Pada hari-hari pertama perang, Mesir mengatakan pelintasan perbatasan Rafah terbuka tetapi tidak dapat dioperasikan karena pengeboman Israel di Gaza. Setelah perselisihan mengenai kondisi pengiriman bantuan yang terdampar di wilayah Mesir, konvoi bantuan kemanusiaan pertama menyeberang ke Gaza pada 21 Oktober.
Jumlah truk bantuan yang melewati Rafah rata-rata 14 truk setiap hari, kata para pejabat bantuan PBB. Jumlah itu sangat sedikit dari perkiraan mereka berjumlah 100 truk yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Dalam kondisi normal, lebih dari 400 truk masuk ke Gaza setiap hari – melalui berbagai rute – untuk memasok kebutuhan bagi 2,3 juta orang Gaza.
Putus asa karena tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok seperti roti mendorong warga Gaza masuk ke gudang PBB pada 29 Oktober untuk mengambil tepung dan barang-barang lainnya.
Para pejabat bantuan mengatakan, peran utama pelintasan Rafah di masa lalu adalah sebagai tempat pelintasan sipil dan tidak diperlengkapi untuk operasi bantuan skala besar.
Para pejabat Mesir mengatakan, prosedur inspeksi Israel “menunda secara signifikan kedatangan bantuan”.
Truk bantuan melewati gerbang perbatasan Mesir di Rafah sebelum melaju sejauh lebih dari 40 km ke pelintasan Mesir-Israel di Al-Awja/Nitzana untuk diperiksa, sebagaimana disepakati dalam negosiasi dengan Israel. Truk-truk kembali ke Mesir dalam keadaan kosong, dan bantuan tersebut dimuat kembali ke truk-truk terpisah untuk dikirim ke Gaza.
Israel tidak mengizinkan bahan bakar masuk ke Gaza. Alasannya, bahan bakar dapat digunakan Hamas untuk tujuan militer.
Selama konflik-konflik di masa lalu, bantuan sebagian besar disalurkan dari Israel, dan operasi bantuan PBB untuk Palestina telah dilakukan melalui Israel sejak tahun 1950-an. PBB telah mendorong Israel membuka perbatasan Kerem Shalom.
Mengapa Akes melalui Rafah Dibatasi Mesir?
Mesir merupakan satu-satunya negara Arab yang berbatasan dengan Gaza. Mesir khawatir akan dampak destabilisasi di negaranya akibat eksodus warga Palestina. Mesir dan Yordania telah memperingatkan agar warga Palestina tidak dipaksa meninggalkan tanah mereka.
Presiden Mesir, Abdel Fattah al-Sisi, juga mewaspadai Hamas, kelompok bersenjata yang dibentuk Ikhwanul Muslimin. Sejak Hamas menguasai Gaza tahun 2007, Mesir telah membantu menegakkan blokade terhadap wilayah kantong tersebut.
Selama blokade sebelumnya di tahun 2008, Hamas membuat lubang bawah tanah di perbatasan Mesir. Hal itu memungkinkan puluhan ribu warga Palestina menyeberang ke Sinai, dan mendorong Mesir untuk membangun tembok beton.
Mesir juga mewaspadai ketidakamanan di Sinai timur laut, tempat mereka menghadapi pemberontakan kelompok militan yang kini sebagian besar telah ditumpas.
Mesir telah menjadi penengah antara Israel dan faksi Palestina selama konflik di masa lalu. Namun dalam situasi seperti ini, Mesir juga menutup perbatasan, tetapi mengizinkan bantuan masuk dan evakuasi medis keluar tetapi mencegah pergerakan orang dalam skala besar.