Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Thailand Menuju Pelegalan Pernikahan Sesama Jenis

Kompas.com - 28/03/2024, 09:23 WIB
Egidius Patnistik

Penulis

Sumber BBC,Reuters

THAILAND membuat langkah bersejarah menuju kesetaraan pernikahan setelah parlemen negara itu meloloskan rancangan undang-undang (RUU) yang memberikan pengakuan hukum bagi pernikahan sesama jenis. Parlemen Thailand dengan suara bulat menyetujui RUU kesetaraan pernikahan pada Rabu (27/3/2024).

Hal itu akan membuat salah satu negara paling liberal di Asia ini semakin dekat untuk menjadi wilayah ketiga yang melegalkan pernikahan sesama jenis. Taiwan dan Nepal sudah lebih dulu mengizinkan pernikahan sesama jenis.

RUU tersebut mendapat dukungan dari semua partai besar di Thailand dan telah dirancang selama lebih dari satu dekade. RUU itu masih memerlukan persetujuan senat dan dukungan dari raja sebelum benar-benar menjadi undang-undang dan kemudian diberlakukan 120 hari setelah itu.

Baca juga: Yunani Resmi Legalkan Pernikahan Sesama Jenis dan Bolehkan Adopsi Anak

RUU tersebut disahkan oleh 400 dari 415 anggota parlemen yang hadir. Hanya hanya 10 suara yang menentangnya. 

Persetujuan akhir (dari senat dan raja Thailand) diperkirakan akan terjadi pada akhir tahun 2024. Jika itu terjadi, Thailand menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang mengakui hubungan sesama jenis.

Hal itu akan memperkuat reputasi Thailand sebagai surga bagi pasangan LGBTQ (lesbian, gay, bisexual, transgender, and queer community) di wilayah di mana sikap seperti itu jarang terjadi.

"Ini adalah awal dari kesetaraan. Ini bukan obat universal untuk setiap masalah tetapi ini adalah langkah pertama menuju kesetaraan," kata Danuphorn Punnakanta, anggota parlemen dan ketua komite kesetaraan pernikahan di parlemen kepada anggora parlemen saat memaparkan RUU tersebut.

“Undang-undang ini ingin mengembalikan hak-hak tersebut kepada kelompok orang tersebut, bukan memberikan mereka hak tersebut.”

RUU itu menggambarkan pernikahan sebagai kemitraan antara dua individu, bukan lagi hanya antara pria dan wanita. RUU itu, saat nanti menjadi UU, memberikan hak penuh kepada pasangan, sebagaimana layaknya pasangan yang menikah berdasarkan hukum perdata dan komersial negara tersebut, termasuk hak waris dan pengangkatan anak.

Pasangan LGBTQ juga akan mendapat hak penghematan pajak perkawinan. Berdasarkan RUU itu, pasangan sesama jenis juga bisa mengadopsi anak.

Mahkamah Konstitusi tahun 2021 memutuskan bahwa undang-undang perkawinan Thailand saat itu, yang hanya mengakui pasangan heteroseksual, adalah konstitusional, dan merekomendasikan agar undang-undang tersebut diperluas untuk menjamin hak-hak gender lainnya.

Sejumlah Catatan

Nada Chaiyajit, advokat LGBT dan dosen hukum di Universitas Mae Fah Luang mengatakan, pengesahan RUU tersebut merupakan langkah positif namun ada beberapa masalah yang belum terselesaikan.

Para pendukung LGBT yang berada di komite parlemen selama debat pada hari Rabu itu tidak berhasil mendorong agar istilah “ayah” dan “ibu” diubah menjadi “orangtua” yang netral gender saat merujuk pada unit keluarga.

Menurut para pendukung LGBT, perubahan istilah "ayah" dan "ibu" menjadi "orangtua" demi menghindari komplikasi dalam isu-isu seperti adopsi.

“Saya memang senang tapi ini bukan kesetaraan pernikahan penuh, ini hanya pernikahan sesama jenis,” kata Nada. “Hak untuk menikah telah diberikan tetapi belum diberikan hak untuk membentuk keluarga secara penuh.

