KOMPAS.com – Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau North Atlantic Treaty Organization (NATO) adalah aliansi militer yang didirikan pada 4 April 1949.
NATO merupakan organisasi pertahanan dan keamanan regiobal dengan fokus di kawasan Atlantik Utara.
Sejak didirikan pada 1949, anggota NATO saat ini berjumlah 30 negara, termasuk anggota pendirinya.
Baca juga: Sejarah Berdirinya NATO, Prinsip, dan Tujuan
Latar belakang sejarah dibentuknya NATO tak terlepas dari persaingan blok Barat dengan Uni Soviet pasca-Perang Dunia II.
Sejak didirikan, tujuan utama NATO adalah untuk menyatukan dan memperkuat militer Barat terhadap kemungkinan invasi Uni Soviet ata sekutunya, Pakta Warsawa, selama Perang Dingin.
Pada awal 1950-an NATO mengandalkan AS dalam bidang persenjataan nuklir untuk melawan ancaman Uni Soviet yang makin berkembang.
Mulai 1957, AS menyebarkan senjata-senjata nuklirnya di pangkalan-pangkalan Eropa Barat.
NATO kemudian mengadopsi strategi "respons fleksibel", yang ditafsirkan oleh AS sebagai perang di Eropa tidak harus meningkat menjadi perang nuklir habis-habisan.
Baca juga: Daftar Negara Anggota NATO dan Cara Bergabung
Di bawah strategi ini, banyak pasukan Sekutu dilengkapi dengan persenjataan AS.
Namun, senjata nuklir ditempatkan di bawah sistem kontrol ganda. Hal ini memungkinkan negara yang menampung senjata nuklir dari AS memveto penggunaannya.
Inggris mempertahankan kendali atas persenjataan nuklir strategisnya tetapi membawanya ke dalam struktur perencanaan NATO.
Namun, kekuatan nuklir milik Perancis masih sepenuhnya otonom.
Ketika Uni Soviet dan Pakta Warsawa runtuh awal tahun 1991, NATO seakan kehilangan musuh dan legitimasi awalnya.
Karena itu NATO perlu orientasi baru. Fungsi dan tujuannya juga menjadi semacam kerangka kerja sama antara Eropa dan AS dalam masalah-masalah pertahanan dan keamanan.
Baca juga: Tujuan NATO Dulu dan Kini
Dalam Konsep Strategis baru yang diadopsi di Lisabon, Portugal, pada November 2010, NATO berkomitmen untuk mewujudkan dunia tanpa senjata nuklir.
NATO berjanji untuk berkontribusi pada upaya internasional untuk memerangi proliferasi.
Namun, NATO menegaskan bahawa pihakny masih akan mempertahankan kekuatan nuklirnya selama masih ada senjata nuklir lain di dunia.
Para angota NATO menekankan bahwa keamanan akan diupayakan pada tingkat kekuatan serendah mungkin.
Mereka juga mengumumkan pengurangan ketergantungan pada senjata nuklir dalam strategi NATO, termasuk pengurangan lanjutan jumlah senjata nuklir yang ditempatkan di Eropa.
Baca juga: NATO Buat Strategi Pertahanan Lawan Serangan Potensial Rusia
Keamanan kolektif yang diberikan oleh postur nuklir NATO dibagi di antara semua anggota Aliansi, di mana pencegahan tetap menjadi elemen inti sebagaimana dilaporkan Nuclear Threat Initiative (NTI).
“Jaminan tertinggi” keamanan dijamin oleh kekuatan nuklir strategis NATO, khususnya kekuatan AS.
Sementara kekuatan nuklir strategis Inggris dan Perancis berkontribusi pada pencegahan dan keamanan NATO secara keseluruhan.
Perencanaan pertahanan kolektif tentang peran nuklir diputuskan secara kolektif dengan “partisipasi seluas mungkin” dari anggota NATO.
Baca juga: NATO Terancam Melemah atas Kesepakatan Kapal Selam Amerika Serikat dan Australia
SIPRI melaporkan, pada 2021 AS memiliki 5.550 hulu ledak nuklir. Selain AS, anggota NATO lain yang memiliki hulu ledak nuklir adalah Perancis dan Inggris.
Inggris pada 2021 memiliki 225 hulu ledak nuklir. Pada 2010, Pemerintah Inggris menyatakan bahwa persediaan senjata nuklirnya tidak akan melebihi 225 hulu ledak.
Sementara itu Perancis memiliki 290 hulu ledak nuklir. Itu berarti, jumlah hulu ledak nuklir yang dimiliki negara anggota NATO adalah sebanyak 6.065 hulu ledak pada 2021.
NATO memungkinkan negara-negara anggotanya mencapai tujuan keamanan nasional yang esensial tanpa melanggar kedaulatan nasional melalui sejumlah organ seperti Nuclear Planning Group (NPG).
NPG menjalankan otoritas tertinggi pada kebijakan nuklir di internal NATO. Diskusinya mencakup berbagai masalah kebijakan nuklir, termasuk keprihatinan bersama mengenai pengendalian senjata nuklir dan proliferasi nuklir.
Baca juga: Mantan Sekjen NATO: Kesepakatan Trump dengan Taliban adalah Malapetaka
Ini memungkinkan negara-negara anggota terlepas dari status senjata nuklirnya untuk berpartisipasi dalam peninjauan dan modifikasi postur nuklir NATO ketika tantangan keamanan bergeser di lingkungan internasional.
Semua anggota NATO, kecuali Perancis, adalah bagian dari NPG.
Partisipasi negara-negara non-nuklir dalam postur nuklir NATO menunjukkan solidaritas aliansi, komitmen bersama negara-negara anggotanya untuk menjaga keamanan mereka, dan pembagian beban dan risiko yang luas di antara mereka.
Keputusan dibuat dengan konsensus sehingga posisi komunitas secara keseluruhan tercermin dalam postur nuklir Aliansi.
Di sisi lain, peran kekuatan nuklir AS yang berbasis di Eropa telah berkurang karena kemampuan NATO untuk meredakan krisis secara diplomatis telah meningkat secara signifikan.
Baca juga: Rusia Sebut NATO Sengaja Provokasi Konflik di Laut Hitam
NATO juga berkomitmen untuk menghilangkan semua artileri nuklir dan rudal nuklir jarak pendek yang diluncurkan dari darat.
Aliansi tersebut juga secara signifikan mengurangi peran dan kesiapan senjata nuklir sub-strategis dalam perencanaan pertahanan.
Komitmen tersebut tercermin dari beberapa negara anggota seperti Denmark, Norwegia, dan Spanyol yang melarang kehadiran senjata nuklir di wilayah mereka di masa damai.
Meski kekuatan nuklir yang berbasis di Eropa menyediakan hubungan penting antara Eropa dan Amerika Utara, NATO hanya akan mempertahankan "tingkat minimum” untuk menjaga “perdamaian dan stabilitas” sambil mengurangi peran strategis senjata ini dalam rencana pertahanan.
Baca juga: NATO dan Ukraina Akhiri Latihan Gabungan Berskala Besar di Laut Hitam
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.