KOMPAS.com - Industri penerbangan dunia terus memperbaiki diri dari waktu ke waktu, sehingga terbang dengan pesawat jet menjadi sangat aman saat ini.
Adapun keandalan perjalanan udara kini tidak terlepas dari upaya peningkatan keamanan, yang kekurangannya terus diperbaiki termasuk dengan mempelajari sejumlah kecelakaan pesawat yang pernah terjadi sebelumnya.
Popular Mechanics mencatat 13 insiden kecelakaan pesawat yang mengubah penerbangan dunia, karena mendorong adanya kemajuan teknologi besar dalam keselamatan penerbangan.
Baca juga: Sejarah Penerbangan Dunia, dari Balon Udara hingga Roket
Pada 30 Juni 1956, dua pesawat (United Airlines Douglas DC-7 dan Trans World Airlines Lockheed L-1049 Super Constellation) bertabrakan di langit Grand Canyon. Semua 128 penumpang dan awak di kedua penerbangan tewas.
Setelah kejadian ini 250 juta dollar AS (Rp 3,5 triliun kurs saat ini) digelontorkan Amerika Serikat (AS) untuk mendorong peningkatan sistem kontrol lalu lintas udara (ATC). Tidak ada tabrakan antara dua pesawat di AS dalam 47 tahun setelahnya.
Badan Penerbangan Federal (FAA) selanjutnya dibentuk pada 1958 untuk mengawasi keselamatan udara.
Perbaikan lebih lanjut dilakukan setelah kecelakaan dua pesawat kembali terjadi dan menewaskan 86 orang tewas, melibatkan sebuah pesawat pribadi kecil yang masuk ke area kontrol terminal Los Angeles (1986), dengan Aeromexico DC-9.
FAA kemudian mengharuskan pesawat kecil yang memasuki area kontrol untuk menggunakan transponder, perangkat elektronik yang menyiarkan posisi dan ketinggian ke pengontrol.
Pesawat juga diharuskan memiliki TCAS II (collision-avoidance systems), yang mendeteksi potensi tabrakan dengan pesawat lain yang dilengkapi transponder, dan menyarankan pilot untuk naik atau turun sebagai tanggapan.
Baca juga: 10 Pesawat Terbang yang Mengubah Dunia
Pada 28 Desember 1978, United Airlines 173 dengan 181 penumpang, berputar-putar di dekat bandara selama satu jam, karena kru mencoba menyelesaikan masalah roda pendaratan.
Insinyur penerbangan di atas pesawat, telah memperingatkan soal pasokan bahan bakar yang berkurang dengan cepat. Tapi kapten menunggu terlalu lama untuk bertindak. DC-8 kehabisan bahan bakar dan jatuh di pinggiran kota, menewaskan 10 orang.
Sebagai tanggapan, maskapai menerapkan prosedur pelatihan Cockpit Resource Management (CRM) yang baru. Ini mendorong perubahan dalam hierarki maskapai tradisional, yang awalnya menganggap "kapten adalah dewa".
CRM terbaru menekankan kerja tim dan komunikasi di antara kru, dan sejak itu menjadi standar industri penerbangan dunia.
Baca juga: British de Havilland Comet, Pesawat Jet Komersial Pertama Dunia
Air Canada 797 sebuah DC-9. terbang pada ketinggian 33.000 kaki dalam perjalanan dari Dallas ke Toronto pada 2 Juni 1983. Tanda-tanda masalah pertama terlihat dengan munculnya gumpalan asap yang keluar dari toilet belakang.
Asap hitam tebal segera memenuhi kabin, dan pesawat mulai turun darurat. Hampir tidak bisa melihat panel instrumen karena asap, pilot mendaratkan pesawat di Cincinnati.
Tapi tak lama setelah pintu keluar dan jalur darurat dibuka, kabin meledak sebelum semua orang bisa keluar. Dari 46 orang di dalamnya, 23 meninggal.
Pesawat toilet sejak itu juga dilengkapi dengan detektor asap dan alat pemadam api otomatis. Dalam waktu 5 tahun, semua pesawat jet dilengkapi dengan lapisan penahan api pada bantalan kursi dan lampu lantai, untuk mengarahkan penumpang keluar dengan asap tebal.
Pesawat yang dibuat setelah 1988 memiliki lebih banyak bahan interior tahan api.
.
36 years ago today, June 2, 1983 Canadian folk singer Stan Rogers died with 22 other passengers while traveling on Air Canada Flight 797 (a McDonnell Douglas DC-9) after performing at the Kerrville Folk Festival. pic.twitter.com/zwQnkroCZE
— Graham Johnston (@North_Nova) June 2, 2019
Baca juga: Pesawat Supersonik, Inovasi Penerbangan dalam Perlombaan Perang Dingin
Saat Delta 191 mendekat untuk mendarat di bandara Dallas/Fort Worth pada 2 Agustus 1985, badai petir mengintai di dekat landasan pacu.
Petir menyambar di sekitar pesawat pada ketinggian 800 kaki. Pesawat jet itu juga diterjang “angin microburst” (pergerakan angin ke bawah yang kuat dan pergeseran angin yang tiba-tiba).
Akibatnya, pesawat turun dengan cepat dan menghantam tanah sekitar satu mil dari landasan pacu, menerjang jalan raya, menghancurkan kendaraan dan menewaskan pengemudi di jalan.
Pesawat kemudian berbelok ke kiri dan menabrak dua tangki air bandara yang besar. Di dalam pesawat, 134 dari 163 orang tewas.