"Sayang sekali kami tidak melakukan yang terbaik."

Baca juga: Duduk Perkara Pernikahan Sesama Jenis di Cianjur yang Hebohkan Warga

Telah Menunggu Lama

Thailand telah memiliki undang-undang yang melarang diskriminasi berdasarkan identitas gender dan orientasi seksual. Karena itu, Thailand dipandang sebagai salah satu negara paling ramah terhadap LGBTQ di Asia.

Namun butuh waktu bertahun-tahun untuk mengkampanyekan pasangan sesama jenis agar bisa mencapai kesetaraan pernikahan.

Upaya sebelumnya untuk melegalkan pernikahan sesama jenis gagal meskipun mendapat dukungan luas dari masyarakat. Sebuah survei pemerintah pada akhir tahun lalu menunjukkan bahwa 96,6 persen dari mereka yang disurvei mendukung RUU tersebut.

“Ya, saya menonton debat parlemen dan terus berharap,” kata Phisit Sirihirunchai, polisi gay berusia 35 tahun. "Saya senang dan bersemangat bahwa hal ini benar-benar akan terjadi. Saya semakin dekat untuk mewujudkan impian saya."

Phisit mengatakan, dia dan pasangannya, yang telah bersama lebih dari lima tahun, berencana menikah pada hari undang-undang tersebut mulai berlaku.

“Saya merasa kesetaraan telah terjadi hari ini. Ini adalah hari bersejarah bagi parlemen Thailand yang memperjuangkan hak-hak LGBTQ,” kata Tunyawaj Kamolwongwat, anggota parlemen gay dari partai oposisi Move Forward yang telah mengkampanyekan kesetaraan pernikahan di negara tersebut selama satu dekade terakhir.

Beberapa partai politik berjanji untuk mengakui serikat pekerja sesama jenis sebagai bagian dari kampanye mereka sebelum pemilu tahun lalu. Perdana Menteri Sretta Thavisin sangat vokal dalam mendukungnya sejak menjabat pada September tahun lalu.

Pada bulan Desember, parlemen meloloskan empat rancangan undang-undang yang mengakui pernikahan sesama jenis – satu diajukan oleh pemerintahan Thavisin dan tiga lainnya diajukan oleh partai oposisi. UU itu kemudian digabungkan menjadi satu RUU, yang disahkan parlemen pada hari Rabu kemarin itu.

Namun, parlemen Thailand sejauh ini masih menolak usulan untuk mengizinkan orang mengubah identitas gendernya, meskipun terdapat banyak komunitas transgender di negara itu.

Menonjol di Asia Tenggara

Thailand menonjol di Asia Tenggara, di mana keintiman sesama jenis dikriminalisasi. Keintiman sesama jenis masih merupakan hal yang aneh di Asia.

Tahun 2019, parlemen Taiwan menjadi parlemen pertama di Asia yang melegalkan pernikahan sesama jenis. Nepal mendaftarkan pernikahan sesama jenis pertamanya pada November tahun lalu, lima bulan setelah Mahkamah Agung negara itu memutuskan untuk mendukung hal tersebut.

Hal itu terjadi hanya satu bulan setelah pengadilan tinggi India memutuskan untuk menentang praktik tersebut, dan menyerahkan keputusan terkait hal itu kepada pemerintah, yang mengatakan akan membentuk panel yang akan memutuskan lebih banyak hak hukum bagi pasangan sesama jenis.

Komunitas LGBTQ juga telah memperjuangkan kesetaraan pernikahan di Jepang, di mana pengadilan distrik memutuskan bahwa larangan terhadap hal tersebut tidak konstitusional. Jajak pendapat menunjukkan dukungan publik terhadap hal tersebut, tetapi perlawanan keras dari kalangan senior dan tradisional di partai penguasa telah menghambat upaya tersebut.

Singapura menghapuskan undang-undang dari era kolonial yang melarang hubungan seks sesama jenis tahun 2022. Namun negara itu juga mengubah konstitusinya untuk mencegah pengadilan menentang definisi pernikahan sebagai hubugan antara seorang pria dan seorang wanita.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com