KOMPAS.com - Turnamen badminton dunia YONEX All England tahun ini baru saja dimulai di Inggris.
Tapi sejumlah kontroversi terkait penyelenggaraannya di tengah pandemi sudah memunculkan kekecewaan untuk pecinta bulu tangkis tanah air.
Penarikan mundur kontingen badminton Indonesia secara paksa, memunculkan isu diskriminasi dalam kejuaraan olahraga yang harusnya mengedepankan spirit “fair play” dalam penyelenggaraannya.
Sejatinya turnamen olahraga dunia yang sejak lama digunakan negara-negara di dunia sebagai pemersatu dan simbol perdamaian.
All England adalah turnamen bulu tangkis pertama yang digelar di Guildford, Inggris, pada 4 April 1899.
Sejak 1984 perusahaan milik , produsen alat olahraga Jepang, membangun kemitraan untuk mendukung kejuaraan ini.
Yoneyama mengabdikan hidupnya untuk membangun dunia yang damai, khususnya melalui sektor olahraga. Pasalnya dia sendiri sudah menelan pil pahit sulitnya berada di garis depan selama perang.
Baca juga: Dubes Inggris Angkat Bicara Soal Tim Indonesia Dipaksa Mundur dari All England
Setelah selamat dari Perang Dunia II, Yoneyama kembali ke rumahnya di mana ibu dan lima saudara laki-lakinya tinggal.
Dia mengambil posisi sang Ayah, yang wafat selama perang, dan menjadi kepala rumah tangga. Saat itu, menginjak usia 22 tahun dia sudah harus menghidupi keluarganya.
Yoneyama mendirikan apa yang sekarang dikenal sebagai Yonex pada 1946 di kampung halamannya di Tsukayama di Prefektur Niigata, Jepang.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.