Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penanda Arah Politik Jepang

Kompas.com - 19/05/2013, 03:57 WIB

Namun, editorial The Washington Post (23/4/2013) yang membuat tinjauan atas kebijakan itu mengingatkan pernyataan kontroversial Abe tentang politik agresi Jepang selama perang. Sejarah bisa diinterpretasi ulang, tetapi adalah fakta bahwa Jepang menduduki Korea, Machuria, dan seluruh China sebelum menginvasi Malaya.

Pertajam kontroversi

Kontroversi itu dipertajam dengan pembelaan Abe pada anggota kabinet dan parlemen yang berkunjung ke Yashukuni Shrine. Ia terakhir berkunjung ke Yashukuni pada Oktober tahun lalu ketika menjadi pemimpin oposisi.

Yashukuni Shrine adalah sebagai pusat badai politik, terkait ingatan pascaperang, yang memengaruhi politik dalam negeri Jepang serta hubungan dengan tetangganya, khususnya China dan Korea.

Kuil Shinto itu dibangun tahun 1869 di Tokyo untuk memberikan penghormatan atas 2,5 juta serdadu yang tewas di garis depan medan perang. Di antara sekitar 18.000 serdadu yang dikeramatkan, terdapat 14 kriminal perang kelas A yang dinyatakan sebagai penjahat perang.

Meski indikasi kebangkitan kembali militer Jepang semakin menguat dalam pemerintahan Abe, sebenarnya hal itu hanya memperjelas pertanda sejak awal tahun 2000-an ketika PM Junichiro Koizumi (2001-2006) mengirim kapal perang untuk membantu AS menaklukkan Afganistan tahun 2004.

Dalam Daily Yomiuri Online (21/10/2010) ditulis, Menteri Pertahanan Toshimi Kitazawa secara tegas menyatakan niatnya untuk meninjau ulang tiga prinsip pelarangan ekspor senjata, kecuali untuk kepentingan teknologi persenjataan ke AS dan beberapa ketercualian lain. Panduan Program Pertahanan Nasional yang baru telah disiapkan pemerintahan sebelumnya.

Tampaknya, di bawah PM Abe, revisi Artikel 9 Konstitusi (Baru) Jepang setelah Jepang kalah perang—yang menyatakan, Jepang tidak akan lagi terlibat dalam perang, kecuali untuk mempertahankan diri—semakin dekat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com