Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serangan Iran ke Israel Tampaknya Direncanakan untuk Gagal

Kompas.com - 15/04/2024, 11:24 WIB
Egidius Patnistik

Penulis

Sumber CNN

PERANG di belakang layar (shadow war) yang telah berlangsung selama beberapa dekade antara Iran dan Israel menjadi terbuka ke publik pada Sabtu (13/4/2024) malam saat drone dan rudal-rudal Iran menerangi langit malam Israel dan Tepi Barat yang diduduki. Operasi militer Teheran itu terlihat sangat terkoordinasi tetapi tampaknya dirancang untuk meminimalkan korban jiwa sambil memaksimalkan tontonan.

Begitu Tamara Qiblawi, wartawan investigasi CNN, memulai tulisannya pada hari Minggu. Menurut dia, operasi Iran itu merupakan misi yang kompleks.

Lebih dari 300 drone dan rudal terbang di atas negara tetangga Iran, termasuk Yordania dan Irak (di mana AS memiliki pangkalan militer), sebelum menembus wilayah udara musuh bebuyutan Iran, yaitu Israel.

Baca juga: Bagaimana Israel dan Sekutunya Cegat Lebih dari 300 Rudal dan Drone Iran?

Para sekutu Israel ikut menembak jatuh sebagian besar proyektik Iran tersebut tetapi tidak dapat mencegah apa yang telah lama diyakini sebagai skenario "hari kiamat di Timur Tengah", yaitu serangan pertama Republik Islam Iran terhadap Israel.

Sistem pertahanan udara Iron Dome atau Kubah Besi Israel yang terkenal itu tidak mengecewakan warganya, walau banyak dari mereka terpaksa berlindung di bunker. Hanya secuil lokasi yang terkena serangan, termasuk pangkalan militer dan area di gurun Negev, di mana seorang anak Badui menderita luka terkena serangan itu. Selebihnya, Iron Dome dan pertahanan udara berlapis Israel menangkis salah satu serangan pesawat tak berawak terbesar dalam sejarah tersebut.

Militer Israel mengatakan, “99 persen" proyektil yang ditembakkan Iran dicegat Israel dan mitra-mitranya, dan hanya “sejumlah kecil” rudal balistik yang mencapai Israel. Secara total, sekitar 170 drone, lebih dari 30 rudal jelajah dan lebih dari 120 rudal balistik diluncurkan ke Israel oleh Iran pada Sabtu malam itu.

Dirancang untuk Gagal

Menurut Qiblawi, operasi Iran itu tampaknya dirancang untuk gagal. Ketika Iran meluncurkan drone mematikan dari wilayahnya, yang sekitar 1600 km jauhnya dari Israel, sebelum drone itu tiba Israel punya cukup waktu untuk tahu bahwa serangan tersebut akan datang.

Namun simbolisme serangan itu yang berperan penting. Alih-alih menyerang Israel dari salah satu negara tetangga di mana Iran dan sekutu non-negaranya berada, Iran memilih untuk menyerang langsung dari wilayahnya. Hal itu jelas mengurangi dampak kerusakan di pihak Israel karena unsur kejutan serangan menjadi berkurang.

Namun selama sekitar empat jam, dunia menahan napas saat senjata-senjata melesat di langit malam. Itu adalah bola api yang melayang di atas kepala saat para penonton di tiga negara berbeda memfilmkan gambar-gambar yang tampaknya menandai dimulainya perang yang dahsyat.

Menurut Qiblawi, jeda waktu yang cukup (antara proyektil mulai diluncurkan dan tiba di sasaran) memungkinkan Israel dan para mitra regionalnya mempersiapkan pertahanan Israel, dan operasi tersebut tidak lebih dari sekedar pertunjukan kembang api yang menakutkan.

Saat misi tetap Iran di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mentwit bahwa operasi tersebut telah "berakhir," mudah bagi orang untuk berpikir bahwa Republik Islam Iran itu hanya hanya menggonggong dan tidak menggigit.

