya.

Namun, mereka kemudian berselisih dan Bizimungu dipenjara atas tuduhan menghasut kekerasan etnis, sehingga Paul Kagame menjadi presiden.

Meskipun genosida di Rwanda telah berakhir, kehadiran milisi Hutu di RD Kongo turut menyebabkan konflik bertahun-tahun di sana, yang menyebabkan hingga lima juta kematian.

Pemerintah baru Rwanda yang dipimpin Tutsi juga dua kali menginvasi negara tetangganya yang jauh lebih besar itu, dengan alasan ingin memusnahkan pasukan Hutu.

Kelompok pemberontak Tutsi di Kongo tetap aktif, dan menolak untuk meletakkan senjata, karena merasa komunitasnya berisiko menghadapi genosida Rwanda lanjutan.

Baca juga: Pahlawan Hotel Rwanda Dipenjara 25 Tahun karena Terorisme

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Genosida Armenia, Apa Itu?

Genosida Armenia, Apa Itu?

Internasional
Mengapa Persia Berubah Nama Menjadi Iran

Mengapa Persia Berubah Nama Menjadi Iran

Internasional
Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Internasional
Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Internasional
Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Internasional
Mengenal Kelompok-kelompok Pro-Palestina di AS

Mengenal Kelompok-kelompok Pro-Palestina di AS

Internasional
Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Internasional
Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Internasional
Apa Status Palestina di PBB?

Apa Status Palestina di PBB?

Internasional
Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Internasional
Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Internasional
Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Internasional
Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com