Akan tetapi, mereka langsung sadar bahwa mereka butuh aliansi yang lebih tangguh untuk memberikan penyeimbang militer yang memadai dari ancaman Uni Soviet.
Setelah itu, Inggris, Kanada, dan AS terlibat dalam pembicaraan rahasia tentang aliansi pertahanan dan keamanan yang berfungsi sebagai alternatif dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pada Maret 1948, sebulan setelah kudeta komunis di Cekoslowakia pada Februari, Inggris, Kanada, dan AS pemerintah memulai diskusi tentang skema pertahanan kolektif multilateral.
Skema tersebut bertujuan meningkatkan keamanan Barat. Pembicaraan-pembicaraan itu akhirnya diikuti oleh Perancis, Belgia, Belanda, Luksemburg, dan Norwegia.
Pada April 1949 disepakatilah Perjanjian Atlantik Utara dan terciptalah NATO. Inti dari NATO disebut-sebut tertuang dalam Pasal 5 Perjanjian Atlantik Utara.
Baca juga: Sejarah Korea Utara, dari Penjajahan Jepang hingga Merdeka
Pasal Pasal 5 Perjanjian Atlantik Utara berbunyi:
“Para anggota setuju bahwa sebuah serangan bersenjata terhadap salah satu atau lebih dari mereka di Eropa maupun di Amerika Utara akan dianggap sebagai serangan terhadap semua anggota. Selanjutnya mereka setuju bahwa, jika serangan bersenjata seperti itu terjadi, setiap anggota, dalam menggunakan hak untuk mepertahankan diri secara pribadi maupun bersama-sama seperti yang tertuang dalam Pasal ke-51 dari Piagam PBB, akan membantu anggota yang diserang jika penggunaan kekuatan semacam itu, baik sendiri maupun bersama-sama, dirasakan perlu, termasuk penggunaan pasukan bersenjata, untuk mengembalikan dan menjaga keamanan wilayah Atlantik Utara.”
Pasal ini diberlakukan agar jika Uni Soviet melancarkan serangan terhadap salah satu sekutu NATO, hal tersebut akan dianggap sebagai serangan terhadap seluruh anggota NATO, termasuk AS.
Baca juga: Sejarah Persekutuan Anglikan di Kerajaan Inggris
Sejak didirikan, tujuan utama NATO adalah untuk menyatukan dan memperkuat militer Barat terhadap kemungkinan invasi Uni Soviet ata sekutunya, Pakta Warsawa, selama Perang Dingin.
Pada awal 1950-an NATO mengandalkan AS dalam bidang persenjataan nuklir untuk melawan ancaman Uni Soviet yang makin berkembang.
Mulai 1957, AS menyebarkan senjata-senjata nuklirnya di pangkalan-pangkalan Eropa Barat.
NATO kemudian mengadopsi strategi "respons fleksibel", yang ditafsirkan oleh AS sebagai perang di Eropa tidak harus meningkat menjadi perang nuklir habis-habisan.
Di bawah strategi ini, banyak pasukan Sekutu dilengkapi dengan persenjataan AS.
Baca juga: Sejarah Kerajaan Inggris, dari Era Anglo-Saxon hingga Saat Ini
Namun, senjata nuklir ditempatkan di bawah sistem kontrol ganda. Hal ini memungkinkan negara yang menampung senjata nuklir dari AS memveto penggunaannya.