Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sampah Elektronik Semakin Jadi Masalah Besar Dunia, Mengapa?

Kompas.com - 22/03/2024, 06:10 WIB
Egidius Patnistik

Penulis

Sumber CNN

JUMLAH sampah elektronik, seperti ponsel bekas hingga lemari es, telah mencapai rekor tertinggi secara global dan tumbuh lima kali lebih cepat dibandingkan tingkat kemampuan daur ulang. Fenomena ini membawa sejumlah masalah kesehatan, lingkungan, dan iklim yang serius.

Jumlah sampah elektronik telah sangat mencengangkan. Menurut laporan United Nations Global E-waste yang dirilis Rabu (20/3/2024), pada tahun 2022 dunia menghasilkan 62 juta metrik ton sampah elektronik atau “e-waste”.

Sebagai gambaran, jumlah sampah sebanyak itu dapat memenuhi 1,5 juta truk berukuran 40 metrik ton.

Baca juga: 5,3 Miliar Ponsel Jadi Sampah Elektronik di Tahun 2022

Sampah elektronik merupakan istilah umum untuk setiap produk bekas yang memiliki steker atau baterai dan sering kali mengandung zat beracun dan berbahaya, seperti merkuri dan timbal.

Saat dunia menjadi semakin bergantung pada barang-barang elektronik, dan jumlah barang elektronik yang dijual di negara-negara berkembang semakin meningkat, volume sampah berbahaya itu meningkat pesat.

Menurut laporan United Nations Global E-waste itu, sampah elektronik global tahun 2022 meningkat 82 persen dibandingkan tahun 2010, dan diperkirakan akan meningkat 32 persen hingga mencapai 82 juta metrik ton tahun 2030.

Kemampuan Daur Ulang Terbatas

Peningkatan kapasitas daur ulang ternyata tidak seiring dengan peningkatan jumlah sampah itu. Menurut laporan tersebut, kurang dari seperempat sampah elektronik (22,3 persen) yang dihasilkan tahun 2022 telah dikumpulkan dan didaur ulang. Sejak tahun 2010, pertumbuhan sampah elektronik telah melampaui hingga hampir lima kali lipat pertumbuhan pengumpulan dan daur ulang formal atau resmi sampah jenis itu.

Sebagian besar sampah elektronik berakhir di tempat pembuangan sampah atau sistem daur ulang informal atau tidak resmi yang memiliki risiko polusi dan dampak kesehatan tinggi.

Masih menurut laporan tersebut, gadget elektronik berukuran kecil seperti mainan, penyedot debu, dan rokok elektronik memiliki tingkat daur ulang sangat rendah, hanya sekitar 12 persen, meskipun menyumbang sekitar sepertiga dari total sampah elektronik.

Tingkat daur ulang cenderung tinggi untuk peralatan yang lebih berat dan besar seperti unit AC dan layar TV karena ukurannya dan masalah kesehatan yang terkait dengan barang-barang itu.

Saat kesenjangan antara produksi sampah elektronik dengan kapasitas daur ulang terus melebar, “tingkat daur ulang sebenarnya bisa turun dalam beberapa tahun ke depan,” kata Vanessa Gray, pakar limbah elektronik di International Telecommunication Union dan penulis laporan itu, kepada CNN.

Laporan tersebut memperkirakan tingkat pengumpulan dan daur ulang akan menurun hingga 20 persen pada tahun 2030.

Jim Puckett, pendiri dan direktur eksekutif Basel Action Network, sebuah kelompok pengawas sampah elektronik, menyebut kesimpulan laporan tersebut “suram.” Hasilnya mengungkapkan kurangnya tanggung jawab produsen atas apa yang terjadi pada produk mereka di akhir masa pakai.

Baca juga: Berbahaya bagi Lingkungan, Ini Cara Mengurangi Sampah Elektronik

Dia mengatakan, produsen harus didorong untuk membuat produk yang tahan lama. Mereka jangan hanya berpikir keuntungan jangka pendek dengan merancang produk yang mudah rusak dan berharap bisa menjual produk baru kepada konsumen sesegera mungkin.

Produsen perlu membuat rencana jelas untuk menghilangkan, mengumpulkan, dan mendaur ulang bagian beracun dan berbahaya dari produk mereka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Genosida Armenia, Apa Itu?

Genosida Armenia, Apa Itu?

Internasional
Mengapa Persia Berubah Nama Menjadi Iran

Mengapa Persia Berubah Nama Menjadi Iran

Internasional
Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Internasional
Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Internasional
Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Internasional
Mengenal Kelompok-kelompok Pro-Palestina di AS

Mengenal Kelompok-kelompok Pro-Palestina di AS

Internasional
Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Internasional
Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Internasional
Apa Status Palestina di PBB?

Apa Status Palestina di PBB?

Internasional
Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Internasional
Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Internasional
Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Internasional
Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com