Serangan tersebut merupakan balasan terhadap serangan udara Israel terhadap konsulat Iran di Damaskus (Suriah) awal April yang menewaskan seorang jenderalnya, dan hal ini sesuai dengan ekspektasi intelijen dan analis AS. Kepemimpinan Iran merasa terdorong untuk menyerang Israel demi menegaskan kembali posisinya sebagai kekuatan regional dan menghilangkan anggapan bahwa Iran hanyalah "macan kertas".

Baca juga: Mengenal Sistem Pertahanan Iron Dome Israel

Mereka menggandakan tampilan kekuatannya dengan meluncurkan operasi militer dari wilayahnya sendiri, bukan melalui proksi di Suriah, Lebanon, Yaman, atau Irak.

Namun Iran juga perlu berusaha menghindari terjadinya perang habis-habisan. Perekonomian negara itu telah terpuruk akibat sanksi yang diterapkan AS pada era Trump, dan terdapat peningkatan ketidakpuasan di kalangan masyarakat atas kebijakan represif pemerintah. Pada hari Minggu, Iran tampaknya tidak hanya memperhitungkan sistem pertahanan udara Israel yang kuat, namun juga mengandalkannya.

Informasi inteligen AS yang relatif banyak tentang operasi itu juga menunjukkan bahwa Iran mungkin telah melakukan komunikasi rahasia dengan para pemimpin Barat. Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir Abdollahian, mengatakan bahwa ia memberi tahu negara-negara tetangga, termasuk para sekutu utama AS, 72 jam sebelumnya tentang serangan itu.

Menurut analisis Qiblawi, untuk mengendalikan dampak operasi mereka sendiri, Iran tampaknya berusaha untuk menggagalkannya.

Gaya Iran

Model serangan pada Sabtu malam itu mengingatkan kita pada tanggapan Teheran terhadap pembunuhan jenderal paling terkenal Iran, Qassem Soleimani, pada Januari 2020. Pembunuhan itu atas Presiden AS saat itu, Donald Trump.

Teheran memberi peringatan 10 jam sebelumnya kepada pasukan AS sebelum menembakkan sejumlah rudal balistik ke posisi militer AS di Irak, termasuk pangkalan udara al-Asad. Serangan itu mendatangkan malapetaka, meninggalkan lubang menganga di tanah, namun tidak menimbulkan korban jiwa di pihak AS.

Dalam prosesnya, pasukan Iran secara tidak sengaja justru menembak jatuh sebuah jet komersial yang lepas landas dari bandara Teheran, menewaskan lebih dari 100 penumpang dan memicu kemarahan masyarakat terhadap rezim yang semakin dipandang tidak kompeten. Saat itu, Iran sibuk menunjukkan apa yang bisa dilakukan militernya, bukan apa yang ingin mereka lakukan. AS tidak membalas serangan itu, demi menghindari perang regional.

Empat tahun kemudian, situasi yang dihadapi Iran mungkin tidak akan berjalan dengan cara yang sama. Israel telah berjanji untuk merespons. AS secara terbuka telah menyatakan bahwa mereka tidak akan ikut serta dalam pembalasan Israel, yang mungkin dapat meyakinkan Iran.

Namun Israel di bawah kepemimpinan Benjamin Netanyahu terbukti semakin tidak dapat diprediksi. Ancaman Iran untuk melakukan tindakan yang lebih keras jika terjadi eskalasi lebih lanjut mungkin tidak akan didengar oleh Israel, dan ini akan menimbulkan risiko bagi Israel sendiri.

Baca juga: Ini Peringatan Iran jika Israel dan AS Lakukan Serangan Balasan

Dalam serangan Iran di masa depan, Teheran mungkin tidak ragu menggunakan wilayah di seberangan perbatasan utara Israel sebagai landasan peluncuran senjatanya. Seminggu sebelum serangan pada Sabtu lalu itu, salah satu sumber CNN di Lebanon yang mengetahui rencana serangan Iran telah mengesampingkan Hezbullah, mitra kelompok bersenjata paling kuat Iran, akan menjadi bagian dari pembalasan awal Iran terhadap serangan konsulat pada 1 April.

