Inggris mempertahankan kendali atas persenjataan nuklir strategisnya tetapi membawanya ke dalam struktur perencanaan NATO. Di satu sisi, kekuatan nuklir milik Perancis masih sepenuhnya otonom.
Kebuntuan konvensional dan nuklir antara NATO dan Pakta Warsawa berlanjut melalui pembangunan Tembok Berlin pada awal 1960-an, détente pada 1970-an, dan kebangkitan ketegangan Perang Dingin pada 1980-an setelah invasi Uni Soviet ke Afghanistan 1979.
Namun, setelah 1985, reformasi ekonomi dan politik yang luas yang diperkenalkan oleh pemimpin Uni Soviet kala itu, Mikhail Gorbachev, secara fundamental mengubah status quo.
Pada Juli 1989, Gorbachev mengumumkan bahwa Uni Soviet tidak akan lagi menopang pemerintah komunis di Eropa tengah dan timur.
Baca juga: Merkuri: Sejarah dan Kegunaan
Keputusan tersebut, secara diam-diam sama saja mengisyaratkan penerimaan penggantian pemerintahan yang dipilih secara bebas.
Hilangnya kendali Moskwa atas Eropa tengah dan timur berarti hilangnya sebagian besar ancaman militer yang sebelumnya dari Pakta Warsawa ke Eropa barat.
Pada Oktober 1990, terjadi penyatuan kembali atau reunifikasi Jerman.
Beberapa orang lantas mempertanyakan perlunya mempertahankan NATO sebagai organisasi militer, terutama setelah runtuhnya Uni Soviet pada 1991 dan Pakta Warsawa di tahun yang sama.
Hal tersebut menciptakan kebutuhan dan peluang bagi NATO untuk diubah menjadi aliansi yang lebih “politis” yang ditujukan untuk menjaga stabilitas internasional di Eropa.
Baca juga: Sejarah Perang Dunia II: Faktor Pemicu dan Negara yang Terlibat
Dilansir dari situs resmi NATO, jumlah anggota NATO saat ini sebanyak 30 negara yang berada di di Eropa dan Amerika Utara.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.