KOMPAS.com – Pasca-Perang Dingin dan runtuhnya Uni Soviet, AS semakin mengukuhkan dirinya sebagai negara yang dominan, khususnya pada kebijakan luar negerinya.
Setelah runtuhnya Uni Soviet, politik luar negeri AS menganut unilateralisme dan menjadi karakteristik AS yang sangat ambisius pasca-Perang Dingin.
Francis Fukuyama dalam The End of History and the Last Man menuliskan, komunitas internasional tidak mempunyai pilihan selain mengikuti sistem politik dan kebijakan AS setelah Perang Dingin.
Sikap AS tersebut menujukan tekad menguasai dunia atas dasar unilateralisme.
Baca juga: Politik Luar Negeri Amerika Serikat
Politik luar negeri AS yang sangat kentara dalam uniteralisme adalah penerapan standar ganda.
Standar ganda adalah inkonsistensi kebijakan luar negeri di mana Amerika memperlakukan dua atau beberapa negara dengan cara yang berbeda.
Satu pihak menerima perlakuan positif dari Amerika sedangkan lainnya mengalami perlakuan yang tidak adil.
Standar ganda selalu digunakan AS dalam isi-isu demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia.
Di satu sisi, AS muncul sebagai pahlawan demokrasi dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sementara di sisi lain, AS bersikap otoriter untuk mencapai kepentingan nasionalnya.
Baca juga: Bentuk Pemerintahan Amerika Serikat, Lembaga Negara hingga Lokal
Sidik Jatmika dalam AS Penghambat Demokrasi : Membongkar Politik Standar Ganda Amerika Serikat menulis, Salah satu contoh standar ganda AS terlihat pada 2003.
Kala itu, AS melancarkan serangan ke Irak karena diduga memiliki senjata pemusnah massal.
Serangan tersebut berhasil menggulingkan rezim Sadam Husein yang berkuasa di Irak.
Tindakan AS tersebut menimbulkan korban jiwa dari warga sipil yang tentu saja bertentangan dengan Hukum Humaniter Internasional.
Padahal, AS sangat menekan pentingnya perlindungan hak asasi manusia.
Baca juga: Penduduk Asli Amerika Serikat
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.