Namun, sumber tersebut memperingatkan bahwa Hezbullah dan pasukan tempur lain yang didukung Iran “akan siap menghadapi tahap yang terjadi setelah tanggapan Iran.”

Pembalasan yang keras dari Israel mungkin akan mendorong Iran untuk mengambil sikap yang lebih keras juga, melampaui kebijakannya terhadap Israel selama ini. Kelompok konservatif Iran telah mengonsolidasikan kendali atas pemerintahan negera itu dalam beberapa tahun terakhir, dan terdapat peningkatan resistensi terhadap tekanan Barat yang mengekang program pengayaan uranium negara itu.

“Pasti ada kepuasan di kalangan tertentu di Washington DC dan Israel bahwa tanggapan terbatas Iran mencerminkan ketidakseimbangan kekuatan yang menguntungkan Israel,” tulis Trita Parsi, analis Iran dan Wakil Presiden Eksekutif Quincy Institute yang berbasis di Washington DC, di X.

“Tetapi pikirkan lebih jauh dan Anda akan menyadari bagaimana episode ini akan memperkuat mereka yang berada di Teheran yang percaya bahwa Iran harus mempunyai senjata nuklir.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sosok Jacob Zuma, Mantan Presiden Afrika Selatan yang Didiskualifikasi dari Pemilu Parlemen

Sosok Jacob Zuma, Mantan Presiden Afrika Selatan yang Didiskualifikasi dari Pemilu Parlemen

Internasional
Iran Setelah Presiden Ebrahim Raisi Tewas, Apa yang Akan Berubah?

Iran Setelah Presiden Ebrahim Raisi Tewas, Apa yang Akan Berubah?

Internasional
Apa Itu Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan Mengapa ICC Mempertimbangkan Surat Perintah Penangkapan bagi Pemimpin Israel dan Hamas?

Apa Itu Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan Mengapa ICC Mempertimbangkan Surat Perintah Penangkapan bagi Pemimpin Israel dan Hamas?

Internasional
Tsai Ing-wen, Mantan Presiden Taiwan yang Dicintai Rakyat

Tsai Ing-wen, Mantan Presiden Taiwan yang Dicintai Rakyat

Internasional
Apa Tujuan Asli Putin Menginvasi Ukraina?

Apa Tujuan Asli Putin Menginvasi Ukraina?

Internasional
Siapa Ebrahim Raisi, Presiden Iran yang Tewas dalam Kecelakaan Helikopter?

Siapa Ebrahim Raisi, Presiden Iran yang Tewas dalam Kecelakaan Helikopter?

Internasional
Hubungan Israel-Mesir Memburuk Setelah Israel Duduki Perbatasan Rafah

Hubungan Israel-Mesir Memburuk Setelah Israel Duduki Perbatasan Rafah

Internasional
Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Internasional
Siapa 'Si Lalat' Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Siapa "Si Lalat" Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Internasional
Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Internasional
Perjalanan Hubungan Rusia-China dari Era Soviet sampai Saat Ini

Perjalanan Hubungan Rusia-China dari Era Soviet sampai Saat Ini

Internasional
Pertemanan Rusia-China Makin Erat di Tengah Tekanan Barat

Pertemanan Rusia-China Makin Erat di Tengah Tekanan Barat

Internasional
Praktik 'Deepfake' di China Marak, Youtuber Asal Ukraina Jadi Korban

Praktik "Deepfake" di China Marak, Youtuber Asal Ukraina Jadi Korban

Internasional
Mengenal Peristiwa Nakba, Hilangnya Tanah Air Palestina

Mengenal Peristiwa Nakba, Hilangnya Tanah Air Palestina

Internasional
Apa Itu UU ‘Agen Asing’ Georgia dan Mengapa Eropa Sangat Khawatir?

Apa Itu UU ‘Agen Asing’ Georgia dan Mengapa Eropa Sangat Khawatir?

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com