Keluarga korban juga kecewa terhadap kinerja KBRI di Kuala Lumpur yang dinilai lambat dan tidak serius menangani jenazah Abdul Kadir Jaelani dan dua TKI lainnya. ”Kami pihak keluarga yang justru mengurus sendiri pemulangan jenazah dari Malaysia sampai ke rumah di Lombok Timur,” tuturnya.
Tohri juga menuntut penjelasan resmi atas kasus yang menyebabkan Abdul Kadir Jaelani ditembak mati. ”Kami masih belum mengerti apa yang menyebabkan adik saya ditembak. Informasinya juga belum jelas benar, masih simpang siur,” ujar Tohri.
Sri Hayati, ibunda Herman, juga menuntut penjelasan resmi terkait penembakan putranya dan hasil otopsi terhadap jenazah Herman. ”Sampai sekarang kami masih belum percaya kalau anak saya bertindak merampok seperti yang dikabarkan itu. Di rumah sini, dia (Herman) tidak pernah nyolong,” ujar Sri, kemarin.
Anggota Komisi I DPR,
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Teuku Rezasyah, meminta pemerintah, LSM, DPR, dan semua pihak yang berkepentingan untuk bersatu padu memperbaiki perlindungan terhadap WNI di luar negeri. ”Jangan kita saling menyalahkan. Sekarang kita harus bersatu padu,” tutur Rezasyah yang sedang menyelesaikan program doktoral di Negara Bagian Kedah, Malaysia.
Dekan FISIP Universitas Airlangga, Surabaya, I Basis Susilo dan pengajar politik perburuhan Universitas Indonesia, Irwansyah, juga menilai, insiden penembakan tiga TKI di Malaysia harus menjadi momentum pembenahan jaminan perlindungan TKI. Pemerintah RI harus tegas dan berani menegosiasikan hal tersebut.
”Pemerintah RI tidak bisa mengalah terus atau hanya mempertimbangkan hubungan baik. Jika benar, harus bersikap tegas,” ujar Basis.