7 tahun lamanya NASA/FAA melakukan penelitian, yang menghasilkan detektor variasi kecepatan dan arus angin canggih dalam pesawat. Alat ini selanjutnya menjadi perlengkapan standar pada pesawat pertengahan 1990-an.
Baca juga: Siapakah Orang Pertama yang Menerbangkan Pesawat?
Pada 1989, penerbangan United Airlines 232 mengalami kegagalan mesin di bagian ekor DC-10. Saluran hidrolik pesawat terputus dan membuat pesawat hampir tidak dapat dikendalikan.
Saat pilot berusaha mendarat di bandara terdekat, pesawat berisi 296 orang itu terguling dari landasan pacu dan terbakar. Ajaibnya 185 penumpang di dalamnya selamat.
Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS (NTSB) melaporkan kecelakaan itu disebabkan oleh kegagalan mekanik untuk mendeteksi retakan pada cakram kipas, yang juga menyoroti bahan paduan titanium.
Kecelakaan itu membuat FAA memerintahkan modifikasi sistem hidrolik DC-10 (pesawat ini sudah dihapus oleh banyak maskapai penerbangan), dan mengubah cara inspeksi mesin dilakukan selanjutnya.
#OTD in 1989 | The tail-mounted engine of United Airlines Flight 232 (McDonnell Douglas DC-10-10) explodes, causing a total loss of hydraulics and flight controls. By varying engine thrust, the crew saves the lives of 184 of the 296 on board by crash-landing in Sioux City, Iowa. pic.twitter.com/cpa7CJlJZI
— Air Crash Investigation (@AirCrash_) July 19, 2021
Baca juga: Wanita Ini Menyusui Kucing di Pesawat, Sempat Gegerkan Maskapai
Aloha Airlines Flight 243, sebuah Boeing 737 berusia 19 tahun yang melemah, terbang di ketinggian 24.000 kaki pada 28 April 1988.
Perjalanan singkat dari Hilo, Hawaii, ke Honolulu, berubah mengerikan setelah sebagian besar badan pesawatnya terkoyak di udara. Alhasil, puluhan penumpang terbang dengan pesawat terbuka.
Ajaibnya, sisa pesawat bertahan cukup lama sehingga pilot bisa mendaratkan pesawat dengan selamat. Hanya satu orang tewas, yaitu seorang pramugari yang terlempar keluar dari pesawat.
NTSB menyalahkan kombinasi korosi dan kerusakan badan pesawat yang meluas, hasil dari siklus tekanan berulang selama penerbangan 89.000-plus pesawat.
Sebagai tanggapan, FAA memulai Program Penelitian Pesawat Penuaan Nasional pada 1991, yang memperketat persyaratan inspeksi dan perawatan untuk pesawat dengan penggunaan tinggi dan siklus tinggi.
Baca juga: China Akhirnya Mengizinkan Pesawat Boeing 737 Max Mengudara Lagi
Boeing 737 US Air 427 tiba-tiba berguling ke kiri dan jatuh 5.000 kaki ke tanah saat mulai mendekati darat di Pittsburgh pada 8 September 1994. Semua 132 orang di dalamnya tewas.
Kotak hitam pesawat mengungkap bahwa kemudi tiba-tiba pindah ke posisi kiri penuh, sehingga memicu pesawat terguling. Butuh waktu hampir lima tahun bagi NTSB untuk menyimpulkan bahwa katup yang macet dalam sistem kontrol menyebabkan kemudi terbalik.
Boeing menghabiskan 500 juta dollar AS (Rp 7,1 triliun kurs saat ini) untuk memperbaiki 2.800 pesawat jet paling populer di dunia miliknya. Sementara Kongres AS mulai mengesahkan Undang-Undang Bantuan Keluarga Bencana Penerbangan, yang mengalihkan pelayanan korban ke NTSB.
Pada 11 Mei 1996, ValuJet 592 yang terbakar tidak dapat mendaratkan pesawat tepat waktu, dan 110 orang tewas.
Kebakaran di DC-9 ini disebabkan oleh api dari generator oksigen kimia yang dikemas secara ilegal oleh SabreTech, kontraktor pemeliharaan maskapai tersebut.
Insiden ini memacu FAA mendorong peningkatan perlindungan pada kompartemen kargo jet penumpang. Semua pesawat komersial juga wajib memiliki detektor asap dan alat pemadam api otomatis di ruang kargo. Sekaligus memperkuat aturan untuk tidak membawa kargo berbahaya di pesawat.
#OTD in 1996, ValuJet Flight 592 (N904VJ) McDonnell Douglas DC-9-32 crashed in the Everglades after takeoff due to the accidental activation of poorly packaged dangerous cargo leading to in-flight fire & loss of control. Killing all 110. Featured in ACI Season 12 Fire in the Hold pic.twitter.com/gQ829jNqz5
— Air Disasters (@AirCrashMayday) May 11, 2019
Baca juga: Dapat Ancaman Bom, Pesawat Malaysia Airlines Mendarat Darurat di Bangladesh
Pada 17 Juli 1996, TWA Flight 800 sebuah Boeing 747 dari New York menuju Paris, meledak di udara. Semua 230 penumpang tewas dan menimbulkan kontroversi besar.
NTSB menepis kemungkinan serangan bom atau rudal teroris, setelah dengan susah payah memasang kembali puing-puing,
Disimpulkan bahwa ada asap dari tangki bahan bakar sayap tengah pesawat yang hampir kosong. Itu kemungkinan besar terbakar setelah korsleting di bundel kawat menimbulkan percikan api di sensor pengukur bahan bakar.
FAA sejak itu mengamanatkan perubahan untuk mengurangi percikan dari kabel yang rusak dan sumber lainnya.
Sementara itu, Boeing mengembangkan “fuel-inerting system”, yang menyuntikkan gas nitrogen ke tangki bahan bakar untuk mengurangi kemungkinan ledakan. Sistem itu selanjutnya dipasang di semua pesawat yang baru dibuat.
Baca juga: Boeing 737 Tabrak Kawanan Burung Saat Akan Mendarat, Bangkai dan Darah Berceceran di Bodi Pesawat
Sekitar satu jam setelah lepas landas pada 2 September 1998, pilot Penerbangan Swissair 111 dari New York ke Jenewa, mencium bau asap di kokpit.