Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dinilai Lalai Lindungi TKI

Kompas.com - 29/04/2012, 01:45 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah Indonesia dinilai lalai melindungi tiga tenaga kerja Indonesia asal Nusa Tenggara Barat yang ditembak mati oleh Kepolisian Malaysia. Mereka ditembak mati pada Maret 2012, tetapi informasi tewasnya ketiga TKI itu baru ditindaklanjuti sekitar sebulan setelah kejadian.

Bukan itu saja, keluarga korban juga harus mengurus sendiri pemulangan ketiga jenazah itu dari Malaysia hingga ke rumah mereka di Lombok Timur, NTB.

”Persoalan utamanya adalah penembakan mati oleh Kepolisian Malaysia terhadap tiga TKI, Abdul Kadir Jaelani, Herman, dan Mad Noor, di Port Dickson, Negeri Sembilan, karena dituduh penjenayah (penjahat). Dan, ini sudah kejadian yang ketiga setelah peristiwa serupa yang menimpa empat TKI asal Nusa Tenggara Timur pada 2005 dan tiga TKI asal Jawa Timur pada 2010 yang dituduh Kepolisian Malaysia sebagai penjahat,” ujar Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah dalam diskusi di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (28/4).

Juru Bicara Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dita Indah Sari menepis tudingan bahwa pemerintah lalai. Menurut dia, sehari setelah kejadian, KBRI sudah menerima laporan lisan dari Kepolisian Malaysia. ”Namun, kami tak bisa bekerja berdasarkan laporan lisan belaka. Data kronologis tertulis baru dikirimkan Malaysia pada Jumat sore menyusul permintaan maaf mereka. Itu akan segera kami tindak lanjuti,” tuturnya.

Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene menegaskan, pihaknya memegang komitmen perlindungan terhadap WNI di luar negeri, baik mereka yang memiliki dokumen resmi maupun tidak. ”Oleh perwakilan di Malaysia tanggal 2 dan 3 April, kasus ini sudah ditindaklanjuti. Kepolisian Malaysia meminta maaf karena terlambat melaporkan kepada kita sebagaimana diwajibkan oleh Konvensi Vienna,” katanya.

Lakukan verifikasi

Anis menjelaskan, Migrant Care bersama Komnas HAM bertolak ke Malaysia untuk mengumpulkan data dan melakukan verifikasi. Jenazah ketiga TKI dipulangkan ke Lombok pada 5 April 2012 dengan dibiayai keluarga ketiga TKI, masing-masing Rp 13 juta. Anis juga mensinyalir setiap tahun sekitar 700 WNI tewas di Malaysia oleh pelbagai sebab.

Ia menilai, ada keganjilan soal informasi hilangnya organ tubuh. Namun, hasil otopsi Tim Forensik Kepolisian Daerah NTB dan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram terhadap ketiga jenazah TKI, pekan lalu, menyimpulkan penyebab kematian adalah luka tembak di kepala dan dada kiri (Kompas, 28/4).

Keluarga kecewa

Dari NTB, keluarga Abdul Kadir Jaelani, TKI asal Dusun Pancor Kopong, Desa Pringgasela Selatan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, tetap mendesak pengusutan tuntas kasus penembakan yang menewaskan Abdul Kadir Jaelani, Herman, dan Mad Noor. ”Tidak segampang itu selesai hanya dengan permintaan maaf. Nyawa adik saya tidak bisa ditebus sebatas itu,” ujar M Tohri, kakak Abdul Kadir Jaelani (alm), di rumah keluarga di Dusun Pancor Kopong, Sabtu.

Keluarga korban juga kecewa terhadap kinerja KBRI di Kuala Lumpur yang dinilai lambat dan tidak serius menangani jenazah Abdul Kadir Jaelani dan dua TKI lainnya. ”Kami pihak keluarga yang justru mengurus sendiri pemulangan jenazah dari Malaysia sampai ke rumah di Lombok Timur,” tuturnya.

Tohri juga menuntut penjelasan resmi atas kasus yang menyebabkan Abdul Kadir Jaelani ditembak mati. ”Kami masih belum mengerti apa yang menyebabkan adik saya ditembak. Informasinya juga belum jelas benar, masih simpang siur,” ujar Tohri.

Sri Hayati, ibunda Herman, juga menuntut penjelasan resmi terkait penembakan putranya dan hasil otopsi terhadap jenazah Herman. ”Sampai sekarang kami masih belum percaya kalau anak saya bertindak merampok seperti yang dikabarkan itu. Di rumah sini, dia (Herman) tidak pernah nyolong,” ujar Sri, kemarin.

Anggota Komisi I DPR, Poempida Hidayatullah, menegaskan, tembakan berulang kali terhadap satu orang yang dikatakan penjahat oleh Kepolisian Malaysia adalah tindakan berlebihan.

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Teuku Rezasyah, meminta pemerintah, LSM, DPR, dan semua pihak yang berkepentingan untuk bersatu padu memperbaiki perlindungan terhadap WNI di luar negeri. ”Jangan kita saling menyalahkan. Sekarang kita harus bersatu padu,” tutur Rezasyah yang sedang menyelesaikan program doktoral di Negara Bagian Kedah, Malaysia.

Dekan FISIP Universitas Airlangga, Surabaya, I Basis Susilo dan pengajar politik perburuhan Universitas Indonesia, Irwansyah, juga menilai, insiden penembakan tiga TKI di Malaysia harus menjadi momentum pembenahan jaminan perlindungan TKI. Pemerintah RI harus tegas dan berani menegosiasikan hal tersebut.

”Pemerintah RI tidak bisa mengalah terus atau hanya mempertimbangkan hubungan baik. Jika benar, harus bersikap tegas,” ujar Basis. (ONG/INA/COK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com