Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Demokrasi Hong Kong Semakin Terancam

Kompas.com - 22/03/2024, 10:43 WIB
Paramita Amaranggana,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

HONG KONG merupakan bagian dari negara China. Namun, Hong Kong memegang status khusus yang membuatnya sangat berbeda dari wilayah-wilayah lain di China.

Status ini, yang disebut dengan Wilayah Administrasi Khusus (SAR), berangkat dari sebuah konsep “satu negara, dua sistem”. Status ini memberikan Hong Kong kendali tinggi atas sistem politik dan ekonomi di wilayahnya. Inilah mengapa Hong Kong dapat memiliki mata uang sendiri, yaitu dollar Hong Kong, sedangkan China memiliki mata uang yuan.

Sampai saat ini, terdapat dua wilayah dengan status SAR di China: Hong Kong dan Macau.

Pemberian status SAR dipengaruhi oleh adanya riwayat kolonialisme Barat yang mengakibatkan penerapan sistem kapitalis dan tata kelola politik gaya Barat di kedua wilayah tersebut. Hal itu berbanding terbalik dengan pendekatan komunis yang dimiliki China.

Baca juga: China Kecewa Pernyataan Para Pemimpin G7 yang Dukung Otonomi Hong Kong

Hong Kong khususnya, memiliki sejarah panjang dengan kolonialisme Inggris. Pada tahun 1842, Pulau Hong Kong diambil alih dari China oleh Inggris melalui Perjanjian Nanjing yang sekaligus menandai berakhirnya Perang Candu Pertama.

Saat komunisme mulai mendominasi di China tahun 1949, Hong Kong menjadi tujuan pelarian bagi warga China daratan yang ingin berada di bawah kungkungan komunisme.

Setelah lebih dari 150 tahun lamanya Hong Kong berada di bawah pemerintahan Inggris,  pada 1 Juli 1997 Hong Kong akhirnya dikembalikan kepada China dan sekaligus juga diberikan status SAR.

Dengan status SAR, kebebasan seharusnya menjadi satu hal yang dapat diagung-agungkan di Hong Kong. Meski demikian, apa yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir justru menyebabkan ribuan warga memilih untuk meninggalkan Hong Kong.

Demokrasi Hong Kong Terancam

Tahun 2019, warga Hong Kong pro-demokrasi melakukan protes besar-besaran setelah Beijing mengeluarkan undang-undang (UU) yang akan memungkinkan Hong Kong menahan dan memindahkan orang-orang yang dicari di negara-negara dan wilayah-wilayah yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi formal, termasuk dengan Taiwan dan China daratan.

Carrie Lam, kepala eksekutif Hong Kong, mengatakan UU itu sangat dibutuhkan untuk mengadili seorang pria Hong Kong yang ditahan di Taiwan atas pembunuhan pacarnya.
Para kritikus berpendapat, UU tersebut akan memungkinkan siapapun di Hong Kong untuk ditangkap dan ditahan di China daratan, di mana hakim harus mengikuti perintah Partai Komunis. Mereka khawatir UU baru itu tidak hanya menargetkan kriminal tetapi juga aktivis politik.

Rencana ekstradisi itu berlaku untuk 37 jenis kejahatan, tidak termasuk hal-hal yang bersifat politis. Meski begitu, para kritikus khawatir UU tersebut justru akan melegalkan penculikan ke China daratan seperti yang terjadi di Hong Kong dalam beberapa tahun terakhir.

Protes warga terhadap UU ekstradisi berlangsung hingga tahun 2020 yang puncaknya terjadi ketika Beijing mengenakan UU Keamanan Nasional kepada Hong Kong. Inti dari UU itu adalah membatasi perbedaan pendapat dengan maksud menjaga stabilitas.

Namun, UU itu justru dipandang sebagai usaha untuk mencurangi otonomi Hong Kong. Beberapa kritikus bahkan menyebut UU ini “akhir dari Hong Kong”.

Semenjak dikeluarkannya UU tersebut, wajah Hong Kong kian berubah. Tingkat migrasi dari Hong Kong semakin meningkat. Sebuah penelitian menemukan, ada peningkatan perpindahan warga Hong Kong yang didorong oleh berubahnya perasaan percaya dan aman terhadap hukum dan sistem yang berlaku.

Baca juga: Jimmy Lai, Aktivis Pro-Demokrasi Hong Kong Dihukum 13 Bulan Penjara

Para aktivis pro-demokrasi, advokat hak asasi manusia, dan warga yang berada di luar negeri sangat menyayangkan terkikisnya kebebasan di Hong Kong.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Genosida Armenia, Apa Itu?

Genosida Armenia, Apa Itu?

Internasional
Mengapa Persia Berubah Nama Menjadi Iran

Mengapa Persia Berubah Nama Menjadi Iran

Internasional
Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Internasional
Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Internasional
Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Internasional
Mengenal Kelompok-kelompok Pro-Palestina di AS

Mengenal Kelompok-kelompok Pro-Palestina di AS

Internasional
Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Internasional
Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Internasional
Apa Status Palestina di PBB?

Apa Status Palestina di PBB?

Internasional
Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Internasional
Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Internasional
Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Internasional
Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com